IKN Pindah Agar Kesejahteraan Merata, Benarkah?



Oleh : Wita



IKN untuk Kepentingan Rakyat yang Mana?

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia telah menyiapkan 34.000 hektare (ha) lahan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur, bagi sektor usaha.

Ke pada para pengusaha China, di Chengdu, Jokowi mengatakan lahan ini khusus dipersiapkan bagi investor IKN. Lahan ini akan didedikasikan khusus bisnis di sektor kesehatan dan pendidikan.
"Ada 34.000 ha lagi yang sudah siap lahannya dan bisa dimasuki oleh investor untuk properti, kesehatan rumah sakit misalnya, untuk pendidikan universitas dan untuk infrastruktur," kata Jokowi pada pertemuan dengan pengusaha China yang disiarkan di YouTube Sekretariat Presiden, dikutip Minggu (30/7/2023).

IKN Pindah Supaya Kesejahteraan Merata?

Berikut ini merupakan Urgensi Pemindahan Ibu Kota Negara menurut Edward UP Nainggolan, Kakanwil DJKN, Kemenkeu Kalimantan Barat melalui website resmi kemenkeu https://www.djkn.kemenkeu.go.id/ . 

Melihat rencana panjang dan gerak cepat Jokowi untuk memindahkan IKN di atas, perlu dipahami urgensi pemindahan IKN. Pertama, menghadapi tantangan masa depan. Sesuai dengan Visi Indonesia 2045 yaitu Indonesia Maju, ekonomi Indonesia akan masuk 5 besar dunia pada tahun 2045. Pada tahun itu diperkirakan PDB per kapita sebesar US$ 23.119. Tahun 2036, diperkirakan Indonesia akan keluar dari middle income trap. Oleh sebab itu dibutuhkan transformasi ekonomi untuk mencapai Visi Indonesia 2045. Transformasi ekonomi didukung oleh hilirisasi industri dengan memanfaatkan sumber daya manusia, infrastruktur, penyederhanaan regulasi, dan reformasi birokrasi yang dimulai dari tahun 2020-2024. Oleh sebab itu dibutuhkan IKN yang dapat mendukung dan mendorong transformasi ekonomi tersebut.

Kedua, IKN harus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan merata termasuk di Kawasan Timur Indonesia. Selama ini, Jakarta dan sekitarnya terkenal dengan pusat segalanya (pemerintahan, politik, industri, perdagangan, investasi, teknologi, budaya dan lain-lain). Tidak mengherankan jika perputaran uang di Jakarta mencapai 70 persen yang luasnya hanya 664,01 km² atau 0.003 persen dari total luas daratan Indonesia 1.919.440 km². Sementara jumlah penduduknya 10,56 juta jiwa atau 3,9 persen dari jumlah penduduk Indonesia 270,20 juta jiwa (data tahun 2020).

Hal ini menyebabkan ketidakmerataan pembangunan dan kesejahteraan di Indonesia. Pembangunan tersentralisasi di Jakarta dan pulau Jawa. Kondisi ini kurang baik untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diharapkan sustainable, tidak termanfaatkannya potensi daerah secara optimal, kurang mendukung keadilan antara daerah, dan rentan terhadap persatuan dan kesatuan bangsa.

Oleh sebab itu dibutuhkan IKN yang dapat menjawab tantangan tersebut yaitu kota yang berkelas dunia untuk semua rakyat Indonesia. IKN yang berlokasi di Kalimantan diharapkan “pusat gravitasi” ekonomi baru di Indonesia termasuk di kawasan tengah dan timur Indonesia. IKN baru diharapkan dapat menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru dan memaksimalkan potensi sumber daya daerah.

Ketiga, kondisi objektif Jakarta yang tidak cocok lagi sebagai IKN. Hal ini bisa dilihat dari “beban” yang harus ditanggung Jakarta antara lain 1) kepadatan penduduk 16.704 jiwa/km² sementara kepadatan penduduk Indonesia hanya 141 jiwa/km². 2) Kemacetan Jakarta yang  merupakan kota termacet nomor 10 di dunia tahun 2019 walau menurun menjadi nomor 31 dari 416 kota besar di 57 negara tahun 2020 (TomTom Traffic Index). 3) permasalahan lingkungan dan geologi yang telah akut antara lain banjir yang setiap tahun melanda Jakarta dan terjadinya penurunan tanah yang mengakibatkan sebagian wilayah Jakarta berada di bawah permukaan laut.

