Oleh Zaesa Salsabila
Aktivis Serdang Bedagai
Bulan kemerdekaan telah tiba, berbagai perayaan mulai dipersiapkan di setiap daerah tak terlepas Ibu kota. Toa mesjid setiap hari berkoar mengingatkan agar warga segera memasang bendera merah putih di halaman rumah masing-masing.
Menjelang peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus 2023, masyarakat mulai menggelar atau mempersiapkan berbagai perlombaan di lingkungan tempat tinggal masing-masing. Kegiatan itu sudah menjadi tradisi hampir di seluruh wilayah Indonesia. (Detikjabar, 08/8/2023)
Setiap tahun hal serupa terus terjadi, seolah negeri ini benar-benar telah merdeka dan bebas dari jeratan penjajah. Namun akal dan mata tak bisa dibohongi, penjajahan itu jelas masih terjadi di negeri ini. Penjajahan yang tidak terlihat keji, karena tidak menggunakan senjata, namun efek dari penjajahan gaya baru saat ini berhasil menewaskan banyak korban meski tanpa menumpahkan darah mereka.
Penjajahan tersebut adalah penjajah pemikiran, umat kini banyak dibodohi dengan berbagai pemikiran yang membuat mereka tidak bisa bangkit dan berfikir cemerlang. Dari sejak kecil para anak muda dirusak dengan berbagai ide-ide sesat yang menyilaukan mata, alhasil ketika dewasa mereka tidak mampu menjadi pemuda yang cerdas dan membawa perubahan. Masyarakat kita dipenuhi dengan hal-hal yang bersifat kesenangan semata. Bahkan penguasa negeri ini pun tak bisa membuka mata terhadap pembodohan yang dilakukan oleh para penjajah gaya baru tersebut.
Tak sadar kita dengan suka rela membiarkan asing mengeruk sumber daya alam yang ada di negeri ini. Negeri dengan SDA yang melimpah akhirnya gagal menjamin kesejahteraan rakyatnya sendiri. Ibarat tikus yang mati di dalam lumbung padi. Dengan mengatas namakan investasi, asing terus menancapkan taringnya di negeri kita tercinta.
Banyak rakyat yang mengeluh dan berusaha mengingatkan hal tersebut pada pemerintah, namun apa daya lisan mereka tak sampai karena dihadang dengan tembok-tembok yang tinggi, juga penegak hukum yang menghalangi rakyat menyampaikan inspirasi seolah mereka adalah musuh negara.
Maka biarkanlah jari-jemari ini yang terus menari memenuhi berbagai media online dan cetak yang ada di negeri ini, berharap suara hati rakyat akan sampai pada penguasa tertinggi.
Disudut kanan warga berteriak gas melon yang mulai langka, disudut kiri warga teriak kelaparan dan gizi buruk, disisi lain ada warga yang berteriak mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan, ada juga yang berteriak menjadi korban penipuan pinjaman online, bahkan banyak para sarjana yang terlantar mencari lapangan pekerjaan di negeri yang kaya ini.
Maka benarkah kita sudah merdeka?
Mengapa aku dipaksa berteriak merdeka, jika untuk mengatakan kebenaran saja bibir ini masih dibungkam. Bisakah mereka berteriak merdeka jika perut mereka kelaparan dan nyawa mereka masih terancam dari kejahatan yang senantiasa mengintai.
Benarkah negeri ini sudah merdeka, jika kita tidak bisa melepaskan diri dari jeratan investasi asing dan mengelola sumber daya alam kita sendiri. Rasanya aku malu harus mengatakan merdeka, sementara hawa nafsu masih menguasai manusia. Merdeka seharusnya bisa membuat manusia menjadikan Allah sebagai satu-satunya tuhan yang diagungkan. Maka tidak ada lagi yang menuhankan manusia apalagi menuhankan uang diatas segalanya.
Wallahu A'lam biashawab