Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai langkah pemerintah meluncurkan produk LPG 3kg non subsidi bermerek Bright dengan harga yang lebih mahal di tengah masyarakat yang kesulitan mendapatkan gas LPG 3 kg bersubsidi, sebagai sebuah tindakan yang ia sebut “super tega” pada masyarakat.
“Kebijakan itu akan membuat pengadaan dan pendistribusian LPG 3 kg bersubsidi semakin terbatas dan sulit. Ujung-ujungnya masyarakat dipaksa membeli LPG 3 kg non subsidi,” ungkap Mulyanto dalam siaran pers nya, Kamis (27/7/2023).
Ia memperkirakan hadirnya LPG 3 kg non subsidi itu akan meningkatkan tindak penyalahgunaan LPG 3kg bersubsidi oleh pihak tertentu. Mengingat selisih harga jualnya sangat besar. Dimana saat ini Pertamina menjual LPG 3 kg merek Bright seharga Rp56.000 terbatas di Jakarta dan Surabaya. Sementara gas melon 3 kg bersubsidi sebesar Rp20.000.
Dijelaskannya, selama ini salah satu modus penyimpangan gas melon bersubsidi yang ditemukan aparat adalah pengoplosan, yaitu dengan memindahkan isi gas elpiji dari tabung melon 3 kg bersubsidi ke dalam tabung 12 kg non subsidi. Modus ini tidak lain mengubah dari barang bersubsidi dijual menjadi barang non-subsidi yang berharga mahal.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati buka-bukaan soal penyebab LPG 3 kg langka. Ia mengatakan kelangkaan terjadi karena peningkatan konsumsi.
"Juli ini memang ada peningkatan konsumsi sebesar 2 persen sebagai dampak dari adanya libur panjang beberapa waktu lalu. Kami sedang melakukan recovery dari penyediaan distribusinya untuk mempercepat," ujarnya melalui keterangan resmi, Selasa (25/7).
Meski begitu, Pertamina terus berkomitmen untuk menjaga pasokan agar tetap aman. Nicke berharap dalam satu pekan ke depan pasokan LPG 3 kg berangsur normal.
Apabila kita mau mencermati akar permasalahannya bukan terletak pada adanya libur panjang sehingga penggunaan gas LPG dalam rumah tangga menjadi meningkat. Terlebih, di saat yang sama pemerintah justru mengeluarkan produk baru non-subsidi dengan harga yang lebih mahal. Kesulitan rakyat maupun penguasa dalam mengatur kebutuhan energi ini termasuk ketesediasn LPG tidak lain dikarenakan adanya liberalisasi migas.
Liberalisasi merupakan dampak penerapan sistem kapitalisme neoliberal karena sistem ini melegalkan swasta menguasai dan mengendalikan SDA termasuk migas, bahkan untuk semakin menguatkan posisi ini, kapitalisme menempatkan negara hanya sebagai regulator yang hanya berperan membuat undang-undang, sehingga privatisasi SDA oleh para kapital semakin mulus, hasilnya berbagai produk energi seperti gas LPG sebagai salah satu hasil pengelolaan migas terimbas, harga LPG pun semakin mahal dan sulit dijangkau oleh masyarakat.
Sangat berbeda dengan cara Islam dalam mengatur kebutuhan energi rakyat seperti gas (LPG). Islam memiliki hukum syariat mengenai pengelolaan SDA secara praktis yang diterapkan negara bernama Khilafah.
Rasulullah saw Bersabda : "Kaum Muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api", (HR. Abu Dawud).
"Sesungguhnya dia bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah, maka beliau memberikannya. Tatkala beliau memberikannya, salah seorang laki-laki yang ada di dalam majlis berkata "Apakah engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan,?
"Sesungguhnya apa yang engkau berikan itu laksana memberikan air yang mengalir," Akhirnya beliau bersabda : Kalau begitu tarik kembali darinya,"(HR.Tirmidzi).
Ini merupakan dalil larangan atas individu untuk memilikinya, karena hal itu merupakan milik seluruh kaum muslim (Syekh Abdul Qadim Zallum, dalam kitab Al-Amwal fi Daulah Khilafah).
SDA migas merupakan harta kekayaan milik umum yang tidak boleh ada privatisasi di dalamnya, selain itu sumber daya alam migas termasuk kekayaan alam yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh umat.
Untuk bisa menikmati hasilnya memerlukan usaha keras, tenaga ahli, dan profesional, teknologi canggih, serta biaya yang tinggi. Syariat telah menetapkan negaralah yang berhak mengeksplorasi, mengeksploitasi, mengelolanya sebagai perwakilan kaum muslimin dan hasilnya dikembalikan kepada mereka secara utuh. Adapun mekanisme yang ditempuh melalui dua cara yaitu secara tidak langsung dan secara langsung.
Secara langsung Khilafah memberikan subsidi energi seperti listrik, BBM, gas LPG dsb yang membuat
rakyat mudah untuk mendapatkan kebutuhan energi dengan harga terjangkau bahkan gratis. Adapun mekanisme tidak langsung, Khilafah menjamin secara mutlak kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi warga negaranya. Biaya untuk menjamin kebutuhan dasar publik Khilafah mengambilnya dari pos kepemilikan umum Baitul Mal. Setiap warga negara Khilafah bisa mengakses layanan publik secara gratis.
Sementara dana pos ini berasal dari pengelolaan SDA, Khilafah boleh menjual migas kepada industri dengan mengambil keuntungan yang wajar, bahkan Khilafah boleh mengekspor migas ke luar negeri dengan mengambil keuntungan yang maksimal. Selanjutnya keuntungan ini masuk ke dalam pos kepemilikan umum Baitul Mal untuk menjamin kebutuhan dasar publik.
Pos ini juga bisa digunakan untuk membiayai seluruh proses operasional produksi migas, pengadaan sarana dan infrastruktur, riset, eksploitasi pengelolaan, hingga distribusi ke SPBU-SPBU, termasuk membayar seluruh kegiatan administrasi dan tenaga (karyawan, ahli atau direksi) yang terlibat di dalamnya. Inilah pengelolaan energi demi terwujudnya ketersediaan berbagai produk BBM dan gas LPG dalam Khilafah, yang akan memberikan kesejahteraan kepada rakyat secara keseluruhan.
Wallahu alam bish-shawab
Tags
Opini