Kenapa ibu kota harus di pindah yang justru butuh modal yang sangat besar yang semestinya biaya yang besar tersebut dapat dialokasikan untuk menyejahterakan rakyat untuk memaksimalkan fasilitas pendidikan, memfasilitasi biaya pangan untuk mengurangi angka balita stunting, atau digunakan untuk merombak sistem peradilan agar semua orang di menjadi sama di mata hukum segera terwujud. Ada 34.000 hektar lahan yang di tawarkan kepada investor Asing sama saja memberi jalan lempang bagi pemodal asing untuk mengendalikan kebijakan di negeri ini, atau dalam kata lain hal tersebut termasuk upaya memasukan penjajah ke negeri sendiri. 

Padahal melalui mata pelajara Sejarah yang pernah kita pelajari di bangku sekolah, dahulu para pahlawan bersusah payah untuk mengusir penjajah, tak hanya bermandi keringat atau aliran darah melalui luka-luka melainkan bertaruhkan harta juga nyawa. Begitu banyak para pejuang yang gugur dalam perlawanan. Sekarang para pemilik modal yang dengan kepemilikannya mampu memaksa pembuat regulasi untuk membuat kebijakan sesuai dengan yang mereka kehendaki. Bahkan kini Dunia Usaha/ Dunia Industri yang banyak mereka kuasai diberi lagi kewenangan untuk bekerja sama dengan lembaga pendidikan dan menentukan kurikulum pendidikan. Dapat kita bayangkan ke depannya kebijakan dikendalikan oleh pemilik modal, kurikulum pendidikan juga ditentukan oleh pemilik modal maka hak-hak rakyat akan menjadi urusan nomor sekian. Sebab, segala diperuntukan untuk kepentingan para pemilik modal dengan dalih investasi. 

Pemindahan ibu kota bukan sesuatu yang terlarang namun demikian ada hal-hal lain yang turut menjadi pertimbangan, sebab ada begitu banyak biaya yang diperlukan untuk memindahkan pusat pemerintahan. Yang mana untuk saat ini ada begitu banyak problematika yang harus diselesaikan sesegera mungkin. Kasus korupsi, suap dan tindak pidana pencucian uang kian marak terjadi. Ini merupakan salah satu penyebab kesejahteraan tidak terwujud, sebab pemerintahan dirawat oleh mereka yang hanya sibuk memperkaya diri. Belum lagi angka stunting yang tinggi, ini juga dimungkinkan oleh dana pengurusan stunting yang bukan total diberikan untuk kepentingan menangani stunting itu sendiri melainkan dialihkan untuk biaya rapat di hotel bintang lima, biaya sosialiasi dan biaya lainnya yang tidak berkaitan kepada kepentingan utama secara langsung. 

Dengan demikian kesejahteraan yang tidak merata itu bukan disebabkan oleh pembangunan yang Jawasentris dan klaim lainnya, melainkan disebabkan oleh pelaksanaan pemerintahan yang tidak alami yang dijalankan melalui kebijakan yang berlumuran materi dengan tujuan memperkaya diri.
Sikap individualis yang dimiliki para pejabat lahir sebab hak-hak privat merupakan pokok utama yang menjadi fokus jika semua dinilai berdasarkan materi (kapitalisme). Ketika uang berkuasa dan dapat membeli segalanya yang ia inginkan termasuk membeli keadilan maka keadaannya akanseperti hari ini tidak ada sesuatu apa pun yang bisa dimiliki kecuali harus ditukar dengan sejumlah rupiah, beberapa daerah dikategorikan sebagai kemiskinan ekstrem, hukuman pidana mati boleh ditawar menyesuaikan jumlah dendayang dibayarkan. 

Atau bahkan seorang napi bisa bebas dengan alasan berkelakuan baik selama ditahan dan lain sebagainya. Kesemuanya ini membutuhkan penanganan yang serius untuk menyelesaikan kesejahteraan agar merata sampai ke seluruh negeri. Sehingga membangun lingkungan yang menyehatkan akal untuk memberikan ruang yang normal bagi pembentukan moral yang memiliki nurani tajam dan bertanggung jawab terhadap amanah jauh lebih penting daripada memindahkan ibu kota yang biayanya disandarkan sepenuhnya melalui hutang luar negeri dan investasi. 

Lingkungan Sehat untuk Jiwa yang Tanggu

Perpindahan Ibu Kota memang sesuatu yang memungkinkan terjasi di setiap negara. Namun demikian yang perlu diperhatikan adalah kesiapan membangun Ibu Kota Negara itu sendiri. Ketika semua masyarakat telah dipenuhi segala hak-haknya. Artinya tidak lagi memiliki PR yang berkaitan dengan pendidikan, kesehatan dan perihal kebutuhan pokok maka boleh saja Ibu Kota dipindahkan. Namun, lingkungan yang ada saat ini justru memungkinkan hak-hak tadi terlepas bahkan ada kewajiban yang perlu dibayarkan dengan biaya yang mahal hanya untuk memperoleh hak-hak tersebut. Belum lagi jika selama pembuatan kebijakan dana tersebut sudah disunat, tentu tidak sampai kepada rakyat kecuali sangat sedikit. Hal ini tidak lain karena kebebasan kepemilikan individu menjadi nafas berjalannya sistem saat ini (kapitalsme).

Nuansa yang ramah terhadap kepentingan rakyat hanya dapat terwujud jika menjadikan Syariat Islam sebagai kepemiimpinan berfikirnya. Islam menjadikan ketaqwaan individu sebagai syarat seseorang menjabat suatu amanah. Sehingga amanah yang diberikan akan dilaksanakan dengan tanggungjawab penuh sebab memahami tiap aktivitas dalam Islam mengandung konsekuensi berupa paha;la dan dosa. Sehingga ketika fokusnya untuk meraih pahala dari Allah Ta’ala segala kebijakan dilaksanakan sesuai syari’at untuk kemaslahatan ummat.

Dengan demikian kesejahteraan dapat segera terwujud dan problematika cabang yang disebabkan oleh tidak meratanya kesejahteraan dapat diselesaikan.
Islam yang pernah diterapkan salamsebuah institusi dulunya juga pernah mengalami beberapa kali perpindahan ibu kota. Dalam sejarah peradaban Islam, selama khilafah berdiri 1300 tahun lamanya, tercatat ibukota khilafah bepindah beberapa kali. Ibu kota pertama khilafah berada di Madinah, selanjutnya berpindah ke Damaskus pada masa awal khilafah Umayyah.

Kemudian dari Damaskus pindah ke kota Baghdad ketika kepemimpinan khilafah Abbasiyah. Pasca penyerangan sebuah tentara Mongol, ibukota khilafah akhirnya dipindahkan ke Kairo dan terakhir ibukota khilafah berpindah ke Istanbul ketika masa kepemimpinan umat Islam berada di bawah khilafah Turki Utsmani.

Perpindahan ibu kota bukan menjadi problem yang berarti, sebab pembangunan dalam khilafah tidak seperti yang terjadi dalam sistem kapitalisme. Jika dalam kapitalisme Pembangunan dipusatkan di ibu kota dan tempat yang memiliki cadangan sumber daya alam, maka dalam khilafah pembangunan akan didasarkan pada kebutuhan rakyat di wilayah tersebut sehingga semua tempat memiliki
kapasitas penunjang yang mumpuni.
Pembangunan dalam khilafah tidak akan ditunggangi oleh pihak swasta sebab APBN khilafah bukan berasal dari utang dan pajak sebagaimana kapitalisme. Sumber keuangan khilafah berasal dari Baitu mal. Dalam Baitu mal terdapat 3 pos pemasukan:
Pos kepemilikan negara
Pos kepemilikan umum
Pos zakat

Masing - masing pos tersebut memiliki jalur pemasukan dan pengeluaran tersendiri. Adapun untuk masalah pembangunan dan kebutuhan publik khilafah dapat mengambil anggaran dari dana pos kepemilikan negara dan pos kepemilikan umum.
Pos kepemilikan negara berasal dari harta fai', kharaj, usyuriyah, ghanimah. Adapun pos kepemilikan umum berasal dari harta sumber daya alam yang dikelola secara mandiri oleh khilafah. Inilah mekanisme bagaimana Khalifah melakukan pemindahan ibu kota tanpa adanya intervensi asing dan ancaman untuk negeri.

Wallahu A’lam Bish Shawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak