Oleh : Ummu Aqeela
Gender equality atau kesetaraan gender sudah tidak asing lagi kita dengar. Istilah tersebut kini banyak dikampanyekan oleh kelompok-kelompok feminisme. Istilah itu muncul untuk melawan budaya patriaki yang dinilai masih melekat dalam berbagai aspek lehidupan.
Patriarki sendiri adalah sebuah budaya dimana laki-laki dinilai lebih dominan dari perempuan dalam hal otoritas, sosial, politik, agama, dll. Laki-laki dinilai lebih banyak diberi kesempatan dan banyak mendapat keuntungan dalam berbagai hal yang dilain sisi dibatasi bagi kaum perempuan. Maka kemudian muncul istilah kesetaraan gender yang diperjuangkan guna menciptakan kesetaraan hak-hak antara laki-laki dan perempuan.
Namun kian kemari gerakan ini kian melewati batas-batas kodrat yang merugikan perempuan itu sendiri. Contohnya dalam hal mencari nafkah, dalam kacamata gender equality, menjadi bapak rumah tangga adalah hal yang sah saja dilakukan, sebagaimana perempuan tidak boleh dilarang jika ingin berkerja maka sebaliknya laki-lakipun tidak boleh dilarang jika tidak ingin bekerja. Dengan pemahaman seperti inilah yang dimanfaat oleh laki-laki yang tidak bertanggungjawab untuk memanfaatkan wanita sebagai tulang punggung sedangkan dia sendiri santai-santai dirumah.
Sekalipun sudah begitu terlihat ketimpangannya, gerakan ini tidak makin memudar namun makin masif digencarkan. Terutama oleh kaum perempuan dengan berlandaskan pada kesetaraan dan kebebasan mereka meskipun kenyataannya seringkali tidak sesuai dengan harapan. Berbagai kritik juga mereka lontarkan kepada lapisan masyarakat tak terkecuali islam dan ajarannya yang kerap kali dituduh sebagai agama yang patriaki.
Melihat banyaknya hal yang terjadi, gerakan gender equality pada kenyataannya tetap saja tidak mampu mensejahterakan perempuan, yang pada beberapa kasus justru memperparah keadaan. Maka yang dapat kita pahami yang kita butuhkan adalah bukan kesetaraan gender melainkan keadilan gender. Makna adil itu tidak harus sama, tidak perlu setara, pun sebaliknya yang sama dan setara juga belum pasti adil hasilnya. Karena kesejahteraan dan kesetaraan akan tercapai hanya jika syari’at ditegakkan.
Islam dan syari’atnya hadir dengan solusi. Islam memandang laki-laki dan perempuan setara dalam penciptaan dan kemuliaan, namun berbeda dalam hal fungsi dan penempatannya. Islam memberikan porsi khusus pada perempuan yang tidak diberikan pada laki-laki, juga memberikan porsi khusus pada laki-laki yang tidak diberikan pada perempuan. Porsi tersebut adalah ketetapan yang ditetapkan oleh Allah bagi laki-laki dan perempuan. Sekalipun Allah menciptakan laki-laki dan perempuan setara sebagai manusia, namun berbeda dalam beberapa komposisi seperti fisik, hormon, mental, sifat dan sebagainya sehingga aturan yang diberikanpun berbeda, disinilah letak adilnya Islam.
Jalan dan aturan yang Allah tetapkan adalah yang terbaik bagi manusia baik laki-laki maupun perempuan. Sebab itulah untuk mencapai hidup yang sejahtera sebagai muslim kita tidak perlu pemahaman yang lain, kita hanya butuh Islam yang diterapkan secara kaffah baik ranah individu, masyarakat ataupun negara sebagai payungnya.
Wallahu’alam bishowab.