Liberalisasi Lemahkan Generasi, Hanya Islam Yang Menjadi Solusi




Oleh: Japti Ardiani

Melihat data statistik, praktisi psikolog keluarga, Nuzulia Rahma Tristinarum, mengungkapkan bahwa kasus remaja yang telah melakukan hubungan seksual termasuk besar. Jumlah pelakunya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Nuzulia, banyak faktor yang membuat anak berani melakukan hubungan seksual di usia remaja, seperti remaja putri berusia 15 tahun yang tersangkut kasus hukum bersama kekasihnya (republika.co.id, 16 April 2023).


Pengetahuan yang kurang mengenai dampak seks bebas disinyalir menjadi salah satu penyebabnya. Selain itu, ada juga remaja yang melakukan seks bebas akibat masalah mental dalam hal ekonomi. Mereka ingin mendapatkan uang dengan instan. Faktor lainnya adalah kurang pengawasan dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Nuzulia menyebut ketidakharmonisan dalam keluarga juga turut andil yang membuat kasus remaja yang telah melakukan seksual menjadi tinggi. Dan masih banyak lagi kasus yang serupa melanda negeri ini.


Kasus seks di luar nikah ini, termasuk juga salah satu pemenuhan naluri untuk melanjutkan keturunan. Tetapi, cara pemenuhannya saja yang salah dan tidak pantas dilakukan para remaja. Bagaimana mereka tidak melakukan hal tersebut? Bagaimana kasus ini akan terselesaikan? Bagaimana pemuda bisa menjunjung tinggi martabatnya? Jika rangsangan-rangsangan naluri itu sekarang ada dimana-mana dan tidak bisa dihindari oleh anak muda. Gaya berpacaran yang kebablasan, pacaran dinormalisasi sampai-sampai kalau tidak pacaran dianggap aneh, ikhtilat atau bercampur baur antara laki-laki dan perempuan sudah biasa, khalwat atau berdua-duaan merajalela, dan masih banyak hal lainnya.


Padahal, Allah SWT. Berfirman pada QS Al-Isra' Ayat 32 yang artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." 


Tetapi, ayat ini seakan tak digubris oleh pemuda bahkan banyak yang menjadikan sepele. Padahal, mendekati zina adalah pintu dari zina itu sendiri dan pintu untuk merendahkan martabat pemuda. Jikalau terus seperti ini, tidak sedikit pemuda yang merasa tidak berguna dan hancur
masa depannya. Seperti putus sekolah karena hamil, menjadi pekerja seks, dan tinggal
menunggu waktu hancurnya moral generasi. Martabat pemuda, yang banyak potensi dan idenya sangat disayangkan ketika harus rusak. Mereka dibutakan oleh hawa nafsunya, tidak
tahu arah, dan dilepas oleh keluarga dan negara. Padahal, mereka adalah harapan bangsa. Nyatanya, sudah tergambar rusaknya pergaulan di tengah pemuda. 


Jika diamati,  kondisi kerusakan generasi saat ini tidak lepas dari pengaruh paham liberalisme dari barat yang merupakan skenario global untuk menyuburkan kerusakan mental dan menyesatkan generasi Islam. Liberalisasi mengajarkan kepada generasi muda untuk bebas berbuat tanpa mempertimbangkan aturan agama. Sehingga tidak heran generasi muda saat ini dengan bebas bisa mengambil gambar, mengirim gambar, menyebarkan vidio apapun dengan mudah lewat dunia digital. Kondisi kerusakan generasi muda saat ini tentu harus menjadi perhatian yang serius bagi kita semua, baik orang tua, masyarakat maupun negara. Tentu kita tidak rela jika suatu saat nanti kita akan dipimpin oleh generasi yang rusak secara akhlak.


Akan tetapi karena negara sedang menerapkan sistem pendidikan sekuler, akhirnya terjadi pemisahan dalam dunia pendidikan. Pendidikan agama hanya melalui jalur Madrasah atau Kementerian Agama sedangkan pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah dan sekolah kejuruan yang di kelola langsung oleh Departemen Pendidikan.
 

Hal tersebut  seperti menjelaskan ke publik bahwa pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak ada hubungannya dengan agama. Agama yang seharusnya diajarkan untuk pembentukan karakter akhlak dan budi pekerti tidak tergarap dengan serius. Agama hanya ditempatkan sekadarnya saja dalam satu aspek, bukan menjadi landasan seluruh aspek kehidupan. Ya, karena dalam kapitalis sekuler, agama adalah urusan individu dengan Tuhannya dan tidak ada sangkut-pautnya dengan negara.


Semua ini sangat jauh sekali dengan pendidikan yang diajarkan dalam Sistem Islam. Dalam sistem pendidikan Islam, dimana asasnya adalah asas Islam. Dimana salah satu
tujuan pendidikannya adalah untuk mencetak generasi yang memiliki syakhsiyah atau
kepribadian Islam. Hal ini berbeda dengan sistem pendidikan sekarang, dimana kepribadian
murid tidak dilandaskan dengan Islam. Generasi yang berkepribadian Islam tidak akan mudah
untuk melanggar perintah Allah dan berlomba-lomba untuk menjadi pribadi yang taat kepada
Allah. Mereka juga tetap belajar ilmu dunia, tetapi ilmunya tidak direndahkan hanya untuk
mendapat pekerjaan saja, tetapi untuk kemaslahatan ummat.


Terbukti saat sistem Islam
dahulu pernah dijadikan sistem hidup manusia, lahirlah ilmuwan-ilmuwan muslim yang hebat
dalam ilmu sains dan juga tidak luput menguasai ilmu qur'an, hadist, fiqih, dan yang lainnya. Tentunya, sistem-sistem dalam Islam ini tidak dapat berdiri sendiri, dan harus ditopang oleh negara yang berasaskan Islam.
Kenapa harus negara berasas Islam? Karena, kita hanya bisa taat secara totalitas ketika
Islam dijadikan aturan hidup. Nabi Muhammad SAW. tidak akan berlelah-lelah
mendakwahkan Islam, jikalau Islam hanya dijadikan agama ritual saja.


Tetapi, Islam ini
adalah agama rahmatan lil'alamin atau rahmat bagi seluruh alam. Indahnya Islam akan
dirasakan tidak hanya untuk kaum muslim saja, tetapi seluruh makhluk hidup. Islam adalah
cahaya bagi bumi ini. Hanya Allah yang tau baik buruknya manusia, begitu juga hanya Allah
yang pantas untuk mengatur hidup manusia. Demikianlah aturan dalam Islam yang begitu sempurna. Sudah selayaknya kita kembali pada aturan Islam, demi meraih kemuliaan, baik di dunia maupun di akhirat. Wallahua'lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak