Oleh : Dahlia
Pemerintah Kabupaten Bogor, Jawa Barat menetapkan status siaga darurat bencana kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hingga 31 Oktober mendatang.
Pemkab Bogor mengambil langkah tersebut menindaklanjuti analisis data yang dilakukan Stasiun Klimatologi Jawa Barat, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) serta mempertimbangkan kondisi saat ini.
PemKab Bogor juga memerintahkan seluruh kepala perangkat daerah, camat, dan kepala desa/lurah se-Kabupaten Bogor aktif melakukan pemantauan dan memetakan wilayah terdampak kekeringan.
Sejauh ini Pemerintah Kabupaten Bogor melalui BPBD telah mendistribusikan 550 ribu liter air bersih ke masyarakat yang telah terdampak selama tiga bulan mengalami kekeringan.
BPBD Kabupaten Bogor mencatat, ada sekitar 53.105 jiwa dari 16.526 KK yang terdampak krisis air bersih akibat bencana kekeringan di 33 desa/kelurahan.
Bencana kekeringan dan krisis air yang menimpa umat manusia akibat dari perubahan iklim global yang menjadi ancaman dari tahun ke tahun. Diprediksi pada 2025, sekitar sepertiga populasi dunia yaitu 2,7 miliar orang dihadapkan dengan situasi kekurangan air yang parah. Selanjutnya di tahun 2050, jika perubahan iklim terus terjadi, krisis air makin meluas sampai melanda dua per tiga penduduk bumi. (bmh.or.id, 2/9/2022).
Penyebab dan Dampak
Selain karena perubahan iklim global, ada beberapa faktor yang menyebabkan bencana kekeringan melanda Indonesia. Pertama, kebijakan liberalisasi sumber daya air. Liberalisasi dari hilir menjadikan perusahaan swasta makin leluasa mencengkeram sumber daya air untuk dieksploitasi. Hal tersebut tampak menjamurnya perusahaan swasta yang menguasai dan mengelola air dalam bentuk kemasan
Kedua, minim daerah resapan. Tumbuh suburnya pengalihan fungsi terbuka hijau menjadi bangunan baik gedung-gedung maupun rumah tinggal mempengaruhi kondisi tanah sebagai tempat cadangan air. Maka, ketika turun hujan yang seharusnya tanah mampu menyerap air secara maksimal, tapi disebabkan tanah tersebut tertutup dengan beton. Pada gilirannya air tidak bisa diserap tanah. Hal itu yang menyebabkan cadangan air sedikit dan kekeringan pun tak bisa dihindari.
Ketiga, kerusakan hidrologis. Kerusakan fungsi wilayah di hulu sungai seperti pada saluran irigasi dan waduknya banyak berisi sedimen yang menyebabkan daya tampung dan kapasitas air berkurang sehingga saat musim kemarau tiba memicu kekeringan.
Keempat, langkanya hutan lewat kebijakan kapitalistik. Banyak hutan mengalami alih fungsi dengan dibangun infrastruktur, dibukanya investasi secara besar-besaran, dan penambangan barang tambang. Padahal, hutan adalah salah satu bagian yang berfungsi mengurangi dampak pemanasan global. Menurut catatan Walhi, dua pulau besar yang paling banyak kehilangan tutupan hujan yaitu Sumatera dan Kalimantan.
Ancaman kekeringan menyebabkan krisis air di sejumlah wilayah Indonesia akan mempengaruhi sektor pertanian. Jika produksi beras menurun akan berdampak pada makin berkurangnya persediaan pangan, kekurangan gizi pada rakyat dan yang paling mengerikan adalah bahaya kelaparan akut yang berpotensi pada ancaman kematian. Inilah fakta yang dihadapi bangsa ini, sungguh keadaan yang mengerikan!
Pandangan Islam
Air termasuk salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan bagi umat manusia. Keberadaan UU 17/2019 sebagai langkah pemerintah untuk mengatur sumber daya air agar tetap terjaga. Nyatanya, aturan tersebut tidaklah menjamin air bersih bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sebenarnya Indonesia memiliki wilayah perairan yang lebih besar dibandingkan daratannya. Sungguh miris, jika negeri maritim ini sampai mengalami krisis air dari tahun ke tahun. Ternyata jika kita ditelisik lebih jauh, ada yang salah dalam pengaturan dan pengelolaan sumber daya air ini. Dengan demikian, Indonesia wajib memiliki visi politik SDA yang orientasinya untuk kemaslahatan rakyat.
Visi yang wajib diwujudkan oleh Indonesia. Pertama, mengembalikan kepemilikan SDA pada rakyat, sebab ia terkategori milik umum. Misalnya, laut, hutan, danau, sungai dan air. Sabda Nabi saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Dalam Islam, penguasa diberikan hak untuk mengelola SDA saja bukan untuk dimiliki atau bahkan dijual. Sementara hasil dari pengelolaannya diserahkan kembali pada rakyat untuk kemaslahatannya.
Kedua, SDA dikelola secara langsung oleh negara mulai dari proses produksi sampai distribusi air. Demikian pula dari sisi pengawasan. Negara mengawasi mulai dari peningkatan kualitas air dan penyaluran air bersih melalui industri perpipaan pada masyarakat. Tak hanya itu, negara memberdayakan para ahli di bidangnya agar pemanfaatan air bersih bisa berjalan lancar dan dirasakan masyarakat secara menyeluruh.
Ketiga, memelihara konversi lahan hutan dan rehabilitasi yang dilakukan negara agar daerah resapan air terjaga dan tidak hilang. Masyarakat diedukasi agar menjaga lingkungan secara bersama-sama, hidup bersih dan sehat harus menjadi kebiasaannya, serta sanksi yang tegas terhadap para pelaku kerusakan lingkungan akan diberikan negara.
Inilah solusi yang diberikan Islam untuk mengatasi bencana kekeringan dan krisis air akibat dari salah tata kelola SDA. Sistem kapitalisme membuat kehidupan manusia sengsara, kerusakan lingkungan makin menjadi dan meluas yang berakibat pada perubahan iklim sangat ekstrem dan bencana kekeringan. Solusi ini hanya bisa diwujudkan dengan penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai negara. Sehingga, umat manusia dapat merasakan kesejahteraan.
Wallahua'lam bishshawab.[]