Kepercayaan Publik Menurun Pada Partai Politik




Oleh: Yaurinda 


Tahun politik segera datang, pertarungan politik tahun depan sudah mulai meramaikan media sosial. Hawa panas-dingin sepertinya sudah menyebar ke penjuru negeri, terutama di kalangan petinggi partai. 

Meski demikian, keadaan tersebut berbanding terbalik dengan situasi di masyarakat. Tak sedikit dari mereka justru terlihat acuh dengan aksi partai yang begitu sibuk menyiapkan setrategi demi menghadapi pilpres 2024. Hal ini senada dengan hasil survei indikator yang menyatakan bahwa telah terjadi penurunan kepercayaan terhadap DPR dan partai politik dua terendah dari sembilan lembaga negara.

Kepercayaan publik terhadap DPR sebesar 68,5 persen, terbagi sangat percaya (7,1 persen) dan cukup percaya (61,4 persen). Sedangkan yang kurang percaya (26,6 persen) dan tidak percaya sama sekali 3,1 persen).

Adapun partai politik, kepercayaan terhadap lembaga tersebut sebesar 65,3 persen, dengan sangat percaya (6,6 persen) dan cukup percaya (58,7 persen). Kemudian yang tidak percaya (29,5 persen) dan tidak percaya sama sekali (2,8 persen). (2 juli 2023 REPUBLIKA.CO.ID)


Rendahnya kepercayaan menunjukkan tingginya ekspektasi publik terhadap kinerja DPR. Khususnya dalam menjalankan tiga fungsi utamanya, yakni legislasi, pengawasan, dan anggaran. Namun tugas itu seolah tak terlaksana dengan baik yang membuat masyarakat kecewa.

Nasib rakyat tak kunjung membaik. Rakyat tetap dengan problem kehidupannya. Kondisi susah dan serba sulit menjadi persoalan yang tak kunjung mendapat perhatian dari pejabat publik. Untuk memenuhi kebutuhan pokok saja sebagian masyarakat tak dapat mencukupinya. Dengan kata lain, semua persoalan yang menimpa rakyat kembali menjadi PR rakyat. Rakyat sendirilah yang harus menghadapi dan menyelesaikan semua problematika kehidupan mereka. 

Parpol saat ini tak lebih hanya mendulang suara saat pemilu dan tidak berperan sebagaimana partai seharusnya. Idealisme serta cita-cita partai untuk memperjuangkan rakyat demi tercapainya kesejahteraan di masyarakat seketika sirna saat para calon telah terpilih dan duduk di bangku kekuasaan. 

Kebijakan yang dibuat anggota dewan bukan lagi prioritas kepentingan rakyat. Namun sebatas legislator untuk para korporasi. Maka pantaslah jika rakyat merasa mereka diabaikan. Suara rakyat dibutuhkan untuk sekadar pemulus jalan mencapai kekuasaan. Selebihnya kepentingan diri dan kelompok menjadi prioritas utama. Para pejabat nyata tidak menjalankan amanah wakil umat. Bahkan hanya menjalankan amanah partai sebagai petugas partai semata. 

Masyarakat mulai sadar bahwa DPR tidak 100% membela dan mewakili rakyat, melainkan mewakili kepentingan pribadi maupun pemberi modal. Pada akhirnya rakyat malah dirugikan dengan berbagai aturan yang dirancang dan dikeluarkan oleh DPR. Ini lah bukti nyata cacatnya sistem dan aturan yang dibuat oleh manusia.

Sistem sekularisme telah memisahkan antara kehidupan dengan agama serta menafikan aturan Tuhan untuk mengatur negara, juga tidak mau melibatkan agama dalam membuat berbagai kebijakannya. 

Hal itulah penyebab kekuasaan berjalan pada kendali manusia, sehingga sulit menghadirkan pelayanan untuk umat. Karena realitasnya ketika negara diatur oleh aturan berasal dari manusia,  maka kesewenang-wenangan akan nampak pada setiap kebijakan maupun diri para penguasa. 

Pun akibat penerapan kapitalisme, landasan manusia di setiap perbuatannya hanya berdasar manfaat. Alhasil setiap gerak dan aturan yang ada bertujuan untuk meraih materi belaka. Ketika tidak ada satu pun manfaat bisa diraih, sekalipun terdapat maslahat untuk umat, niscaya geraknya akan terhenti. Serta aturan yang dihasilkan tak mungkin digulirkan. 

Oleh karenanya, untuk menciptakan kondisi umat pada posisi stabil dan meminimalisir persoalan dalam kehidupan, perlu adanya sistem yang berpihak pada rakyat, yakni sistem Islam. Sistem ini akan mengatur keseimbangan antara kebutuhan manusia dengan kebutuhannya akan Pencipta. Sehingga dalam menjalankan kekuasaan, manusia menyadari bahwa kekuasaan tersebut diperuntukkan tuk pelayanan serta pengabdian terhadap rakyat. Terlebih sistem Islam memandang kekuasaan sebagai amanah. Maka dari itu, ketika amanah tidak ditunaikan dengan baik, orang yang memikul amanah akan dikenakan dosa. 

Islam dan segenap aturannya berasal dari Pencipta manusia alam semesta. Islam pun bukan sekadar agama yang hanya mengatur tata cara ibadah, namun juga sebuah ideologi komprehensif yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Di saat kehidupan, alam semesta  dan manusia diatur oleh aturan-Nya, bisa dipastikan keberkahan meliputi seluruh penjuru negeri. Penguasa yang dihasilkan sistem ini akan sekuat tenaga berupaya memperbaiki keadaan tidak baik menjadi baik. Aturan serta kebijakan yang dibuat oleh negara tak lain demi kepentingan manusia. Sehingga Islam menjadi sumber cahaya bagi kehidupan umat secara keseluruhan. Tanpa diminta sekalipun, kepercayaan umat terhadap partai politik Islam dan para penguasa yang menerapkan sistem Islam akan terbentuk dengan sendirinya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak