Oleh : Tri Silvia
(Pemerhati Masyarakat)
Merdeka! Berbagai bentuk acara perayaan kemerdekaan masih bisa kita lihat hingga saat ini. Baik yang berupa lomba-lomba, gerak jalan, pawai, hingga panggung-panggung hiburan. Semua mereka lakukan guna merayakan kemerdekaan yang telah diproklamasikan 78 tahun yang lalu.
Sorak-sorai dan kebahagiaan begitu terasa di tengah-tengah masyarakat. Namun, apakah hal itu berbanding lurus dengan kehidupan masyarakat saat ini? Tidak. Pada nyatanya kegembiraan rakyat tahun ini lebih terlihat sebagai pengalihan dari rasa frustasi mereka dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Banyak kasus terjadi beberapa waktu ke belakang, yang tidak pernah menemukan solusi hingga detik ini. Salah satunya adalah kasus pengemudi Ojol yang meninggal akibat semrawut nya kabel optik di sekitar jalan yang ia lalui.
Namanya Vidam (38 tahun). Ia harus kehilangan nyawa akibat kesemrawutan kabel optik tersebut. Sebelumnya, yang bersangkutan dikabarkan mengalami kecelakaan lalu lintas di Jalan Brigjen Katamso, Palmerah, Jakarta Barat pada Jumat (28/7/2023). Disebutkan pula bahwa motor korban tersangkut kabel saat itu, yang akhirnya membuat korban terjatuh. (detikNews, 04/8/2023)
Tak banyak warga yang mengetahui kecelakaan yang menimpa korban, sebab terjadi pada malam hari. Namun berdasarkan penelusuran media, dikatakan bahwa masih terdapat bercak darah di tempat kejadian. Begitupun sisa kabel yang dipotong oleh pihak kepolisian, terlihat masuk ke got di wilayah itu. Selebihnya, di tempat tersebut tampak masih banyak deretan kabel optik yang menjuntai dari atas tiang listrik hingga hampir menyentuh jalanan. Tak hanya dari tiang listrik, kabel-kabel itupun menjalar dan melilit di batang pohon yang rindang. Sungguh penampakan yang benar-benar kacau balau dan semrawut.
Kecelakaan semacam ini tak hanya sekali, namun sudah kerap kali terjadi. Terakhir dan yang paling ramai diberitakan adalah kecelakaan yang menimpa seorang mahasiswa bernama Sultan Rifat Alfatih. Ia mengalami kecelakaan di Jalan Antasari Jakarta Selatan, pada Januari 2023. Ia mengalami kecelakaan setelah mobil SUV di depannya menerjang kabel optik yang menjuntai ke jalan raya. Kabel optik itu pun terseret mobil dan berbalik ke arah badan Sultan dan menjerat lehernya.
Akibat kecelakaan itu, tulang muda di kerongkongan Sultan putus, sehingga saluran makan dan pernapasannya menjadi rusak. Hingga saat ini, tenggorokan Sultan masih belum pulih, ia tidak bisa bicara. Untuk makan dan minum, ia bahkan harus melalui selang yang dipasang di hidung. Alhasil berat badan Sultan mengalami penurunan parah, dari 67 hingga 47 kg kini setelah mengalami kecelakaan.
Apa yang menimpa Sultan Rifat menjadi perhatian usai mahasiswa tersebut mengirimkan surat pada Presiden Joko Widodo serta Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. Meskipun PT Bali Towerindo Sentra Tbk selaku pemilik kabel optik di wilayah tersebut tidak mengakui kelalaiannya, bahkan cenderung menganggap bahwa apa yang menimpa Rifat murni kecelakaan biasa. Tetapi kini Rifat telah ditangani dan dirawat secara khusus di RS Polri Kramat Jati. (detik.com, 04/8/2023)q
Apa yang menimpa Rifat dan Vidam memang adalah sebuah kecelakaan, namun kecelakaan yang disebabkan oleh kelalaian manusia. Hal tersebut tentunya harus dipikirkan dan diproses dengan menyeluruh agar apa yang terjadi pada kedua korban tidak lagi menimpa orang lain. Hal ini pun harus dipandang secara serius karena penyebab kecelakaan pada faktanya berada di atas fasilitas umum, yang merupakan tanggung jawab negara. Negara wajib memperhatikan segala detail kejadiannya. Sungguh, kredibilitas negara pun sangat dipertaruhkan dalam hal ini.
Jangan sampai karena kejadian tersebut, negara dianggap lalai dalam menjamin keselamatan warganya. Dan jangan sampai juga menjadi titik tolak warga atas klaim Pemerintah atas pembangunan infrastruktur yang dilakukan. Bagaimana bisa Pemerintah menyantumkan klaim sehebat itu, padahal infrastruktur yang sudah ada saja justru tidak dirawat, bahkan hingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Lalu, hal teknis semacam apa yang harus Pemerintah lakukan agar kecelakaan semacam di atas tidak lagi terjadi?
Jalan raya merupakan salah satu dari sekian banyak infrastruktur negara yang disediakan untuk rakyatnya. Bahkan jika dibandingkan dengan infrastruktur lain, jalan raya menjadi infrastruktur yang paling penting. Sebab ia menjadi fasilitas umum ataupun sarana yang paling mudah diakses masyarakat. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika jalan raya dan segala fasilitas pendukung di sekitarnya menjadi prioritas negara.
Negara wajib menjamin keamanan masyarakat saat menggunakan infrastruktur tersebut, baik terkait dengan infrastruktur itu sendiri ataupun fasilitas-fasilitas lain yang ada di sekitarnya. Jangan sampai ada kesalahan yang akhirnya membuat kerugian di tengah-tengah masyarakat, apalagi jika sudah berhubungan dengan keselamatan dan keamanan. Dan saat semuanya itu benar-benar terjadi, maka negara menjadi pihak pertama yang akan tersalahkan juga bertanggungjawab untuk memperbaiki nya, serta menjamin bahwa hal yang semacam itu tidak akan terjadi lagi di kemudian hari.
Hal tersebut sejalan dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw, Khulafaur Rasyidin, serta Khalifah-khalifah setelahnya. Mereka senantiasa memperhatikan urusan jalan raya seserius mungkin. Bahkan di masa Umar bin Khattab Ra, ada ucapan beliau yang amat masyhur. Beliau mengatakan, “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Bagdad tentunya Umar akan dimintai pertanggungjawaban, dan ditanyai, 'Mengapa tidak meratakan jalan untuknya?' ”. Sungguh perkataan itu melukiskan sebegitu pentingnya pembangunan infrastruktur yang aman dan berkualitas kala itu. Yang mana keamanan dan kualitas tersebut bukan hanya ditujukan untuk manusia, melainkan juga hewan.
Artinya kala itu, keamanan jiwa manusia sudah begitu terjamin, sehingga tak lagi jadi persoalan yang sulit untuk diatasi. Jauh berbeda dengan sekarang, dimana jiwa manusia dihargai dengan sangat murah. Bahkan, upaya untuk mendapatkan keadilan atas kehilangannya menjadi hal yang sangat sulit untuk didapatkan.
Menyedihkan, dalam kasus kecelakaan lalu lintas sebab kabel optik yang seharusnya menjadi tanggungjawab negara justru dialihkan kepada pihak swasta. Yang jangankan untuk bertanggungjawab atas kecelakaan, untuk mengakui kesalahannya saja mereka tidak lakukan. Bahkan dengan mudahnya mereka justru melarikan diri, dengan dalih hal tersebut murni kecelakaan, bukan karena kelalaian mereka.
Yang lebih menggelitik lagi, mereka (dalam kasus Rifat) bahkan mengklaim bahwa jaringan kabel mereka dalam kondisi yang amat sangat baik dan sesuai dengan standar yang ditentukan. Dan mereka lantas menuduh adanya mobil dengan ketinggian lebih dari 5,5 meter melintas, membuat tiang melengkung dan kabel melandai. Hal tersebut mereka ungkap tanpa ada petunjuk mengenai mobil dimaksud dan bukti yang menunjukkan kejadian tersebut. Miris.
Hal-hal semacam itu tidak akan mungkin terjadi di masa kejayaan Islam. Negara akan menjaga dan mengatur sedemikian rupa segala jenis fasilitas umum ataupun infrastruktur yang dibutuhkan rakyat, dalam hal ini terutama jalan raya. Dan apapun yang sifatnya melintas, melintang ataupun yang tersebar di sekitar jalan raya, baik yang merupakan sarana milik negara ataupun lainnya, akan ditindaklanjuti serta diatur sedemikian rupa agar tidak mengganggu keamanan dan keselamatan para penggunanya.
Selain itu, negara pun tidak akan sembrono untuk menyerahkan pengelolaan sarana dan prasarana di sekitarnya pada swasta. Apalagi yang berhubungan dengan sarana telekomunikasi ataupun hal-hal yang berpotensi memiliki pengaruh pada sistem keamanan negara itu sendiri.
Dalam Islam, negara sangat memperhatikan keamanan dan kesehatan rakyatnya. Dua hal tersebut bahkan digolongkan sebagai kebutuhan dasar masyarakat yang wajib dipenuhi oleh negara dengan cuma-cuma. Tak ada istilah ribet apalagi mahal untuk mengurusi keadilan dan hukum bagi korban seperti saat ini, semua pelayanan akan didapatkan secara mudah dan cuma-cuma.
Islam sangat memperhatikan dan menjaga jiwa manusia. Islam sangat menghargainya, baik dia muslim ataupun bukan.
"... Barangsiapa yang membunuh manusia, bukan karena membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya..." (QS. Al-Maidah : 32)
Lebih-lebih jika korbannya adalah seorang muslim, maka Islam lebih tegas lagi
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya mukmin tanpa hak.” (HR. An-Nasai)
Adapun hukumannya bagi orang yang membunuh orang lainnya tanpa hak adalah hukuman qishas (hukuman mati). Sebagaimana yang disampaikan dalam quran surat Al-Baqarah ayat 178, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita..."
Hukuman yang sangat berat dan membuat orang jera. Mereka akan takut menghilangkan nyawa seseorang, baik secara sengaja atau tidak. Termasuk dalam hal ini Pemerintah, mereka akan sangat berhati-hati dengan keselamatan jiwa rakyatnya terutama ketika mereka sedang menggunakan fasilitas umum. Seorang Khalifah akan begitu teliti memastikan keamanan dan kenyamanan rakyatnya dalam menggunakan fasilitas umum, sebagaimana kisah Umar bin Khattab di atas. Baginya, memperbaiki kualitas jalan raya yang sudah ada jauh lebih baik daripada membangun jalan raya yang baru, yang belum tentu diperlukan oleh masyarakat.
Semua hal indah di atas sungguh akan kembali lagi. Dan jika masa tersebut sudah saatnya kembali, barulah mungkin kata-kata merdeka, akan menggema dari hati dan jiwa masyarakat seantero jagat. Sebab apa yang mereka teriakan sesuai dengan perasaan dan kenyataan. Merdeka yang berarti bebas dari segala penjajahan, bukan bebas dari segala peraturan. Terutama peraturan Sang-Khaliq, Allah SWT.
Wallahu A'lam bis Shawwab
Tags
Opini