Oleh: Tri S, S.Si
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan mayoritas anak remaja di Indonesia sudah berhubungan seksual. Untuk remaja 14-15 tahun jumlahnya 20 persen anak, dan 16-17 tahun jumlahnya mencapai 60 persen. Sekretaris LPA Batam, Erry Syahrial tak menampik tingginya angka anak remaja yang sudah berhubungan seksual tersebut. Hal ini dinilai berdampak tingginya angka kasus pencabulan, pernikahan dini, hingga kasus penjualan atau pembuangan bayi. Selain itu, remaja yang sudah berhubungan seksual akan berdampak ke moralnya. Akibatnya, anak tidak fokus melanjutkan pendidikan hingga menentukan masa depan. Menurut Erry, tingginya angka anak melakukan hubungan seksual ini harus menjadi perhatian orang tua. Orang Tua diminta untuk menguatkan pendidikan karakter dan pendidikan agama anak. (Batam pos.co.id, 06/08/2023).
Jika ditelaah, kondisi kerusakan generasi saat ini tidak lepas dari pengaruh paham liberalisme dari barat yang merupakan skenario global untuk menyuburkan kerusakan mental dan menyesatkan generasi Islam. Paham ini mengajarkan kepada generasi muda untuk bebas berbuat tanpa mempertimbangkan aturan agama. Maka tidak heran generasi muda saat ini dengan bebas bisa mengambil gambar, mengirim gambar, menyebarkan vidio apapun dengan mudah lewat dunia digital. Kondisi kerusakan generasi muda saat ini tentu harus menjadi perhatian yang serius bagi kita semua, baik orang tua, masyarakat maupun negara. Tentu kita tidak rela jika suatu saat nanti kita akan dipimpin oleh generasi yang rusak secara akhlak.
Permasalahan yang membelenggu generasi muda tidak luput dari peran penting orang tua, masyarakat dan negara. Orang tua berperan penting dalam setiap perilaku anak-anak dan remaja. Sebab dari orang tua pendidikan akhlak dan penanaman akidah yang benar diawali. Namun orang tua sekarang memilih memberikan pengasuhan anak-anak mereka kepada baby sitter, tetangga, neneknya ataupun di Tempat Penitipan Anak (TPA ). Sehingga anak-anak menjadi kurang perhatian dan kasih sayang. Juga minim pendidikan agama dan moral.
Masyarakat sebagai sekolah kedua setelah keluarga, seharusnya melakukan kontrol terhadap pergaulan remaja.Tapi saat ini, masyarakat terkesan melakukan pembiaran terhadap tindakan amoral tersebut. Tak jauh berbeda. Negara yang memiliki peran penting untuk menjaga generasi penerus bangsa terkesan abai. Negara mempunyai wewenang penuh untuk menerapkan kebijakan mulai dari politik, ekonomi, hukum, pendidikan, budaya dan sebagainya.
Akan tetapi karena negara sedang menerapkan sistem pendidikan sekuler, akhirnya terjadi pemisahan dalam dunia pendidikan. Pendidikan agama hanya melalui jalur Madrasah atau Kementerian Agama sedangkan pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah dan sekolah kejuruan yang di kelola langsung oleh Departemen Pendidikan.
Hal tersebut seperti menjelaskan ke publik bahwa pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak ada hubungannya dengan agama. Agama yang seharusnya diajarkan untuk pembentukan karakter akhlak dan budi pekerti tidak tergarap dengan serius. Agama hanya ditempatkan sekadarnya saja dalam satu aspek, bukan menjadi landasan seluruh aspek kehidupan. Ya, karena dalam kapitalis sekuler, agama adalah urusan individu dengan Tuhannya dan tidak ada sangkut-pautnya dengan negara.
Tidak heran kemudian hari mereka melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan. Alhasil lahirlah generasi yang cerdas dalam ilmu pengetahuan namun gagal dalam bidang agama dan akhlak. Mereka menjadi generasi yang materialistik, individualistik, hedonistik, dan egoistik. Ditambah lagi tatanan masyarakat yang ada, memberikan kebebasan seluas-luasnya dengan alasan kebebasan berekspresi, tidak peduli meski melanggar norma agama. Kehidupan sekuler betul-betul telah menjauhkan manusia dari kodratnya sebagai makhluk Ilahi.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah Subhanahu Wata’ala. Sebagai makhluk ciptaan, tentunya aturan Pencipta yang seharusnya ditaati dan dipatuhi oleh manusia. Maka satu-satunya solusi untuk menyelesaikan masalah ini adalah mengganti sistem sekuler, yang menjauhkan manusia dari agama kepada sistem yang membuat manusia senantiasa tunduk pada aturan yang menciptakan dirinya. Hal ini hanya bisa dilakukan apabila aturan Islam diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Pertanyaannya, masihkah ada kerinduan di dalam diri manusia yang mengaku dirinya beriman untuk kembali pada aturan Allah?
Pemuda adalah aset bangsa yang tak ternilai harganya. Baik atau buruknya suatu bangsa tergantung pemuda yang menjadi tonggak utama kemajuannya. Pemuda yang cakap dan berilmu pengetahuan adalah dambaan umat. Tempat jutaan rakyat menggantungkan sebuah perubahan yang lebih baik.
Banyak pihak mencoba menyelesaikan masalah kerusakan moral generasi, namun nyatanya solusi-solusi yang mereka tawarkan tidak mampu menyelesaikan masalah dengan tuntas. Hal ini disebabkan karena solusi yang ditawarkan adalah solusi sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Tak heran masalah ini tidak kunjung bisa diatasi. Solusi untuk menuntaskan masalah itu semua seharusnya dengan jalan Islam saja. Hanya Islam yang mampu menyelamatkan generasi muda dari liberalisasi yang jelas-jelas merusak. Dengan penerapan Islam secara kaffah akan melindungi generasi dari kerusakan media dan pergaulan bebas secara komprehensif.
Peradaban Islam akan melahirkan generasi yang berkualitas, generasi yang sholeh dan sholehah, bertaqwa, penyejuk bagi orang tua, pengemban dakwah yang cerdas dan intelektual dan menjadi pemimpin umat terbaik. Marilah kita menjadi orang yang peduli terhadap masa depan generasi, tidak ada solusi lain untuk menyelesaikan permasalahan ini kecuali dengan kembali menerapkan aturan Allah SWT. Wallahu alam.