Oleh : Ummu Aqeela
Suasana di beberapa restoran dan kafe menjadi agak tegang saat petugas Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo melakukan sidak. Tim khusus itu menemukan indikasi kecurangan pada tax monitor atau alat perekam pajak. Dia menyebutkan, fungsi sidak bukan hanya sekadar uji kepatuhan, melainkan juga bagian dari terapi kejut yang diharapkan mampu memicu kesadaran. Para pelaku usaha yang terbukti melanggar akan segera mendapatkan kado lebih lanjut, yakni pemeriksaan lebih mendalam.
Sebelumnya, BPPD juga telah menggelar operasi serupa di beberapa restoran yang juga terindikasi melanggar aturan pajak. Akibatnya, sebuah stiker berwarna mencolok menjadi penanda bahwa objek tersebut sedang dalam pengawasan ketat. (Radar sidoarjo, Minggu 13 Agustus 2023)
Di dalam negara yang menerapkan sistem perekonomian kapitalis, pajak merupakan pos pendapatan utama. Sistem ekonomi kapitalis mengajarkan kepada kita kezhaliman yang tiada duanya. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah berlomba-lomba menarik pajak dari rakyatnya. Rakyat seperti sapi perahan.
Ada pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Bea Materai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Cukai, Bea Masuk, Pajak ekspor, Pajak Kendaraan Bermotor, pajak reklame, retribusi, dan sebagainya. Nyaris semua bidang usaha dan segala aktivitas dikenakan pajak, sampai-sampai orang yang mau pergi haji pun ongkos membayar hajinya dipajaki.
Selain itu, pajak mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, harga barang meningkat karena di dalam mata rantai proses produksi setiap tahapannya dikenakan pajak. Pajak adalah kezhaliman yang dibungkus dengan peraturan sehingga negara merasa berhak untuk mengambil harta yang sebenarnya bukan menjadi miliknya. Tidak mengherankan jika banyak orang menghindari pajak.
Islam telah melarang seluruh bentuk pungutan apapun nama dan alasannya. Pungutan yang diambil oleh negara dari rakyatnya harus memiliki landasan atau legislasi syar’i.
Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lainnya di antara kamu dengan jalan yang bathil.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 188)
Pungutan yang tidak ada dasar hukum Islamnya disebut dengan ghulul (kecurangan). Tindakan ghulul diharamkan berdasarkan firman Allah Swt:
“Barangsiapa berbuat ghulul (curang terhadap harta) maka pada hari kiamat ia akan datang membawa (harta) yang dicuranginya itu.” (TQS. Ali Imran [3]: 161)
Rasulullah saw memasukkan para pemungut pajak sebagai shahib al-maks, yaitu harta (pungutan/retribusi) yang diambil secara tidak syar’i. Pelakunya diganjar dengan siksaan yang pedih dan kehinaan.
“Tidak akan masuk surga orang-orang yang memungut maks (yakni harta pungutan/retirbusi yang tidak syar’i).”
Di dalam sistem perekonomian Islam, pungutan pajak seperti dalam sistem ekonomi kapitalis dan yang berlaku seperti saat ini tidak pernah ada. Islam tidak mengenal pajak, yang ada adalah dlaribah. Dlaribah adalah harta yang diwajibkan Allah SWT kepada kaum Muslim untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas mereka, pada saat kondisi di Baitul Mal tidak ada harta/uang. Jadi, dlaribah itu adalah pos pendapatan yang diperoleh dari kaum Muslim untuk pembiayaan-pembiayaan yang bertujuan untuk melayani kepentingan dan kemaslahatan masyarakat banyak, sementara di dalam Baitul Mal tidak ada harta. Artinya, pemasukan yang diperoleh dari harta-harta milik umum (kaum Muslim) yang dikelola oleh negara sudah habis.
Dlaribah bisa juga tidak pernah diterapkan selama puluhan atau bahkan ratusan tahun, karena negara Khilafah memiliki anggaran dari pos-pos pendapatan negara secara berlimpah. Dlaribah ditetapkan hanya sebatas kebutuhan pembiayaan untuk saat itu ketika kas negara kosong, jadi tidak digunakan sebagai stand by capital (dana cadangan untuk berjaga-jaga jika kas negara kosong).
Berdasarkan pemaparan singkat di atas, fungsi dan kedudukan dlaribah di dalam sistem ekonomi Islam adalah sebagai palang pintu terakhir yang menjaga keberlangsungan kehidupan masyarakat dan utuhnya negara. Bukan sebagai ujung tombak perekonomian, sebagaimana yang terjadi di negara-negara yang menjalankan sistem ekonomi kapitalis.
Wallahu’alam bi showab