Legitnya Korupsi di Lahan Desa



Oleh : Kai Zen


Korupsi di Karangpucung
Buntut kasus korupsi yang menyeret Kepala Desa non Aktif Desa Karangpucung, Kecamatan Karangpucung, DHU (43), polisi periksa 49 saksi serta melibatkan tiga orang saksi ahli.
Awalnya, DHU menggelapkan uang sewa ruko yang dibangun di atas tanah milik Pemerintah Desa Karangpucung dengan total hingga Rp 2,4 miliar. Semestinya uang tersebut disetorkan ke kas Desa. Namun digunakan secara pribadi oleh tersangka.

"Yang utama kita hadirkan tiga saksi ahli yaitu ahli auditor forensik, ahli keuangan, dan ahli hukum pidana, karena tersangka berdalih perbuatannya tidak menyalahi undang-undang," kata Kasatreskrim Polresta Cilacap, Kompol Guntar Arif S, Senin (31 Juli 2023).
Selain itu, Pihak Kepolisian memeriksa 49 saksi yang terdiri dari 23 para penyewa ruko, enam Perangkat Desa setempat, sembilan orang panitia pembangunan Ruko, dan delapan saksi dari Pemkab Cilacap.

Nalar dalam Berkorupsi

Korupsi belakangan ini menjadi hal yang nampak umum dilakukan oleh orang yang memiliki jabatan dan kekuasaan. Ada banyak alasan mengapa terjadinya korupsi. Naun dari berbagai alasan yang telah diulas oleh banyak ahli di berbagai media, alasan yang paling menarik adalah karena adanya kesempatan. Memang benar tindak kejahatan ini sangat mungkin terjadi karena adanya kesempatan, sistem pemilihan melalui proses demokrasi yang berbiaya mahal untuk melakukan kampanye.

Butuh modal yang sangat besar bagi seorang politisi untuk mengembangkan elektabilitasnya agar dipilih menjadi wakil rakyat nantinya. Sehingga, ketika terpilih dan duduk di singgasana Istana maka yang pertama kali terpikirkan adalah tentang cara mengembalikan jumlah modal yang sudah dikeluarkan yang menjadikannya ‘terpilih’. Sebab gaji dan tunjangan dari Negara yang diberikan perbulan tentu tak mampu mengembalikan modal awal dala sekali periode maka perlu cara lain untuk menyelesaikan modal awal tadi. Korupsi adalah jalan instan yang mampu menyelesaikan persoalan modal tadi.

Wajar saja ketika seseorang berkuasa maka cenderung menggunakan segala cara untuk memperkaya diri. Walaupun sudah balik modal maka banyak yang tidak ragu jika sisa keuntungannya digunakan untuk kepentingan pribadi. Sebab sekarang pun KPK telah melemah, terbukti dengan terjadinya praktek pungli di rutan KPK yang ternyata telah terjadi sepanjang Desember 2021 hingga Maret 2022. Hukuman bagi koruptor juga cenderung lunak seperti yang terjadi di Sukamiskin. Tentu hal yang mudah saja dilalui bagi Koruptor, apalagi kini sepulang dari tahanan Napi Koruptor diperkenankan untuk mencalonkan kembali.

Pelaksanaan sistem eleksi dala demokrasi yang berbiaya mahal juga didukung dari semakin jauhnya aturan Agama dari kehidupan. Banyak terjadi kasus korupsi karena seseorang tidak memikirkan konsekuensi memakan hak oranglain di hari kemudian (Akhirat). Hal ini semakin menyuburkan lahan korupsi di negeri ini, sebab Pejabat tidak lagi takut memakan hak rakyatnya meski telah bersumpah di atas kitab suci untuk menjalankan amanah demi keseimbangan kesejahteraan di Bumi Pertiwi. Sebab ancaman-ancaman Allah tidak terlihat secara nyata dan batinnya terlanjur dibutakan oleh nafsu untuk berkuasa.

Jika Agama masih tidak dianggap dalam berpolitik maka Korupsi, kolusi dan nepotisme akan terus mewarnai pemberitaan di berbagai media. Sebab Korupsi bukan sama sekali ciri dari warga Negara yang berketuhanan Yang Maha Esa, Apalagi berlandaskan pada iman dan taqwa. 

Negeri Bebas Korupsi

Mekanisme Islam  dalam memberantas korupsi adalah mengandalkan integralitas peran negara, masyarakat, dan individu. Untuk mencegah maka sejak awal individu yang bernaung dala sistem islam dipastikan mental dan kepribadian Islamnya melalui kurikulum pendidikan yang berbasis aqidah serta proses pendidikan nya difasilitasi oleh Negara. Sistem yang baik akan melahirkan individu yang baik. Berbeda ketika pendidikan menggunakan kurikulum yang membatasi agama dari kehidupan (sekuler) sekuler menghasilkan pemimpin tidak ragu dosa dengan memakan hak sakyatnya , dan menghianati amanat kepemimpinannya.

Sistem demokrasi yang biaya kampanye begitu mahal terutama jika mendekati waktu pemilihan maka banyak sekali ‘serangan fajar’ yang di dalamnya bergelimang rupiah. Meski konon menghindari black campaign nyatanya hal itu terus terjadi hingga kini. Ini juga turut menjadi pupuk penyubur  korupsi, sedangkan Islam akan membina setiap individu dengan totalitas ketakwaan. Dengan keimanan tersebut, ia akan terhindar dari perbuatan maksiat dan dosa.

Kedua, pembiasaan amar makruf nahi mungkar. Amar Ma’ruf nahi Mungkar merupakan konsep Social of Control yang mampu menjadikan masyarakat sebagai penjaga sekaligus pengawas terterapkannya syariat. Jika ada anggota masyarakat yang terindikasi berbuat kriminal atau korupsi, mereka dengan mudah bisa melaporkannya pada pihak berwenang. 

Tradisi saling mengingatkan dan berbuat kebaikan semaca ini akan tercipta jika dibersamai oleh aturan yang tepat, yakni yang berasal dari  hukum Islam. Individu yang senantiasa berhati-hati dala berperilaku sebab berlandaskan pada ketaqwaan serta adanya masyarakat yang terus mengajak pada kebaikan atau  berdakwah akan menjadi kebiasaan yang terbangun yang mampu mendukung negara dalam melaksanakan hukum Islam.

Ketiga, negara meregulasi sistem sanksi Islam yang selain memberi jera bagi pelaku juga mencegah individu lain untuk menyelewengkan kekuasaanya untuk melakukan korupsi. Dalam demokrasi, lembaga pemerintahan sangat rentan korupsi karena selain biaya kampanye yang mahal juga disebabkan oleh pemisahan agama dari kehidupan yang kian jauh sehingga seseorang tidak takut mengambil hak oranglain. Sanksi berupa pidana penjara maupun denda bisa dibeli bergantung pada besaran suap yang diterima. Sedangkan Islam merupakan lembaga yang bertugas memeriksa dan mengawasi kekayaan para pejabat, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan.

Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Al-Amwal fi Daulah Khilafah menyebutkan, untuk mengetahui apakah pejabat dalam instansi pemerintahan itu melakukan kecurangan atau tidak, akan ada pengawasan ketat dari Badan Pengawasan/Pemeriksa Keuangan. Tidak akan ada jual beli hukum. Seluruh lembaga dan perangkat hukumnya hanya menggunakan hukum Islam sebagai perundang-undangan negara. Ketika hukum yang dipakai adalah aturan Allah, celah untuk mempermainkan hukum pun mustahil terjadi.

Sebagai contoh, pasal pembuktian terbalik dalam hukum Islam, sebenarnya sederhana, yakni tinggal hitung kekayaan pejabat sebelum dan setelah menjabat. Jika terdapat kelebihan harta yang tidak wajar, si pejabat harus membuktikan dari mana harta itu didapat. Jika tidak bisa membuktikan, inilah yang disebut korupsi.

Sistem sanksi Islam ini memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penebus dosa dan efek jera. Untuk kasus korupsi, sanksi yang berlaku adalah takzir, yakni sanksi yang khalifah berwenang untuk menetapkannya. Takzir bisa berupa hukuman penjara, pengasingan, diarak dengan disaksikan seluruh rakyat, hingga hukuman mati, tergantung level perbuatan korupsi serta kerugian yang ia timbulkan.

Peraturan yang jelas, tegas dan tidak tebang pilih tentu akan menjadikan keadilan itu berada pada tempatnya. Ini akan menjadikan keseimbangan hak dan kewajiban memungkinkan untuk terwujud. Jika telah terjadi pemerataan hak, maka kesejahteraan akan menjadi milik semua. Ketika kesejahteraan telah ada dalam suatu Negara yang merdeka tentu kejahatan akan berkurang dengan sendirinya termasuk kejahatan korupsi. 
Wallahu A'lam Bish Showab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak