Oleh : Ummu Aqeela
Menjelang 78 tahun Indonesia merdeka, sebanyak enam warga di Kabupaten Puncak, Papua Tengah meninggal akibat kekurangan makanan. Kekeringan dan cuaca ekstrem menghancurkan bahan pangan mereka. Kabar yang sangat menyedihkan ini menyentak semua pihak. Lebih parah lagi, ini bukan kejadian pertama.
Bencana kekeringan melanda Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi, Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Sebanyak enam warga dilaporkan meninggal imbas cuaca ekstrem yang melanda wilayah tersebut. Bupati Puncak Willem Wandik menjelaskan bencana kekeringan di dua distrik itu terjadi sejak Mei 2023. Willem mengatakan fenomena tahunan ini membuat situasi di wilayah turut diterjang cuaca dingin ekstrem.
"Iya ada dua distrik yang terdampak cuaca ekstrem dan ini menjadi cuaca tahunan," kata Willem Wandik dalam keterangannya yang diterima detikcom, Jumat (21/7/2023).
Willem mengatakan bencana kekeringan membuat warga terancam kelaparan. Pertanian dan perkebunan warga terdampak karena tanaman menjadi rusak.
"Karena semua makanan, sayur-sayuran semua kena oleh embun es salju itu," jelasnya.
Bak sebuah pribahasa "ayam mati di lumbung padi". Begitulah pribahasa yang menggambarkan kehidupan manusia di Papua. Dikenal tapi tidak dipedulikan. Diambil emasnya tapi ditinggalkan hancur pada lingkungan kehidupan. Yang tersisa hanya kerusakan dan kesusahan. Berita tentang Papua hanya berkisar tentang gunung emas yang dikeruk tiada henti dan euforia politik. Selebihnya promo wisata tentang tanah-tanah surga yang mempesona.
Rasa hormat dan salut pantas diberikan kepada orang-orang yang mendedikasikan hidupnya di tanah Papua. Mereka jJauh dari keluarga, fasilitas dan ketenaran. Hanya ada satu rasa yakni keikhlasan untuk mengabdi. Sayangnya, pengabdian ini minim perlindungan dan dukungan.
Kisah para dokter yang meninggal, guru yang hidupnya sangat memprihatinkan, dan TNI yang berjuang menjaga perbatasan dan keamanan. Tanyalah para Dai yang tak mengenal publikasi mengajarkan Islam di tanah Papua! Mereka manusia berhati emas yang dipilih untuk mengabdi di tanah emas walau lelah mereka tak dihargai layaknya logam emas.
Mengapa tak pernah ada solusi untuk kehidupan layak bagi manusia-manusia di Papua? Di sana, seakan manusia tak dianggap. Kehidupan di sana tak selalu jadi prioritas bagi Jakarta. Raja-raja daerah sibuk mengamankan kenyamanan diri sendiri dan keluarga. Sehingga, jangan heran kalau sering muncul gejolak di tanah bergelimang emas ini.
Gejolak ini di kemudian hari bisa menjadi bom waktu ketika rasa lapar sudah di puncak rasa. Lalu, siapa yang beruntung atas gejolak ini? Orang di luar rumah atau orang asinglah yang sedang menunggu untuk merampok semua emas yang berada di bawah tanah rumah/Indonesia. Kita sebut orang Papua saudara tapi perilaku dari ibukota tak benar-benar hadir sebuah kepedulian, dari masa ke masa.
Apa yang disumbangkan oleh pengeruk -pengeruk gunung emas kepada tanah Papua?
Adakah selama bertahun-tahun gurita Freeport mengambil emas menjadikan manusia di Papua mengalami pertumbuhan pendidikan dan ekonomi?
Ada yang bilang orang awam tak mengerti jalannya politik. Apakah raja-raja daerah hasil dari pilkada bisa diharapkan menjadi pelindung bagi anak-anak tanah emas atau sebaliknya menjadi pendukung perampok rakyat?
Sesungguhnya, Papua butuh hak untuk memperoleh keadilan dan kesejahteraan. Bukan hanya gelar “merdeka” yang semu, ciptaan para pecundang politik yang ditunggangi oleh negara adidaya berkarakter musang berbulu domba.
Yang dibutuhkan rakyat Papua adalah kepemimpinan Islam. Kepemimpinan yang tegak di atas akidah yang melahirkan aturan untuk menyelesaikan seluruh persoalan kehidupan, sesuai tujuan Sang Pencipta. Bukan sebagai kacung kapitalis maupun alat partai, apalagi antek asing. Sebab, kepemimpinan Islam, tidak hanya berdimensi dunia saja. Tapi, ada konsekuensi berat di akhirat.
Aturan yang lahir dari akidah, akan lahir juga sistem hidup yang benar yang dipastikan akan menciptakan keadilan dan kesejahteraan. Sebab, aturan ini berasal dari Dzat yang menciptakan manusia, alam semesta dan kehidupan, Dzat pemilik segala kebaikan, ilmu, kesempurnaan, dan keadilan.
Yang utama, kepemimpinan Islam bukan hanya untuk umat Islam saja. Namun juga untuk umat manusia secara keseluruhan. Sebab, Islam datang dari Dzat pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan, pasti mengetahui apa yang terbaik bagi ciptaan-Nya.
Sebagaimana Firman Allah SWT;
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS al-Anbiya: 107)
Sejarah telah mengukir tinta emas saat kepemimpinan Islam, yakni berhasil mempersatukan wilayah 2/3 belahan dunia dengan berbagai suku bangsa, agama yang berbeda. Namun bisa hidup berdampingan secara damai dan mempunyai hak sama di hadapan negara.
“Agama Islam telah menguasai hati ratusan bangsa di negeri-negeri yang terbentang mulai dari Cina, Indonesia, India hingga Persia, Syam, Jazirah Arab, Mesir bahkan hingga Maroko dan Spanyol. Islam pun telah memiliki cita-cita mereka, menguasai akhlaknya, membentuk kehidupannya, dan membangkitkan harapan di tengah-tengah mereka, yang meringankan urusan kehidupan maupun kesusahan mereka. Islam telah mewujudkan kejayaan dan kemuliaan bagi mereka.” (Will Durant, The Story of Civilization)
Sungguh, hanya dengan Islam, kemerdekaan hakiki akan dirasakan oleh seluruh masyarakat Papua. Lantas, masihkah kita memilih jalan lain?
Wallahu’alam bishowab