Mobil Listrik ala Kapitalistik




Oleh : Nun Ashima
(Aktivis Muslimah)


Pemerintah akhirnya mengeluarkan keputusan skema kuota untuk impor mobil listrik Completely Build Up (CBU) berbasis baterai dengan fasilitas insentif. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut nantinya hal tersebut akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).

Sementara itu, Deputi Koordinator Bidang Transportasi dan Infrastruktur Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin mengatakan bahwa saat ini pihaknya tengah mendiskusikan agar impor EV dalam bentuk CBU bisa dibuka kuotanya untuk Indonesia agar bisa dibeli oleh masyarakat Indonesia. Sistem kuota dilakukan sebagai upaya membuka keran impor secukupnya.

Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan insentif yang diberikan berupa kemudahan yang diberikan, seperti relaksasi pajak PPN, penyesuaian Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), hingga relaksasi impor kendaraan Completely Built Up (CBU). Pemberian insentif akan diberikan hingga tahun 2026 mendatang, dengan tujuan menggaet investasi baru.

Secara terpisah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan insentif untuk mobil listrik yang diusulkan terkait pajak mobil CBU bakal di 0%.

Pemerintah akan memberi waktu dua tahun lagi bagi para produsen mobil untuk memenuhi persyaratan agar mereka dapat menikmati insentif kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di pasar mobil terbesar di Asia Tenggara. Gebrakan pemerintah tersebut berhasil memantik komitmen investasi dari sejumlah perusahaan, seperti Mitsubishi Motors dan produsen mobil listrik China Neta.

Berikut juga, pemerintah sedang mempertimbangkan insentif motor listrik. Rencananya, pemberian subsidi motor listrik ini bisa diberikan melalui skema 1 KTP berlaku untuk 1 motor listrik baru. Adapun jumlah subsidi masih sebesar Rp 7 juta per unit motor listrik.

Kebijakan ini menunjukkan betapa perhatian pemerintah terhadap orang kaya secara pribadi maupun pengusaha, lebih besar dibandingkan kepada rakyat kecil. Di sisi lain, pemerintah mengabaikan persoalan transportasi yang kompleks, mulai dari kepadatan / kemacetan, kebutuhan kendaraan jarak jauh dan polusi udara. Apalagi mobil listrik lebih banyak memberikan limbah B3 yang berbahaya bagi rakyat. Riset dan studi yang dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan potensi limbah yang perlu diwaspadai, tidak hanya baterai bekas pakai. Melainkan juga limbah dari proses produksi baterai, serta limbah dari proses daur ulang baterai yang mengandung logam berat dan bahan kimia berbahaya.

Baterai kendaraan listrik umumnya menggunakan baterai lithium ion (LIB), yang terdiri atas katoda, anoda, elektrolit, separator dan berbagai komponen lainnya.

Beberapa bahan yang digunakan dalam LIB dapat menimbulkan ancaman bagi ekosistem dan kesehatan manusia. Jika LIB bekas dibuang begitu saja dan ditimbun dalam jumlah besar, ini dapat menyebabkan infiltrasi logam berat beracun ke dalam air bawah tanah, yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Demikian pula jika LIB bekas dibakar sebagai limbah padat, hal tersebut akan menghasilkan sejumlah besar gas beracun, seperti hidrogen fluorida (HF) dari elektrolit di dalam LIB, yang dapat mencemari atmosfer.

Inilah aturan yang lahir dari manusia kapitalistik, yang terbukti memberatkan rakyat, menciptakan kesenjangan sosial dan hanya menguntungkan kelompok elite tertentu. Inilah yang sudah sejak lama dirasakan oleh rakyat Indonesia. Bahkan, kehidupan rakyat makin berat dari waktu ke waktu. Di sisi lain, pemerintah malah berencana memberikan subsidi untuk motor dan mobil listrik. Alasannya, untuk mengurangi beban subsidi BBM di APBN dan pelestarian lingkungan. Sudah pasti yang menikmati kebijakan ini nantinya adalah para produsen mobil dan motor listrik, bukan rakyat.

Satu-satunya solusi atas berbagai mafsadat yang sudah diciptakan berbagai ideologi buatan manusia adalah Islam. Islam dan syariatnya bukan saja punya kekuatan dan kemampuan menciptakan kesejahteraan untuk rakyat. Lebih dari itu, penerapan syariah Islam adalah bukti ketaatan seorang hamba kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya. Sebaliknya, mengabaikan syariah Islam adalah pembangkangan yang nyata kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya.

Dalam kebijakan transportasi pada masa peradaban Islam, pergerakan transportasi adalah hal yang sangat vital. Khilafah memiliki masterplan pembangunan, seperti sarana transportasi dibuat modern dan simpel. Politik pembangunan transportasi ditujukan untuk mempermudah dan memperlancar aktivitas perputaran orang dan barang, juga aktivitas-aktivitas ibadah.

Begitu juga dengan sistem ekonomi Islam terbukti menjamin keberkahan dan keadilan.
Dilihat dari pemenuhan kebutuhan akan transportasi yang terjangkau, murah, aman dan nyaman. Dan semua ini untuk menjamin kebutuhan rakyat.

Wallahu'alam bishshawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak