Oleh : Nita Karlina (Pegiat Literasi)
Sebanyak enam orang warga di Distrik Agandugume dan Lambewi, Kabupaten Puncak, Papua Tengah dilaporkan meninggal dunia karena kelaparan. Kelaparan itu disebut terjadi akibat musim kemarau panjang yang terjadi di daerah tersebut sejak bulan Juni 2023 lalu. Musim kemarau yang menyebabkan kekeringan itu juga membuat ribuan warga di dua Distrik ini terancam kelaparan karena hasil kebunnya gagal panen. Bupati Puncak, Willem Wandik menyebutkan, dari enam warga yang meninggal dunia itu, lima orang di antaranya adalah orang dewasa dan satu orang lainnya merupakan bayi berusia 6 bulan (Viva.co.id, 30 Juli 2023).
Aneh bukan, negara Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, terutama di daerah Papua. Namun pada faktanya masyarakat kita di Papua masih banyak yang kelaparan hingga mengakibatkan kematian. Di mana peran negara yang seharusnya menjadi tonggak utama ketika daerahnya kekeringan atau gagal panen, hingga masyarakat setempat kelaparan. Sungguh ironi, negeri yang kaya, namun kekayaannya di kuasai oleh asing.
Tak dapat di pungkiri, inilah buah dari sistem kapitalisme, menjadikan pemilik utama kekuasaan adalah mereka para pemilik modal. Kita sebagai penduduk asli negeri ini hanya mendapatkan sampah-sampah mereka. Sebagai contoh PT Freeport yang terletak di Papua menambang dan memproses bijih yang menghasilkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak. PT Freeport merupakan perusahaan terbesar di Indonesia yang kendalinya dikuasai oleh asing.
Kasus kelaparan di Papua, hingga menghilangkan nyawa menggambarkan betapa ada ketimpangan pembangunan di wilayah Papua yang sejatinya kaya. Terlebih Indonesia sudah merdeka selama 78 tahun. Ini menandakan bahwa Indonesia memiliki sistem ekonomi dan politik yang tidak tepat, hingga membahayakan nyawa rakyatnya. Lain halnya dengan Islam, dimana memiliki sistem ekonomi politik yang mensejahterakan semua wilayah, tanpa melihat potensi wilayah. Wallahu'alam bishowwab.