Ancaman Stop Jual Minyak Goreng dari Para Ritel



Oleh: Riza Maries Rachmawati, S.Pd



Terulang kembali, untuk kesekian kalinya penguasa atau pemerintah hari ini dibuat tak berdaya dihadapan korporasi. Pasalnya pengusaha ritel mengancam mengurangi pembelian hingga menyetop pembelian dari produsen minyak goreng jika utang tak kunjung dibayar. Ancaman ini dikhawatirkan akan memicu kelangkaan minyak goreng. Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) kembali menagih utang pembayaran selisih harga atau rafaksi minyak goreng yang sampai dengan saat ini masih belum dibayarkan oleh Kementerian Perdagagan senilai Rp 344 miliar. Utang pemerintah kepada pelaku usaha minyak goreng berawal dari program minyak satu harga diluncurkan pemerintah pada awal Januari 2022. Dalam aturan itu, pengusaha harus menjual minyak goreng kemasan premium seharga Rp 14 ribu per liter. Padahal, saat itu harga minyak tembus Rp 17 ribu – Rp19 ribu per liter.

Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey mengatakan, apabila Kemendag tak kunjung membayarkan utangnya itu, maka Aprindo akan lepas tangan jika 31 perusahaan ritel yang terdiri dari 45.000 gerai di toko di seluruh Indonesia menghentikan pembelian minyak goreng dari para produsen. Adapun 31 perusahaan ritel yang tergabung diantaranya, ungkap Roy, Alfamart, Indomaret, Hypermrt, Transmart, hingga Superindo. Selain melakukan mogok pembelian minyak goreng, langkah yang juga akan dilakukan para peritel adalah melakukan pemotongan tagihan kepada distributor minyak goreng oleh perusahaan peritel kepada distributor migor. (www.cnbcindonesia.com, 18-8-2023).

Tata Kelola yang Salah

Kasus ancaman stop jual minyak goreng dari para ritel ini menunjukan ada yang salah dalam tata kelola negara dalam menyediakan minyak goreng yang merupaka salah satu kebutuhan pokok rakyat. Dan semakin memperjelas berkuasanya para pengusaha dalam penyediaan kebutuhan pangan rakyat. Akibatnya kebutuhan rakyat akan minyak goreng tak terlayani dengan baik bahkan harga minyak goreng untuk rakyat pun bergantung pada korporasi. Upaya pemerintah menetapkan HET pun ternyata tak mampu menstabilkan harga minyak goreng di pasaran dan malah menimbulkan persoalan baru.

Padahal produksi minyak kelapa sawit mentah atau CPO di negeri ini sangat besar bahkan menjadi pemasukan negara terbesar nomor 2 selain pajak. Artinya ekspor menjadi prioritas utama dibandingkan memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kebijakan ini menunjukan tidak berdayanya negara dihadapan korporasi dan harga minyak goreng untuk kebutuhan rakyat pun akhirnya bergantung pada korporasi.

Negara hanya bertindak sebagai pelayan korporasi bukan pelayan rakyat merupakan konsekuensi yang harus diterima atas penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini memberikan kebebasan penuh pada setiap individu atau korporasi untuk memiliki dan mengendalikan properti sesuai dengan kepentingan mereka. Penguasa atau pemerintah tidak bisa ikut campur, mereka hanya berperan sebagai pengawas yang memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan ekonomi. Sehingga wajar terjadi jika penguasa atau pemerintah pada akhirnya tidak berdaya dihadapan korporasi termasuk salah satunya pada kasus minyak goreng ini.

Solusinya Hanya Islam

Solusi untuk harga minyak goreng yang terjangkau dengan jaminan ketersediaan dipasaran hanyan akan terwujud dalam penerapan sistem Islam. Sebab sistem Islam yang tegak dibawah institusi Khilafah meniscayakan adanya peran utama negara sebagai penananggung jawab bagi seluruh urusan dan kebutuhan rakyat. Dalam implementasi kebijakan pengurusan kebutuhan rakyat ini negara tidak boleh bergantung pada pihak mana pun baik korporasi ataupun negara-negara asing.

Sebagaimana dalam hadits Rosululah saw, beliau bersabda: “Seorang imam atau khalifah atau kepala negara adalah ibarat penggembala atau pengurus, dan dia bertanggung jawab atas setiap rakyat yang diurusnya.” (HR. Bukhari)

Oleh karena itu kebijakan pemenuhan kebutuhan rakyat harus ditetapkan oleh negara dalam rangka menjalankan kewajiban yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya dalam hadits tersebut. Untuk mewujudkan pengurusan yang benar dan tepat terhadap urusan rakyatnya maka kuncinya adalah negara harus menjalankan syariat Islam Kaffah termasuk dalam pengurusan pangan mulai dari hulu yakni sektor produksi hingga lihir yakni kosumsi. Alhasil, setiap indivisu rakyat mampu dan bisa mengakses bahan kebutuhan pokok mereka dengan mudah dan harga terjangkau.

Terkait dengan kebutuhan minyak goreng ini maka ada beberapa kebijakan utama yang akan diambil oleh Khilafah, yaitu: Pertama, negara mengatur kembali masalah kepemilikan harta yang sesuai dengan Islam. Khilafah akan melarang individu atau swasta menguasai harta milik umum seperti hutan. Dimana dalam sistem kapitalisme hari ini hutan dijadikan sebagai perkebunan pribadi pemilik korporasi. Apalagi hutan-hutan dibuka dengan cara yang merusak dan berdampak pada masyarakat secara umum. 

Kedua, negara harus menjamin ketersediaan pasokan barang di dalam negeri terutama diupayakan dari produksi dalam negeri dengan mengoptimalkan para petani dan para pengusaha lokal. Selama kebutuhan dalam negeri belum tercukupi, maka negara tidak akan melakukan ekspor ke negara luar. Bahkan bila kebutuhan masih kurang maka negara mengambil opsi impor dari luar.

Ketiga, negara harus melakukan pengawasan terhadap rantai tata niaga sehingga tercipta harga kebutuhan atau harga barang-barang secara wajar. Dan dengan pengawasan itu pula pasar akan terjaga dari tindakan-tindakan curang seperti penimbunan, penipuan dan sebagainya. Pengawasan ditetapkan oleh negara dengan adanya struktur tertentu di dalam Khilafah yakni Qadi Hisbah. Pasar yang sehat akan mengindarkan penguasaan oleh para ritel. 

Demikianlah hanya Khilafah yang mampu menyediakan bahan pokok kebutuhan rakyat termasuk minyak goreng dengan harga murah bahkan gratis.

Wallahu’alam bish shawab

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak