Kurikulum Merdeka dalam Pandangan Islam




Oleh: Marina, S.Pd. 
( Aktivis Muslimah Lubuklinggau)



Guru dan kepala sekolah SMA, SMK negeri maupun swasta mengikuti diskusi panel dengan tema Merdeka Belajar untuk Membangun Insan Cerdas Sumsel 2024.
Kegiatan ini terlaksana atas kerjasama Tribunsumsel, Universitas Terbuka (UT) Palembang dan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan. Kegiatan ini dilaksanakan di Aula SMAN 3 Martapura (Tribunnews, 9/08/23).

Sebenarnya merdeka belajar itu tidak hanya dilakukan di sekolah menengah pertama maupun sekolah menengah atas saja. Namun di universitas juga menerapkan kurikulum Merdeka Belajar juga.
Kemandirian sekolah dalam melakukan kegiatan belajar untuk para siswa-siswi sesuai dengan visi-misi sekolah.

Pada kondisi saat ini banyak sekali kasus kerusakan moralitas pelajar, yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana kualitas sistem pendidikan kita yang dapat mencetak generasi terbaik. Kerusakan generasi memang merupakan permasalahan sistemik yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Namun, salah satunya adalah koreksi sistem pendidikan di negeri ini.

Kurikulum di negara Indonesia sering berubah-ubah. Terbaru adalah kurikulum merdeka belajar. Menurut Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), kurikulum merdeka dinilai memiliki beberapa keunggulan, yakni ; (1) Lebih sederhana dan mendalam maksudnya lebih berfokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik pada fasenya. Proses pembelajarannya pun diharapkan menjadi lebih mendalam, bermakna, tidak terburu-buru, serta menyenangkan ; (2) Lebih merdeka yaitu  peserta didik memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasinya. Adapun guru diharapkan mengajar sesuai tahap capaian dan perkembangan peserta didik ; (3)Relevan dan Interaktif.lebih merdeka, relevan, serta interaktif berarti pembelajaran melalui kegiatan proyek memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan karakter.

Selain itu kurikulum merdeka memberikan kebebasan bagi guru untuk menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Metode pembelajarannya mengacu pada bakat dan minat. Sungguh amat jauh dari kebutuhan pembangunan karakter generasi. Kurikulum Merdeka dibangun bukan berdasarkan asas akidah Islam. Kurikulum ini sarat akan aroma kapitalistik yang mengedepankan manfaat materi, sehingga output pendidikan yang dihasilkan adalah generasi materi (uang). Terlebih, kebebasan yang memberikan fleksibilitas bagi guru dalam menentukan metode pembelajaran sendiri juga berpeluang memunculkan masalah. Guru harus mampu mengikuti perkembangan belajar siswanya.

Inilah tantangan pendidikan saat ini. Di dalam kehidupan sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, sangat sulit mewujudkan karakter generasi berkepribadian Islam. Kualitas SDM yang dihasilkan dari pendidikan saat ini adalah mereka siap kerja dan bersaing di dunia industri, mencetak manusia pekerja bukan pengubah. Mereka dicetak sebagai orang-orang yang dibutuhkan perusahaan besar saja. Lalu, bagaimana mungkin bisa menciptakan generasi bermoral jika penyusunan kurikulumnya bercorak kapitalis sekuler.

Sebelum murid, guru harus lebih dulu memiliki kepribadian islam dan akhlak yang baik. Guru adalah panutan murid-muridnya. Maka, guru seharusnya dapat membimbing anak murid untuk menjadi tauladan bukan sekadar menyampaikan ilmu. Setiap individu dibekali dengan akidah (iman) dan Islam, sehingga mereka mempunyai dasar dalam melakukan aktifitas. Setiap aktifitas yang dilakukan akan sejalan dengan hukum halal dan haram.

Didalam Islam selain mencetak generasi yang unggul dan sehat, baik secara jasmani dan rohani dalam ilmu pengetahuan dan teknologi , diutamakan juga mencetak generasi yang berkepribadian Islam. Maka untuk mencetak generasi yang berkepribadian islam dibutuhkan peran negara dalam  menerapkan  hukum islam secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan, terkhusus sistem pendidikannya juga harus berbasis Islam guna mendukung lahirnya generasi yang gemilang.

Tidak hanya sebagai regulator sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalis saat ini,
negara juga berperan sebagai pengelola langsung sekaligus penyedia pelayanan pendidikan. Negara bertanggung jawab penuh, baik dalam memberikan anggaran yang sesuai kebutuhan, menyediakan guru-guru berkualitas, serta menyediakan sarana prasarana tanpa bergantung pada pihak swasta. Dengan begitu dunia pendidikan tidak mudah disetir atau dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan tertentu.

Wallahu a'lam bish-shawwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak