Investasi China, Jebakan Terselubung Penjajahan Terhadap Indonesia



Oleh : Hasna Hanan

Suatu hal yang sudah lazim diketahui oleh publik, dan banyak bermunculan diberanda berita menunjukkan semakin bergantungnya Indonesia dengan bangga melalui banyak  masuknya investasi  asing termasuk yang paling sering adalah dari negara China, sebagai salah satu negara yang membenci dan sangat kejam terhadap eksistensi keberadaan kaum muslimin dinegaranya, yaitu wilayah Uighur Xinjiang yang baru-baru ini diberitakan menurut direktur FIWS Farid Wajdi selama 100 hari etnis minoritas disana mengalami tindakan kekerasan.

Berbanding terbalik dengan kita yang disini mayoritas muslim malah bermanis muka dan berkawan dengan mesra melalui investasi yang sengaja dengan permintaan pemerintah untuk menyelesaikan proyek-proyek pembangunan yang ada, termasuk IKN yang tertunda.

Beberapa pakar pengamat ekonomi Peneliti China-Indonesia di Center for Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Zulfikar Rakhmat mengatakan bahwa terdapat masalah serius terkait investasi China di Indonesia dan perlu menjadi perhatian.  
Menurutnya "Ada masalah invetasi yang perlu jadi perhatian adalah peningkatan utang luar negeri Indonesia dari China dan potensi perangkap utang. Apa yang terjadi di Srilangka, Zimbabwe, saya tidak akan mengatakan Indonesia tidak akan seperti itu, tetapi tanda dari indikasi tersebut ada,” ujarnya saat acara Diskusi Pakar Ekonomi Makro di Jakarta, Rabu (26/7/2023).

Bank Indonesia mencatat China menjadi negara keempat terbesar pemberi utang luar negeri (ULN), senilai US$20,42 miliar. Dengan hutang ini menjadikan Indonesia memiliki ketergantungan dengan China yang mengarah kepada isu HAM, menurut Zulfikar lagi 
“Ketika ada konflik China-Taiwan, kita [Indonesia] juga diam. Ketika PBB mau berdebat soal Uighur, kita bilang ‘enggak’. Ketergantungan ekonomi kita sudah membuat kita nggak berani berbicara terkait isu HAM yang berkaitan terhadap China,” jelasnya.(Bisnis.com 27-juli-2023)

Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah Indonesia dan China telah menandatangai Local Currency Settlement (LCS), di mana dua negara menggunakan yuan dan rupiah dalam transaksi ekonomi karena Negara Tirai Bambu itu gemar melakukan devaluasi mata uang. Maka telah nampak ancaman-ancaman tersebut dalam setiap kebijakan yang berubah-ubah dibuat pemerintah dalam  perekonomian terutama terkait ekspor, yaitu dalam komoditas mineral.

Tak berdaya mungkin itu kata yang tepat buat bangsa ini, menjadi tempat yang dengan mudah dijual semua yang berharga untuk dimiliki negara lain, kekayaan alam yang melimpah berkat Rahmat Allah SWT ini tidak bisa dinikmati dan memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya, tapi malah kesengsaraan dan kerusakan dimana-mana, dari pergaulan yang bebas, kriminalitas, kemiskinan, pendidikan yang berubah-ubah kurikulum, generasi narkoba, tawuran dan masih banyak lagi permasalahan yang tidak tuntas penyelesaiannya karena sebab sistem Kapitalisme-Sekuler  yang diterapkan dalam mengatur rakyat dan dengan politik luar negeri yang bebas aktif telah membuka kran penjajahan neoliberalisme gaya baru bagi Indonesia yang syarat dengan kepentingan oligarki.

Jebakan hutang meniscayakan menjadi negara gagal

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA LaNyalla Mahmud Mattaliitti mengingatkan kepada semua pihak mencari cara agar Indonesia tidak menjadi negara gagal.

Indonesia berpotensi jadi negara gagal karena melihat rasio utang Indonesia tahun 2023 masih di angka 38,15 persen dari PDB. Bahkan bisa menambah sesuai amanat undang-undang.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres pada minggu lalu. Antonio menyampaikan peringatan serius kepada negara-negara di dunia. Tentang ancaman negara gagal.
Dalam laporannya yang berjudul; A World of Debt (Dunia Utang), Guterres memberi peringatan serius terkait utang publik global di tahun 2022, yang mencetak rekor 92 triliun US Dolar. Angka tertinggi sepanjang masa dan sebanyak 52 negara, hampir 40 persennya adalah negara berkembang, berada dalam masalah utang yang serius. Katanya seperti dirilis di website resmi United Nation, Rabu, 12 Juli 2023.

Bagaimana dengan Indonesia? Dalam APBN kita, bunga utang yang dibayar pemerintah di tahun 2022 sebesar Rp 386,3 triliun. Sementara anggaran Kesehatan di tahun 2022 sebesar Rp 176,7 triliun. Sedangkan belanja di sektor Pendidikan mencapai Rp 472,6 triliun.

"Potensi angka utang Indonesia masih akan membesar. Pertama karena defisit neraca APBN. Kedua, karena pagu rasio utang dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sesuai Undang-Undang No.17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara, masih terbuka untuk nambah utang,” kata LaNyalla.

Menurut dia, rasio utang Indonesia tahun 2023 masih di angka 38,15 persen dari PDB. Sedangkan pagu di dalam UU 17/2023 tersebut dipatok 60 persen dari PDB. Artinya masih berpotensi untuk nambah utang berkali-kali lipat.

Luar biasa jebakan hutang memang sengaja ditebarkan jaring-jaringnya sebagai konsekuensi bagian dari negara dalam sistem kapitalisme sekuler, dan dengan bunga uang dari hutang itupun menambah semakin besar hutang negara.

Seberapa besar sebenarnya bahaya jebakan utang tersebut. Apa saja? 
Pertama, hegemoni negara kapitalis terhadap negara yang berutang. Utang yang diberikan negara kapitalis pada dasarnya merupakan salah satu cara kaum kapitalis menjajah secara ekonomi negara-negara debitur. Dampak utang yang paling kentara ialah pengalihan aset dan kekayaan milik rakyat dan negara kepada swasta/asing.

Kedua, mengacaukan sektor keuangan negara yang berutang. Utang ada yang berjangka pendek, ada pula yang berjangka panjang. Utang berjangka pendek akan menghantam mata uang domestik dan menimbulkan kekacauan dan kerusuhan sosial di dalam negeri. 

Apabila utang jatuh tempo, pembayarannya tidak menggunakan mata uang dalam negeri, melainkan dolar AS yang menjadi mata uang internasional. Negara yang berutang tidak akan sanggup melunasi utang-utangnya dengan dolar AS karena lemahnya nilai tukar mata uang mereka. Pada akhirnya, negara debitur dipaksa membeli dolar dengan harga tinggi yang mengakibatkan mata uang lokal merosot.

Belum lagi jika harus membayar cicilan dan bunga tinggi yang sangat bergantung pada pergerakan nilai tukar mata uang dengan dolar AS. Adapun utang jangka panjang, efek dominonya pasti akan membuat APBN terbebani. Jika APBN sudah tidak sanggup menanggung pembayaran utang, pada saat itulah negara kreditur bisa memberi tawaran atau memaksakan kebijakan yang dapat merugikan negara debitur.

Ketiga, membebani rakyat. Jika negara berutang, siapa yang paling terdampak membayarnya? Tentu saja rakyat. Untuk melunasi utangnya, negara akan meminimalkan pengeluaran dan memperbesar pemasukan dengan meningkatkan tarif pajak. Juga menekan pengeluaran dengan pengurangan/penghapusan subsidi bagi rakyat, dan menambah pemasukan dengan menaikkan berbagai tarif yang membebani rakyat dan generasi mendatang.

Hutang dalam kacamata Islam

Membangun negara dengan utang adalah cara pandang khas kapitalisme. Jika pemerintah menganggap utang luar negeri sebagai bentuk kewajaran, itulah watak kapitalis yang sesungguhnya. Menurut Abdurrahman al-Maliki dalam Politik Ekonomi Islam, utang luar negeri adalah cara paling berbahaya merusak eksistensi suatu negara.

Hukum utang piutang pada dasarnya boleh menurut syariat Islam karena merupakan muamalah berbentuk ta’waun. Namun, jika kita bicara utang yang dilakukan negara, akan menjadi persoalan lain. Dalam Islam, utang bukanlah sumber pemasukan ekonomi negara. Negara tidak akan pernah menjadikan utang sebagai tumpuan ekonominya.

Dalam Kitab Al-Amwal fii Daulah al-Khilafah, Syekh Abdul Qadim Zallum menjelaskan bahwa pinjaman dari negara-negara asing dan berbagai lembaga keuangan internasional tidak dibolehkan oleh syarak. Ini karena pinjaman seperti itu selalu terikat riba dan syarat-syarat tertentu, padahal riba hukumnya haram. Sementara itu, persyaratan (yang menyertai pinjaman) sama saja dengan menjadikan negara dan lembaga keuangan tersebut berkuasa atas kaum muslim.

Utang luar negeri juga sangat berbahaya bagi negeri-negeri muslim. Selama ada utang, umat selalu berada dalam kondisi terpuruk. Dengan demikian, Khalifah tidak boleh menggunakan utang luar negeri sebagai pos pendapatan untuk menutupi anggaran belanja negara. 

Lalu, dari mana negara mendapat pemasukan? Khilafah memiliki pos pemasukan yang dikelola melalui Baitulmal. Pemasukan negara tercakup dalam tiga bagian, yaitu fai dan kharaj; bagian pemilikan umum; dan bagian shadaqah. 

Bagian fai dan kharaj tersusun dari pos-pos berikut: (1) ganimah (meliputi ganimah, anfal, fai, dan khumus); (2) kharaj; (3) status tanah (meliputi tanah ‘unwah, usyriyah, ash-shawafi, tanah milik negara, tanah milik umum, dan tanah-tanah yang diproteksi); (4) jizyah; (5) fai; dan (6) dharibah.

Bagian pemilikan umum terdiri dari (1) minyak dan gas; (2) listrik; (3) pertambangan; (4) laut, sungai, perairan, mata air; (5) hutan dan padang gembalaan; (6) aset-aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus. 

Sedangkan bagian shadaqah meliputi (1) zakat uang dan perdagangan; (2) zakat pertanian; dan (3) zakat ternak berupa unta, sapi, dan kambing. Khusus pos zakat hanya dialokasikan untuk diberikan kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat berdasarkan ketentuan syariat. 

Anggaran pada masa Daulah Islam lebih banyak surplus. Prinsip pengelolaan anggaran Khilafah ialah kesederhanaan dan kemampuan untuk mandiri dan menghidupi rakyat dengan mengoptimalkan kekayaan SDA dan aset yang dimiliki negara. 
Wallahu'alam bisshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak