Gempuran Islamopobhia Tak Terhentikan



Oleh: Rifdah Reza Ramadhan, S.Sos.



Saat ini kita masih terus menerus menerima kenyataan miris bahwa Islamophobia masihlah terjadi. Bahkan, terus tumbuh subur dengan berbagai macam dan bentuknya. Mulai dari menyerang simbol agama Islam maupun penganutnya.

Sebagaimana kondisi mencekam di India yang sudah bukan menjadi hal baru, bahkan menjadi keseharian bersemayamnya Islamophobia di sana. Terbaru yaitu adanya bentrok  antara umat Hindu dan Muslim yang menyusul tewasnya lima orang di New Delhi pada Senin (31/07/2023).

Sebanyak 60 orang lainnya terluka dalam bentrokan itu. Keamanan di sekitar masjid pun diperketat lantaran adanya serangan membakar masjid. Atas kejadian itu, ketua Menteri Haryana Manohar Lal Khattar mengutuk insiden itu dan memberikan batasan serta keamanan pun dikerahkan. (CNBC Indonesia, 01/08/2023)

Tidak berhenti di sana, di belahan dunia lain ada pula yang terang-terangan menampakkan kebenciannya terhadap Islam. Tak ada kapoknya, kelompok anti Islam di Denmark membakar Al-Qur'an selama 3 hari berturut-turut.

Mereka meneriakkan slogan-slogan anti Islam dan menginjak-nginjak Al-Qur'an selama aksi pembakaran tersebut di sekitar Kedutaan Turki di Copenhagen pada Rabu (02/08/2023). Aksi ini pun dilakukan di bawah perlindungan polisi setempat.

Penistaan ini diketahui tergugah lantaran telah terjadi diskusi antara 57 negara mayoritas Muslim dari Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dalam rangka mencari solusi bagaimana menghentikan pembakaran Al-Qur'an di negara-negara Barat. Melihat itu, salah seorang patriot Denmark mengakatan, "Tampaknya kita harus membakar Al-Qur'an lebih banyak lagi." (Sindo News, 03/08/2023)

Buah Buruk Kapitalisme

Dua fakta di atas barulah sebagian dari maraknya Islamophobia di selurih dunia. Semua ini bukanlah tanpa alasan, melainkan buah dari penerapan sistem Kapitalisme Sekular. Bagaimana tidak? Sistem ini melahirkan sikap jauhnya masyarakat dari agama dan rendahnya sikao saling toleransi.

Ada juga Liberalisme yang terus menerus dibiarkan ada sebagai tameng untuk memuluskan aksi Islamophobia tersebut. Kebebasan berekspresi misalnya, ide ini justru hadir sebagai hipokrit nyata di tengah masyarakat. Kebebasan hanyalah memberi untung kepada pihak tertentu dan melilit serta menyengsarakan pihak yang lain.

Aksi pembakaran Al-Qur'an di atas menjadi bukti nyata atas sikap inkonsistensi masyarakat, bahkan hal ini dilakukan oleh polisi yang seharusnya memberikan keamanan, tetapi malah merenggut dan  berpihak terhadap kelompok yang menyuarakan kebencian terhadap Islam.

Yaitu pada saat aksi berlangsung, ada seorang yang ingin menyelamatkan Al-Qur'an yang hendak dibakar. Tetapi upayanya dihalangi oleh polisi atas nama mempertahankan hak kebebasan para aktivis Islamophobia. Padahal, kalau iya ada asas kebebasan, mengapa kaum Muslim tidak bisa dengan bebas melakukan peribadatan tanpa diberi serangan dan kriminalisasi?

Bagaimana bisa teriak kebebasan tetapi merampas, mengekang dan merendahkan kaum yang lain? Sungguh asas Liberalisme ini lemah dan hanya menghasilkan sikap keliru di tengah masyarakat. Alih-alih menjaga kestabilan masyarakat, malah memberikan bukti nyata akan ketidakmenyeluruhannya.

Ini pun membuktikan bahwa selama masih bersandar pada kapitalisme, selama itu pula tidak dapat teratasi pencegahan yang nyata dan terkendali. HAM, kebebasan berekspresi, dan turunannya hanyalah solusi semua yang justru melahirkan problematika baru.

Kekuatan Islam adalah Solusi

Untuk mencegah dan meniadakan praktik Islamophobia di seluruh dunia, perlu
kekuatan besar yang nyata. Kekuatan itu hanya dapat lahir dari penerapan Islam di bawah naungan negara secara sistemis dan menyeluruh.

Dengan diterapkannya Islam secara menyeluruh di bawah naungan negara (Khilafah), maka akan tercipta negara yang adidaya yang sudah pasti kuat. Ini tentulah akan mampu mencegah Islamophobia dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi antar umat beragama.

Negara berlandaskan Islam akan menjadikan hukum syara sebagai landasan untuk menjaga kemuliaan agama dan umatnya secara total. Hal ini telah dibuktikan dalam sejarah peradaban Islam yang mampu menaungi dunia selama 13 abad dan menguasai dua per tiga dunia. Negara mampu menjunjung toleransi dan mewujudkan kedamaian hakiki di tengah masyarakat.

Maka, sudah saatnya umat sadar dan menyadarkan yang lainnya pula. Yaitu bahwasanya hanya Islam sebaik-baiknya aturan yang mampu menyelesaikan problematika, bahkan problematika yang paling sulit sekali pun. Sebagaimana Allah SWT menciptakan manusia beserta pula dengan panduan hidup sebagai lentera untuk membimbing umat agar dapat selamat, hidup dan mati dalam kedamaian.

Lantas, mau mencari kemana lagi? Masihkah mau mengacuhkan Islam sebagai pedoman hidup? Apakah masih mau melihat korban berjatuhan dan citra Islam terinjak-injak? Sudahi ini semua dengan bersama-sama memperjuangkan kembalinya masyarakat pada pandangan Islam secara utuh, yaitu dengan sandaran sempurna dan paripurna. Islam sebagai pedoman nyata, untuk menyelamatkan umat dari lilitan Islamophobia.

Wallahu a'lam bishawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak