Oleh : Nabila Sinatrya
Melansir dari liputan6.com (06/08/2023) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat usia remaja di Indonesia sudah pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Paling muda direntang umur 14 hingga 15 tahun tercatat sebanyak 20 persen sudah melakukan hubungan seksual, diikuti dengan usia 16 hingga 17 tahun sebesar 60 persen. Sedangkan di umur 19 sampai 20 tahun sebanyak 20 persen.
Peneliti Bimbingan Konseling Universitas Negeri Surabaya Erin Wahyuning Febriana mengungkapkan faktor penyebab remaja melakukan seks pranikah meliputi status berpacaran, rendahnya pengetahuan, terpapar pornografi, pengaruh teman sebaya, dan rendahnya pengawasan orang tua.
Pergaulan bebas yang berujung seks bebas ini bukanlah perkara baru, jika diamati persoalan ini malah semakin besar angkanya dan solusi yang ditawarkan tidak mampu menyelesaikan dengan tuntas.
Koordinator Pelembagaan Direktorat Bina Ketahanan Remaja Badan Kependudukan Keluarga Berencana (BKKBN) memiliki salah satu program seperti membentuk Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) sebagai wadah kegiatan yang dikelola dari, oleh, dan untuk remaja guna memberikan akses informasi, pelatihan, dan konseling tentang Perencanaan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja (PKBR). Namun hasilnya belum terlihat, bahkan malah semakin banyak.
Miris, makin muda usia pelaku seks bebas. Tanda kerusakan perilaku yang sangat parah, yang bersumber dari rusaknya asas kehidupan. Pendidikan seks dan reproduksi yang ditawarkan sebagai solusi, hanya akan menambah parah persoalan karena lahir dari paradigma Barat yang bertentangan dengan Islam.
Sekularisme yang melahirkan liberalisme (kebebasan) dijadikan sebagai standar perbuatan membuat pergaulan remaja semakin liar, karena agama dipisahkan dari kehidupan. Sehingga manusia merasa bebas untuk menentukan setiap perkataan sampai tingkah lakunya. Selain itu, kondisi masyarakat yang semakin individualis terkesan tidak lagi peduli dengan persoalan yang menimpa generasi. Konten-konten yang bermunculan di media sosial juga tidak disaring oleh negara, sehingga mudah sekali menemukan konten yang mengarah kepada perzinahan, tontonan menjadi tuntunan bagi mereka.
Berbeda dengan Islam yang menjadikan aqidah Islam sebagai landasan kehidupan, memancarkan tata aturan kehidupan yang terpancar darinya. Penerapan mabda Islam dalam kehidupan menjaga kemuliaan generasi dan peradaban. Hal ini jika Islam dijadikan sebagai rujukan atau standar kehidupan dalam seluruh bidangnya dalam satu institusi yaitu khilafah.
Khilafah akan mengoptimalkan upaya preventif dalam mengatasi pergaulan remaja seperti memfasilitasi rakyat utamanya pemuda agar mereka senantiasa memupuk keimanan dalam sebuah pembinaan. Sistem sosial Islam membuat kehidupan laki-laki dan perempuan terpisah kecuali dalam aspek jual beli dan kesehatan. Ketetapan untuk menutup aurat, memfilter konten sosial media, memberikan pendidikan untuk membentuk kepribadian Islam, dan sebagainya.
Celah kemaksiatan akan ditutup dari berbagai sisi, jikalau masih ada yang terbukti berzina maka langkah kuratif akan dilakukan yaitu menegakkan sanksi Islam. Di mana ini menjadi bentuk penjagaan negara kepada para remajanya.
Wallahu’Alam bishowab