LPG Langka, Rakyat Bisa Apa?



Penulis : Holilaturrosyidah, S. Pd 
(Ativis Dakwah Lubuklinggau)



Sudah dua pekan terakhir ini, terjadi kelangkaan gas  LPG 3 kg di beberapa tempat di Indonesia. Masyarakat bahkan rela mengantri dari pagi demi membeli gas bersubsidi itu. Bahkan tabung gas yang baru saja datang langsung ludes dalam hitungan menit.

Selain itu dibeberapa wilayah seperti masyarakat semakin dipersulit ketika hendak menukar tabung gas LPG 3 kg di toko pengecer. Hal tersebut lantaran penjual mewajibkan setiap pembeli untuk menyertakan fotokopi KTP dan KK.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan bahwa kelangkaan gas LPG ini terjadi karena peningkatan konsumsi. Untuk memperbaiki tata kelola distribusi LPG 3 kg, Pertamina tengah melakukan pendaftaran atau registrasi melalui KTP dan NIK supaya bisa dijadikan dasar data yang bisa dipertanggungjawabkan kepada pemerintah. Ia juga mengimbau agar masyarakat menggunakan LPG sesuai peruntukannya. Artinya, LPG 3 kg merupakan produk subsidi yang ditujukan khusus masyarakat yang kurang mampu. (cnnindonesia.com, 27/7/23)

Jika pembelian LPG dengan syarat KTP dan NIK ini benar-benar diterapkan artinya hanya masyarakat kurang mampu saja yang tertera di data tersebut yang boleh membeli gas subsidi tersebut. Alhasil masyarakat yang dinilai menengah ke atas tidak mendapatkannya. Kebijakan ini tentunya membuat masyarakat tidak menerima haknya sebagai warga negara. 

Seperti saat gas LPG menjadi barang langka. Sudahlah harganya mahal, barangnya tidak ada, sulit dicari dimanapun yang membuat akan menambah daftar kesulitan hidup di negeri ini. Kalaupun ada barang, tentu harganya meroket karena sudah jatuh ke tangan penjual kesekian kalinya. Apalagi di tengah kondisi kesulitan ekonomi saat ini yang tidak menentu, tidak menjamin masyarakat menengah selalu tercukupi kebutuhannya.

Jika kita telusuri cara kerja pemerintah dalam mengatur kebijakan memperlihatkan bahwa mereka hanya berperan sebagai regulator. Artinya pemerintah melakukan regulasi terhadap pengaturan pada pendistribusian LPG dan kebutuhan masyarakat lainnya. Selain itu juga mereka menjadi fasilitator dengan memfasilitasi negara asing untuk mengelola SDA minyak bumi dan gas. Akibatnya minyak bumi dan gas negara kita yang berlimpah ini dikuasai oleh pihak asing, sedangkan negara kita justru mengimpor bahan bakar dari luar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 
Kalaupun ada hanya sedikit sekali yang dihasilkan sehingga tidak akan mencukupi kebutuhan seluruh masyarakat negara.

Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa memang sistem yang diterapkan saat ini bukannya melindungi dan mensejahterakan masyarakat justru membuat masyarakat sengsara. Mereka hanya peduli dengan keuntungan yang mereka terima saja, semakin besar keuntungannya maka semakin baik. Tentunya yang merasakan kesengsaraan semua ini adalah masyarakatnya.  

Maka dari itu, sebagai muslim yang taat, sudah menjadi kewajiban agar saling mengingatkan. Termasuk masalah ini, jangan sampai kebijakan yang diputuskan itu menzalimi rakyat. Rakyat seharusnya membuat pemerintah sadar bahwa tugas mereka bukan sekadar regulator atau fasilitator. Akan tetapi, mereka memiliki tugas yang besar yaitu mengurusi seluruh urusan masyarakat. Artinya pemerintah tidak boleh membedakan rakyat miskin atau kaya. Semuanya dianggap sama. Semuanya perlu dijamin kebutuhannya, termasuk hak mendapatkan gas LPG ini.

Begitu pula terkait kebijakan pengelolaan SDA yang selama ini salah. Dengan menyerahkan mayoritas SDA minyak bumi dan gas pada asing, negara justru akan kesulitan menjalankan kewajibannya untuk menjamin kebutuhan masyarakat. Dengan pengaturan beli LPG Menggunakan fotokopi KTP dan KK, hanya solusi tambal sulam. Tidak akan menyelesaikan masalah sebenarnya. Justru hanya memperburuk keadaan. 

Dalam hadist diriwayatkan,
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Hadist di atas menunjukkan bahwa SDA (rumput, air, dan api) adalah harta milik umum. Haram diprivatisasi, apalagi membiarkan asing mengelolanya. Negara wajib mengelola sendiri dan hasilnya untuk kepentingan rakyat. Baik diserahkan berupa barang olahan ataupun berupa fasilitas lainnya.

Hal ini seperti gas, karena rakyat butuh gas untuk memenuhi kebutuhannya untuk memasak, maka negara memberikan hasil olahan gas (LPG) ke rakyat dengan gratis atau murah dan mudah. Tidak perlu menggunakan administrasi yang ribet untuk mendapatkan. Dan ini semua tentunya harus menjadi hak setiap warga negara, tanpa kecuali dan tanpa pandang bulu.
Hanya saja, prinsip kepengurusan rakyat di atas tidak akan berjalan selama sistem kapitalisme mencengkeram dan menguasai kita. Karena dalam kapitalisme yang utama adalah para kapitalisnya, dan yang memperoleh keuntungan besar hanya mereka saja. Bahkan mereka tak segan-segan untuk membiarkan kita hidup sengsara. 

Berbeda dengan Islam, yang menjadi prioritas adalah rakyatnya. Negara menjamin seluruh kebutuhan masyarakatnya terpenuhi dalam seluruh aspek. Baik dari aspek politik, sosial, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Maka dari itu, masyarakat perlu menyadarkan negara untuk mewujudkan atmosfer Islam agar setiap pengurusan umat dilandaskan berdasarkan aturan Islam.

Wallahu’alam Bishowab.

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak