Merdeka yang Hakiki




Oleh: Zahrul Hayati


Negeri ini baru saja merayakan hari kemerdekaannya yang ke-78 tahun. Bersyukur kepada Allah Swt. atas nikmat ini patut dilakukan oleh setiap Muslim. Negeri ini telah merdeka dari penjajahan secara fisik atau militer.
Namun benarkah belum merdeka secara hakiki?.

Bersyukur atas kemerdekaan tentu bukan dengan sekedar memuji Allah Swt. secara lisan, tetapi dengan menggunakan nikmat kemerdekaan ini untuk mewujudkan ketaatan pada perintah dan larangan-Nya. Sayang, dengan bercermin pada perjalanan bangsa ini, kemerdekaan justru dimaknai dengan kebebasan, termasuk bebas dari aturan-aturan Allah Sang Pemberi nikmat. Bahkan muncul sejumlah tindakan untuk mendiskreditkan ajaran Islam.

Fenomena negeri kita tercinta saat ini begitu sangat memperihatinkan. Negeri zamrud katulistiwa ini dihampari dengan kekayaan alam yang sangat luar biasa. Namun semuanya dikelola oleh korporasi, asing dan aseng. Rakyat hampir tak bisa menikmatinya, apalagi untuk makmur sejahtera. Kita sibuk dengan lomba tarik tambang, sementara asing dan aseng sibuk menguras tambang kita. Jika kekayaan alam ini belum bisa dikuasai oleh negara, jangan teriak merdeka! Lebih baik diam dan berpikir, malu kita, malu!

Benarkah Kita Merdeka?

Jangan teriak merdeka kalau negara kita masih punya hutang riba yang jumlahnya ribuan triliun, kalau belum bisa melunasinya, malu kita. Jangan katakan merdeka kalau sumber daya alam kita masih dikuasai asing dan aseng, jangan katakan merdeka kalau ekonomi, politik, dan meliter masih diarahkan oleh asing, jangan katakan merdeka kalau keadilan semu alias palsu. 

-
Petaka Liberalisme 
-

Menurut kaum liberalis, kemerdekaan itu harus menjamin hak-hak asasi manusia berupa kebebasan beragama, berepresi, berpendapat, kebebasan kepemilikan dan kebebasan perilaku.

Di alam kemerdekaan rakyat harus dijamin bebas berpendapat sekalipun pendapatnya itu merusak dan berbahaya semisal usulan legalisasi ganja, atau pendidikan seks bagi anak dan remaja.

Negara yang  merdeka juga harus menjamin kebebasan kepemilikan, termasuk penguasaan sumber daya alam yang harus digunakan untuk kemakmuran rakyat. Berlakulah prinsip hukum rimba dalam bidang ekonomi: siapa yang kuat dia bertahan, yang lemah akan tersingkir. Di  Indonesia hari ini, 1persen orang kaya menguasai 50 persen aset nasional. Lewat kebebasan kepemilikan, segelintir orang juga menguasai lahan di tanah air. Almarhum Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif pernah mengatakan bahwa telah terjadi penguasaan tanah oleh konglomerat di Indonesia. Dia merinci 80 persen lahan dikuasai konglomerat domestik dan 13 persen dikuasai oleh konglomerat asing. Sebaliknya, tak kurang 74 persen masyarakat Indonesia tidak memiliki rumah. Sebanyak 32 persen menyewa  dan 42 persen menumpang.

Lagi-lagi persoalan kemiskinan tidak terentaskan. Inilah pepesan kosong kemerdekaan, sorak sorai bergembira ditengah kehidupan yang penuh dengan kesengsaraan.

Sejatinya Kita Belum Merdeka.

Hari ini banyak orang tidak menyadari bahwa penjajahan telah bertransformasi menuju gaya baru atau neokolonialisme/ neoimperialisme. Penjajah Barat tidak lagi menggunakan kekuatan fisik untuk mengeksploitasi kaum pribumi. Namun mereka mendoktrinkan ideologi mereka pada negara jajahan sambil merampok kekayaannya melalui tipu daya kerja sama, investasi, lewat para pemimpin boneka dan konstitusi yang mereka rancang.

Disadari atau tidak perayaan kemerdekaan negara bangsa di setiap negara Muslim, sejatinya adalah perayaan keberhasilan kafir penjajah meruntuhkan Khilafah Islam.

Negeri kita ini  tidak sedang baik-baik saja.
Sumber daya alam kita yang kaya raya yang sejatinya untuk kesejahteraan rakyat semua dikuasai oleh korporasi, asing dan aseng.

BBM naik, yang mengakibatkan  kebutuhan bahan pokok rakyat sehari-hari merangkak naik  dengan harga yang hampir tidak  terjangkau, pajak mencekik, belum lagi biaya kesehatan dan pendidikan mahal. Kemiskinan ekstrem  meningkat, stunting makin genting, dan  pengangguran makin meluas  dimana-mana, ekonomi nyungsep collaps.

-
Hikmah
-

Wahai Kaum Muslimin!

Sungguh negeri ini belum merdeka secara hakiki. Penghambaan kepada sesama manusia serta ketundukkan pada ideologi dan kepentingan asing masih terjadi. Kekayaan alam kita ini masih terus di eksploitasi oleh asing sebagai mana dulu mereka merampok rempah-rempah dari negeri kita ini dan memperbudak pribumi.

Jiwa umat belum merdeka, akibat budaya Hedonis yang diciptakan ideologi batil dari Barat, Kapitalisme. Kita terus dijauhkan dari ketaatan pada hukum-hukum  Allah Swt.  Barat terus mengobarkan Islamofobia hingga banyaknya umat ini membenci ajaran agamanya sendiri.   Hamba yang merdeka tidak lain adalah orang yang menghambakan dirinya hanya kepada Allah Swt. Pencipta manusia. Terbebas sama sekali dari penghambaan kepada sesama manusia.  

Karena itu marilah kita meraih kemerdekaan hakiki mengokohkan ketaatan kepada Allah, dengan melaksanakan semua hukum-hukumNya agar kita menjadi orang yang merdeka.
Wallahu a'lam bis showaab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak