Oleh: Hamnah B. Lin
Dilansir oleh kompas.com tanggal 2/8/2023 bahwa ARR (15), siswa sekolah menengah atas di Banjarmasin, Kalimantan Selatan diamankan polisi karena menikam teman satu sekolah, MRN (15) saat pelajaran berlangsung. Penusukan dilakukan di dalam kelas pada Senin (31/7/2023) sekitar pukul 07.15 Wita.
Dari sumber yang berbeda, tirto.id tanggal 5/8/2023 melansir bahwa seorang Mahasiswa Universitas Indonesia, MNZ (19) ditemukan tewas di dalam kamar indekos di Wilayah Kukusan Beji, Depok, Jawa Barat, Jumat (4/8/2023). Jenazah ditemukan di kolong tempat tidur dengan kondisi terbungkus plastik hitam, kaki terikat lakban dan terdapat sejumlah luka di tubuh korban. MNZ diduga dibunuh seniornya, AAB (23). Paman MNZ, Muchtar Fatoni mengatakan pihak keluarga berharap pelaku dapat dihukum seberat-beratnya. Hal itu sebagaimana jalannya proses hukum hingga tingkat pengadilan nanti.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) telah mencatat selama Januari-Juli 2023 telah terjadi 16 kasus perundungan di satuan pendidikan. Empat diantaranya bahkan terjadi saat tahun ajaran sekolah 2023/2024 yang baru saja dimulai pada medio Juli 2023 (VOA, 5/8/2023)
Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti mengatakan bahwa dari 16 kasus perundungan itu, mayoritas terjadi di tingkat SD (25%), SMP (25%), SMA (18,75%), SMK (18,75%), MTs (6,25%), dan pesantren (6,25%). Tercatat korban sebanyak 43 orang, terdiri dari 41 peserta didik (95,4%) dan 2 guru (4,6%). Sedangkan pelaku didominasi peserta didik, yakni 87 peserta didik (92,5%), 5 pendidik (5,3%), 1 orang tua peserta didik (1,1%), dan 1 kepala madrasah (1,1%). Artinya, jumlah pelaku dan korban lebih banyak berasal dari peserta didik.
Sungguh miris dan membuat hati pilu, tindakan pembunuhan terhadap teman sendiri merupakan perilaku yang sungguh kejam dan bejat. Jika kita meneliti dengan pemikiran yang cemerlang dengan kacamata Islam, maka kita jumpai bahwa kesalahan fatal yang terjadi adalah adanya penerapan sekularisme dalam lingkup dan kurikulum pendidikan negeri ini, dimana aturan agama dipinggirkan. Agama Islam hanya ada pada buku -buku diatas meja belajar, tak disentuh untuk diamalkan. Hingga ketakwaan makin tipis bahkan habis menggelayuti para peserta didik bahkan para pengajarnya.
Dalam UU Siskdiknas 20/2013, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri. Namun, tujuan ini tidak akan tercapai selama masih mempertahankan sistem pendidikan sekuler. Bagaimana generasi bermartabat, jika moralnya hancur terlibas gaya hidup liberal dan hedonis? Bagaimana generasi bisa beriman dan bertakwa, jika aturan Allah Taala terabaikan?
Adakah solusi yang bisa menggantikan sistem sekularisme kapitalisme saat ini yang nyata - nyata tidak mampu mencetak generasi dambaan?
Inilah Islam, sebuah ideologi yakni aqidah yang melahirkan aturan yang lengkap berasal dari Sang Pencipta manusia, yakni Allah Swt.
Dalam Islam, pendidikan bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam pada anak didik. Kurikulum yang disusun berorientasi pada upaya mencapai tujuan pendidikan ini yang dimulai dari sebelum mumayiz hingga mumayiz. Pada fase ini, keluargalah yang berperan besar.
Saat memasuki fase pendidikan formal, seorang anak akan dididik sesuai tujuan pendidikan, yakni membentuk kepribadian Islam. Kurikulum yang ada sejalan dengan tujuan ini. Penanaman akidah menjadi yang utama. Sistem pendidikan Islam memahamkah bahwa kesadaran hubungan manusia dengan Allah merupakan kontrol terbaik atas seluruh perbuatan manusia.