Kisruh PPDB, Bagaimana Nasib Anak Didik?




Oleh: Yaurinda

Tahun ajaran baru menjadi masalah tersendiri bagi peserta didik, wali murid, guru, juga instansi yang menyelenggarakan pendidikan. Mulai dari ketersediaan fasilitas, harga pendidikan yang tergolong mahal, kurikulum yang selalu berubah dan lain sebagainya. Hal ini juga terjadi dalam PPDB lewat jalur zonasi. Penerimaan peserta didik baru (PPDB) zonasi tahun ini dinilai telah merisaukan banyak pihak. Ternyata jumlah sekolah negeri tidak sebanding dengan jumlah calon peserta didik baru. Akibatnya, sejumlah calon siswa harus merelakan dirinya bersekolah di sekolah swasta dengan harga yang relatif tinggi. Kondisi ini menjadi ancaman bagi warga yang kurang mampu untuk putus sekolah. Berbagai upaya dilakukan agar calon siswa bisa diterima di sekolah favorit melalui jalur zonasi. Seperti yang terjadi di SMAN 1 kota Bogor Jawa Barat, dari 161 siswa yang diterima melalui jalur zonasi, hanya 4 siswa yang berasal dari sekitar sekolah. Sisanya berasal dari wilayah yang jauh dengan menggunakan jalur menumpang kartu keluarga (KK) (beritasatu.com, 13/7/23). 


Berbeda halnya dengan yang terjadi di Karawang. Seorang warga Kecamatan Karawang Timur mengungkapkan adanya kegiatan transaksional saat PPDB SMP jalur zonasi. Dugaan kecurangan PPDB 2023 ini melalui praktik jual beli kursi. Dirinya mengaku harus mengeluarkan uang sebesar Rp3 juta agar anaknya dapat diterima di SMP Negeri di wilayah Karawang Barat. Selain di Karawang, indikasi jual beli kursi pun diduga terjadi di Bengkulu dalam proses PPDB 2023. Menurut Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), dugaan kecurangan ini dilakukan oleh sejumlah guru.


Pendidikan sangatlah penting dalam menunjang pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk kemajuan bangsa. Maka, pendidikan menjadi kebutuhan utama masyarakat, seluruh warga berhak mendapatkan pendidikan murah dan berkualitas. Oleh sebab itu, negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pelayanan kepada seluruh warga tanpa memandang kelas ekonomi. Wakil ketua komisi 10 DPR Dede Yusuf mengatakan, bahwasannya sistem zonasi dan PPDB seharusnya dapat menghilangkan label sekolah favorit. Namun kasus pemalsu KK dan surat administrasi yang terjadi di beberapa daerah membuktikan bahwa PPDB belum berhasil melakukan pemeriksaan dengan menghilangkan label sekolah favorit. Realitas kecurangan dalam sistem PPDB khususnya sistem zonasi ini sejatinya menunjukkan belum terwujudnya pemerataan kualitas pendidikan di negeri ini. 


Belum lagi biaya pendidikan yang mahal di sekolah swasta, membuat sebagian besar orang tua saling berebut kursi untuk memasukkan anaknya di sekolah negeri. Karena jumlah sekolah negeri masih lebih sedikit dibandingkan jumlah anak usia pelajar dari sistem zonasi. Sesungguhnya sistem zonasi di adakan dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan namun sepertinya masih banyak yang harus di perbaiki. 


Polemik PPDB yang senantiasa terjadi, sejatinya  tidak lepas dari tata kelola pendidikan yang masih berada di bawah sistem pendidikan sekuler kapitalis. Sistem pendidikan sekuler kapitalis telah menempatkan negara sebagai regulator bukan pengurus urusan rakyat. Sistem ini mempercayakan liberalisasi dalam segala aspek kehidupan termasuk pendidikan. Maka wajar jika pendidikan menjadi legal untuk dikomersialkan. 


Pihak swasta diberi kesempatan untuk terlibat aktif dalam dunia pendidikan. Bahkan pemerintah memandang karena negara belum mampu memberi fasilitas maka swasta berhak untuk membantu dalam segala bidang tak luput dalam masalah pendidikan. Pendidikan dalam sistem kapitalisme merupakan alat mendapat keuntungan. Sementara pada saat yang sama negara berlepas tangan dari tanggung jawabnya menyediakan dan memfasilitasi pendidikan warga negaranya. 


Ini jelas sangat berbeda dengan sistem Islam, kepala negara atau khalifah adalah pihak yang memiliki tanggung jawab penuh dalam menyelenggarakan pendidikan. Hal ini karena Islam telah menempatkan negara sebagai penanggung jawab pengurusan seluruh urusan umat. Sebagaimana dalam hadist dinyatakan, "Seorang imam atau khalifah atau kepala negara adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya."(HR. Al-Bukhari) 


Dengan peran utama ini, negara bertanggung jawab untuk memberikan sarana dan prasarana. Baik untuk sekolah beserta seluruh kelengkapannya maupun guru kompeten dan kurikulum sekolahnya. Pendidikan dalam Islam merupakan pilar pertama untuk membangun sebuah negara karena anak didik akan melanjutkan perjuangan pengembangan bidang ilmu. Maka sangat penting bagi negara menyiapkan secara baik dan berkualitas juga harga yang murah bahkan gratis.


Khalifah sebagai penanggung jawab negara tidak boleh menyerahkan urusannya kepada swasta. Namun tetap swasta diberi kesempatan untuk hadir memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan. Begitu juga keberadaan pihak swasta tidak sampai mengambil alih tanggung jawab negara dalam memenuhi kebutuhan pendidikan rakyatnya.


Mengenai pembiayaan, negara mengaturnya secara terpusat. Seluruh pembiayaan pendidikan berasal dari Baitul mal, yakni dari pos kepemilikan umum yang dikelola negara. Dengan mekanisme ini, negara akan mampu memenuhi seluruh kebutuhan pendidikan rakyatnya. Sehingga pendidikan Islam akan terwujud baik secara kualitas maupun kuantitas. Keberlangsungan pendidikan akan baik dan bisa digunakan untuk membangun peradaban yang gemilang dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan rakyat.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak