Oleh : Teti Ummu Alif
(Pemerhati Masalah Umat)
Pembunuhan yang dilakukan oleh salah satu mahasiswa kampus ternama beberapa waktu lalu, menambah panjang daftar kejahatan pelajar atau mahasiswa di tanah air. Sebagaimana yang dilansir oleh Tirto.id pada 4/8/2023, seorang mahasiswa UI berinisial MNZ (19) ditemukan sudah tak bernyawa di dalam sebuah kamar indekos di kawasan Beji, Depok. Jenasah ditemukan di kolong tempat tidur dengan kondisi terbungkus plastik hitam dan terdapat sejumlah luka disekujur tubuhnya.
Dua hari kemudian pihak kepolisian mengungkap bahwa korban dihabisi oleh seniornya yang berinisial AAB (23). Polisi menyatakan bahwa pelaku tega mengakhiri hidup juniornya untuk melunasi utang pinjaman online alias pinjol setelah mengalami kerugian investasi kripto sebesar 80 juta rupiah. Berdasarkan informasi pelaku berusaha mencari pinjaman untuk menutupi kerugian tersebut. Alhasil pelaku terjerat pinjol sebesar 15 juta rupiah. Pelaku mengakui tidak ada masalah pribadi dengan korban. Satu-satunya motif pembunuhan ini adalah karena rasa putus asa dalam menghadapi utangnya. Tentu tak ada yang menyangka bahwa seorang mahasiswa yang dikenal pintar secara akademik dan aktif berorganisasi disalah satu perguruan tinggi bonafit menjadi tersangka kasus pembunuhan.
Sungguh miris out put pendidikan kita hari ini. Berbagai bentuk kejahatan yang dilakukan peserta didik tingkat sekolah hingga perguruan tinggi, sejatinya kian menujukkan bahwa ada yang salah dengan sistem pendidikan yang diterapkan di negeri ini. Pasalnya, pembunuhan oleh mahasiswa atau pelajar bukan sekadar anomali dalam pendidikan. Bareskrim Polri mengungkap data bahwa Januari sampai Oktober 2022, kepolisian menindak 472 terlapor terkait kasus pembunuhan dan kejahatan jiwa. Parahnya 4,2 persen dari jumlah terlapor teridentifikasi sebagai pelajar dan mahasiswa (pusiknas polri.go.id).
Tidak bisa dimungkiri bahwa sistem pendidikan saat ini hanya berorientasi kerja dan materi. Namun minim dari orientasi pembentukan kepribadian mulia peserta didik. Semua ini berakar dari asas pendidikan sekular yang memisahkan agama dari kehidupan. Akhirnya, generasi terpapar dengan pemahaman sekular yang melahirkan perilaku liberal. Generasi tidak dipahamkan bagaimana bersikap sesuai syariat dalam menyelesaikan persoalan hidupnya. Mereka sibuk mencari kepuasan materi dan segala hal yang mengikuti hawa nafsunya. Sebagaimana dengan kasus diatas, dimana tindakan kriminal dilatar belakangi masalah investasi kripto dan pinjaman online bernilai puluhan juta rupiah.
Dari sini tampak bahwa generasi begitu mendambakan hidup mewah dengan cara instan. Sehingga, mereka rela melakukan berbagai cara termasuk berutang riba demi mengikuti bisnis investasi digital yang transaksinya banyak mengandung keharaman. Sementara disaat yang sama negara abai terhadap kerusakan generasi. Generasi hanya dipandang sebagai objek eksploitasi yang diarahkan untuk menghasilkan pundi-pundi uang bagi negara. inilah dampak dari penerapan sistem pendidikan sekular kapitalis di negeri ini.
Sejatinya, generasi akan terselamatkan dari perilaku bobrok hanya dengan islam kaffah. Penerapan islam kaffah dalam bingkai negara terbukti mampu menghasilkan sebuah peradaban gemilang, generasi berkualitas dan berkepribadian islam didalamnya. Itulah negara Khilafah Islamiyah yang sudah terbukti mampu menjadi mercusuar dunia berabad lamanya. Salah sati rahasianya adalah penerapan sistem pendidikan islam yang berasaskan akidah islam. Sistem pendidikan ini akan memahamkan generasi tentang jati dirinya sebagai hamba Allah. Sehingga, mereka akan selalu berhati-hati dalam beramal. Mereka hanya akan beramal sesuai dengan syariat islam bukan yang lain.
Karena tujuan pendidikan islam adalah mendidik generasi berkepribadian islam yang handal dalam tsaqofah islam dan iptek. Mereka hanya akan menyibukkan diri dalam menghasilkan karya-karya terbaik demi membangun peradaban islam. Para peserta didik tidak akan disibukkan dengan kegiatan bisnis atau mencari uang. Sebab, negara menjamin pendidikan gratis bagi setiap warga negara dan menutup segala bentuk bisnis yang diharamkan islam. Warga mendapatkan fasilitas yang memadai untuk menempuh pendidikan. Bahkan, sangat memungkinkan negara memberikan santunan setiap bulannya. Seperti yang pernah terjadi pada masa Khalifah Al Ma'mun. Pada masa itu, para mahasiswa mendapat beasiswa berupa asrama, makan, minum, kertas, pena dan lampu serta uang 1 dinar perbulan. Jika harga 1 gram emas 934.000 rupiah maka para pelajar mendapatkan uang saku sebesar 4.000.000 rupiah per bulan. Luar biasa bukan? Wallahu a'lam.