Oleh: Yaurinda
Sudah dua pekan LPG 3 kg langka di beberapa wilayah diIndonesia, keberadaannya seolah menghilang begitu saja dipasaran. Masyarakat bahkan rela mengantri dari pagi demi membeli gas bersubsidi itu. Bahkan tabung gas yang baru saja datang langsung ludes dalam hitungan menit.
Selain itu, dibeberapa wilayah sepertinya masyarakat semakin dipersulit ketika hendak menukar tabung gas LPG 3 kg di toko pengecer. Hal tersebut lantaran penjual mewajibkan setiap pembeli untuk menyertakan fotokopi KTP dan KK.
Jika pembelian LPG dengan syarat KTP dan NIK ini benar-benar diterapkan artinya hanya masyarakat kurang mampu saja yang tertera di data tersebut yang boleh membeli gas subsidi. Lantas bagaimana nasib masyarakat yang dinilai menengah ke atas? Pasti tidak bisa mendapatkannya. Kebijakan ini tentunya membuat masyarakat tidak menerima haknya sebagai warga negara.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati buka-bukaan soal penyebab LPG 3 kg langka. Ia mengatakan kelangkaan terjadi karena peningkatan konsumsi. "Juli ini memang ada peningkatan konsumsi sebesar 2 persen sebagai dampak dari adanya libur panjang beberapa waktu lalu. Kami sedang melakukan recovery dari penyediaan distribusinya untuk mempercepat," ujarnya melalui keterangan resmi, (CnnIndonesia, 25/07/2023).
Pemakaian Liquefied Petroleum Gas (LPG) domestik diperkirakan semakin naik setiap tahunnya hingga mencapai 11,98 juta ton pada 2024, tapi produksi masih stagnan di 1,97 juta ton per tahun. Sehingga LPG harus diimport dan telah mencapai lebih dari 70% terhadap kebutuhan dalam negeri. Selain impor yang jumbo, subsidi untuk LPG juga sangat besar, per tahunnya mencapai Rp 70 triliun.
Selain peningkatan konsumsi, disinyalir LPG 3 Kg yang beredar di tengah masyarakat tidak tepat sasaran. Di tengah kelangkaan ini, pemerintah berupaya mengurangi subsidi yi menggelontorkan LPG non subv sidi. Artinya, biaya yang dikeluarkan rakyat untuk memenuhi kebutuhan akan semakin banyak. Karena kenaikan LPG tentu akan diikuti dengan melonjaknya harga kebutuhan hidup yang lainnya.
Ini hampir serupa dengan awal mula hilangnya minyak tanah di negara ini pada 2008 silam karena pengurangan subsidi minyak tanah. Kepanikan juga terjadi hingga solusi yang ditawarkan dengan mengganti minyak tanah ke gas elpiji. Nampaknya hal serupa akan terjadi. Dengan begitu rakyat kembali menanggung beban, dari sini sebenarnya kita dapat melihat apa sebenarnya tugas pemerintah?
Negara seharusnya menjamin dan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dengan baik tanpa dibayangi dengan kelangkaan dan mahalnya harga. Sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengakses kebutuhan pokok dan berbagai layanan publik lainnya. Namun hal ini wajar terjadi pada negara dengan sistem kapitalisme karena dalam sistem ini negara hanya berperan sebagai regulator penyampai keinginan sang pemilik modal.
Selain itu mereka juga menjadi fasilitator dengan memfasilitasi negara asing untuk mengelola SDA minyak bumi dan gas. Akibatnya minyak bumi dan gas negara kita yang berlimpah ini dikuasai oleh pihak asing, sedangkan negara kita justru mengimpor bahan bakar dari luar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Rakyat tidak menjadi prioritas utama dalam kewenangan negara. Alhasil, kebijakannya tidak pernah berpihak pada kepentingan rakyat. Di saat yang sama, asing justru mengeruk sumber daya alam, padahal potensi SDA dalam negeri sangat besar bahkan lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Di sektor pertambangan, Indonesia menjadi negeri penghasil gas bumi terbesar. Dengan itu semua, seharusnya rakyat dapat dengan mudah memenuhi kebutuhannya, Sayangnya, hal itu tidak mungkin terjadi karena hampir seluruh tambang migas di negeri ini dikelola swasta (asing).
Berbeda dengan Islam, negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah menjadikan penguasa sebagai pengurus urusan umat. Dalam Islam, sumber daya alam adalah harta milik umum yang wajib dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Negara tidak boleh menyerahkan pengaturan hajat publik seperti minyak bumi, gas alam, dan lainnya kepada individu atau swasta.
Dalam hadist diriwayatkan,
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Hadist di atas menunjukkan bahwa SDA (rumput, air, dan api) adalah harta milik umum. Haram diprivatisasi, apalagi membiarkan asing mengelolanya. Negara wajib mengelola sendiri dan hasilnya untuk kepentingan rakyat. Baik diserahkan berupa barang olahan ataupun berupa fasilitas lainnya. Ini menjadi salah satu pendapatan negara yang tersimpan di Baitulmal yang diperuntukkan untuk kepentingan umat.
Dalam kasus LPG 3 kg negara akan menyediakan dalam bentuk jadi yang akan didistribusikan ke masyarakat dengan harga terjangkau bahkan bisa gratis. Tidak perlu menggunakan administrasi yang ribet untuk mendapatkan. Dan ini semua tentunya harus menjadi hak setiap warga negara, tanpa kecuali dan tanpa pandang bulu baik muslim atau non muslim. Jika kebutuhan negara sudah terpenuhi negara boleh menjual kenegara lain jika ada keuntungan akan di masukkan ke baitulmal.
Hanya saja, prinsip kepengurusan rakyat di atas tidak akan berjalan selama sistem kapitalisme mencengkeram dan menguasai kita. Karena dalam kapitalisme yang utama adalah para kapitalisnya, dan yang memperoleh keuntungan besar hanya mereka saja. Bahkan mereka tak segan-segan untuk membiarkan kita hidup sengsara.
Berbeda dengan Islam, yang menjadi prioritas adalah rakyatnya. Negara menjamin seluruh kebutuhan masyarakatnya terpenuhi dalam seluruh aspek. Baik dari aspek politik, sosial, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Maka dari itu, masyarakat perlu menyadarkan negara untuk mewujudkan atmosfer Islam agar setiap pengurusan umat dilandaskan berdasarkan aturan Islam.
Ketiadaan Islam telah membuat kesengsaraan semakin menjadi, kesejahteraan menjadi barang mahal yang harus diperjuangkan oleh individu rakyat. Sudah saatnya kita menyadari bahwa bebagai persoalan yang dihadapi termasuk dengan kapitalisasi migas yang terjadi saat ini hanya akan menemui solusinya jika Islam diterapkan secara sempurna dalam kehidupan. Wallahu ‘alam.