oleh: Luthfi K.K*
Memiliki anak yang sehat dan mampu berkembang baik selayaknya anak normal merupakan keinginan semua orang tua. Mendidik dan mencukupkan semua kebutuhan anak merupakan tanggung jawab orang tua. Namun, bagaimana jika orang tua yang sudah berusaha memenuhi kebutuhan anak ini masih banyak problema anak dihadapi, termasuk masalah stunting ?
Masalah stunting merupakan masalah serius yang sudah cukup lama ada di negeri kita Indonesia. Berdasarkan data Survei Status Gizi Nasional (SSGI ) tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia ada di angka 21,6%. Jumlah ini memang sudah turun dari tahun sebelumnya yaitu 24,4%, namun angka tersebut masih tergolong tinggi, mengingat target prevalensi stunting di tahun 2024 sebesar 14% dan standard WHO dibawah 20% (paudpedia.kemdikbud.go.id 31/01/23)
Dengan angka prevalensi yang masih tergolong tinggi ini bagaimana negara mengatasinya? Kementrian Kesehatan mengkampanyekan pentingnya pemberian protein hewani kepada anak utamanya usia dibawah 2 tahun untuk mencegah stunting pada anak. Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramana mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi lele untuk menurunkan angka stunting melalui program Kolega (Kolam Lele Keluarga). Disediakan rata-rata 10 kolam lele dalam satu wilayah posyandu agar masyarakat mudah untuk mendapatkan ikan lele. Harapannya, dengan ketermudahan masyarakat mendapatkan lele bisa dimanfaatkan sebagai menu makanan untuk mencegah stunting (jakarta.suara.com 07/07/23)
Menjadi pertanyaan kembali, apakah salah satu solusi diatas dapat menuntaskan stunting? Ternyata masih belum. Karena masalah stunting ini sejatinya adalah masalah yang sistemik. Masalah kemiskinan dan kesehatan yang saling berkaitan erat. Kesehatan anak utamanya yang merupakan tanggung jawab orang tuanya, ketika orang tuaya tidak mampu untuk memberikan asupan gizi yang tepat dikarenakan faktor kemiskinan. Bagaimana mungkin masalah kesehatan ini bisa teratasi? Meskipun halnya upaya pemerintah telah menyediakan sumber makanan, jika masih ada masyarakat yang belum mampu untuk membelinya. Apakah sudah tergolong solusi yang menuntaskan? Tentu belum bukan.
Dalam Islam ketika sebuah keluarga masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhannya, maka akan menjadi kewajiban negara untuk mengambil alih dalam hal pemenuhan kebutuhan. Negara melalui Baitul Maal (kas negara) akan mendistribusikan bantuan secara merata terhadap keluarga-keluarga yang miskin secara cepat dan tepat. Dipastikan tidak ada yang sampai kekurangan bahkan kelaparan, sehingga kondisi stunting pada anak-anak akan bisa dicegah secara massif.
Keberadaan kepala negara akan memaksimalkan perannya sebagai raa’in (pengurus umat), dia akan memaksimakan berbagai sumber pemasukan negara. Dalam pengelolaan kekayaan seperti mana yang termasuk kepemilikan umum, mana kepemilikan negara akan benar-benar dipergunakan untuk kemaslahatan masyarakat. Jadi tidak akan sampai bergantung pada asing atau bahkan sampai berhutang ke luar negeri.
Sepanjang peradaban Islam yang tegak selama kurang lebih 13 abad, masalah pengentasan kemiskinan dapat dilakukan. Pada zaman Harun Al- Rasyid misalkan, saat itu untuk membagikan zakat saja susah karena banyak masyarakat yang sudah berkecupukan. Atau sosok pemimpin Umar bin Khattab yang rela berkeliling setiap malam dan membawa gandum untuk dibagikan kepada warganya yang kekurangan.
Karena masalah stunting ini merupakan masalah yang sistemik tentu saja solusi yang diberikan juga tentang sistem. Ketika sistem yang digunakan masih sistem kapitalis yang tidak bisa memberikan penyelesaikan dan menuntaskan problematika umat memang sudah seharusnya diganti dengan sistem Islam yang sudah pasti solusi yang diberikan akan bisa menuntaskan semua problematika umat. Dengan menerapkan Islam secara kaffah oleh negara dan dijadikan aturan dalam segala bidang kehidupan. Wallohu’alam bi ash-showwab
*Aktivis Muslimah Tulungagung
Tags
Opini