Oleh : Ummu Hadyan
Seorang polisi menembak seorang remaja di Prancis. Remaja tersebut tewas usai ditembak polisi karena melanggar peraturan lalu lintas dan tidak mau diberhentikan polisi. Hal itu memicu amukan massa dan kerusuhan di Prancis.
Mengutip dari AFP, peristiwa penembakan itu terjadi di pinggiran Kota Paris, Nanterre, Selasa (27/6/2023) pagi. Seorang remaja bernama Nahel M. (17) tewas akibat ditembak polisi.
Awalnya, polisi menghentikan remaja tersebut karena melanggar aturan lalu lintas. Sebuah video di media sosial, yang diautentikasi oleh AFP, menunjukkan dua petugas polisi mencoba menghentikan kendaraan.
Salah satu polisi tampak menodongkan senjatanya ke pengemudi melalui jendela dan menembak dari jarak dekat. Lalu, mobil korban terlihat bergerak beberapa puluh meter sebelum menabrak.
Petugas layanan darurat mencoba menyadarkan remaja tersebut di tempat kejadian. Namun, dia meninggal dunia tidak lama kemudian. (newsdetik.com 30/06/2023)
Ibu dari Nahel, remaja berusia 17 tahun yang ditembak mati polisi Prancis, mengatakan dirinya yakin rasialisme menjadi motif kematian putranya.
Dalam wawancara oleh saluran TV France 5, ibu Nahel, Mounia, mengatakan petugas polisi itu melihat wajah Arab, seorang anak kecil, dan ingin mengambil nyawanya. (news.detik.com 01/07/2023)
Peristiwa ini sejatinya membuktikan keburukan dan hipokritnya HAM yang digadang gadang oleh negara barat. Atas nama kemanusiaan mereka merumuskan hak asasi manusia agar semua manusia mendapatkan hak hak kehidupan mereka. Namun karna peradaban barat dibangun oleh sistem Sekulerisme yang meniadakan agama dari kehidupan maka prinsip prinsip yang dibangun berasal dari akal manusia.
Karna itulah rasialisme lahir. Karna sebagian manusia menganggap bahwa diri mereka lebih baik daripada manusia lain. Perasaan ini muncul karna adanya ikatan emosional.
Syaikh Taqiyyuddin an Nabhani dalam kitabnya nidzhamul Islam menjelaskan ikatan emosional biasanya terjadi pada masyarakat primitif, taraf berfikirnya rendah dan wawasan pemikirannya sempit. Sehingga ketika ras atau keluarganya memiliki kekuasaan maka mereka ingin memperluas kekuasaan nya dan terus ingin memperluasnya.
Perasaan seperti inipun semakin bertambah subur dalam Demokrasi Kapitalisme. Karna sistem Demokrasi meniscayakan manusia bisa membuat aturan. Manusia bisa bersepakat merumuskan sebuah aturan dan mereka pakai untuk mengatur kehidupan mereka. Alhasil rasisme akan terus bermunculan.
Berbeda dengan sistem Sekulerisme Demokrasi, rasisme tidak ada didalam sistem Khilafah dan bukan ajaran Islam meskipun Islam diturunkan di Arab. Allah menegaskan melalui lisan kekasihnya nabiyullah SAW bahwa mereka tidak memiliki kelebihan apapun dibandingkan dengan non Arab. Allah menegaskan semua manusia sama dihadapan Allah Ta'ala, yang membedakan diantara mereka hanyalah ketakwaan saja. Sebagaimana dalam firman Nya.
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya : "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti". (QS Al Hujurat : 13)
Dalam hadits Rasul "Wahai sekalian manusia sesungguhnya Tuhan kalian adalah Tuhan satu dan bapak kalian juga satu yaitu Adam, ketahuilah tidak ada kemuliaan orang Arab atas orang ajam (non Arab), dan tidak pula orang ajam atas orang Arab, begitupula orang berkulit merah tidaklah lebih mulia atas berkulit hitam, dan tidak pula yang berkulit hitam atas berkulit merah kecuali atas dasar ketakwaan" (HR Ahmad, al Bazar)
Dalam hadits lain juga ditegaskan dari Abu Hurairah r a ia berkata, Nabi SAW bersabda : "Sesungguhnya Allah tidak memandang rupa kalian juga tidak kepada harta kalian akan tetapi Dia melihat pada hati dan amal kalian". (HR Muslim)
Karna itu akan didapati ketika Khilafah tegak berdiri selama 1300 tahun lamanya berbagai ras, suku, bangsa maupun warna kulit bisa hidup dalam kerukunan dan kesatuan. Salah satu buktinya adalah seorang ulama besar yang hidup pada masa Kekhalifahan Bani Umayyah bernama Atha' bin Abi Rabah, beliau adalah seorang budak berkulit hitam milik Habibah binti Maisarah bin Abu Hutsaim dan tinggal di Makkah.
Sang tuan melihat potensi keilmuan 'Atha yang luar biasa kemudian Habibah memerdekakan Atha' agar 'Atha bisa memperdalam keilmuannya. Atha' pun menjadi seorang ulama dan keilmuannya diakui oleh Kekhilafahan Bani Umayyah. Atha' di angkat menjadi seorang mufti atau pemberi fatwa untuk musim Haji pada masa Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik. Disamping itu Atha' juga diangkat sebagai penasehat Khalifah.
Tidak hanya konsep tersebut. Konsep toleransi dalam Islam juga mampu menyatukan berbagai agama dalam satu kepemimpinan negara Khilafah. Allah Ta'ala berfirman dalam surah Al Kafirun ayat 6 : "Untukmu agamamu, untukku agamaku".Disurah yang lain Allah pun menegaskan : "Tidak ada paksaan dalam memeluk agama, sungguh telah jelas diantara kebenaran dan kesesatan" (QS Al Baqarah : 256).
Dalam kitab Daulah Islamiyah karya Syaikh Taqiyyuddin an Nabhani, beliau menjelaskan bahwa warga Daulah Khilafah terdiri dari muslim dan non muslim. Dalam kehidupan publik mereka mendapatkan jaminan yang sama, layanan yang sama, hak yang sama. Daulah Khilafah tidak boleh memaksa warganya yang non muslim untuk masuk agama Islam.
Hal inilah yang dicontohkan Khalifah Umar bin Khattab. Ketika itu ada seorang wanita tua yang beragama Nashrani yang dibantu Khalifah untuk melunasi hutang hutangnya. Ketika itu Khalifah Umar menanyakan "Mengapa engkau tidak masuk Islam?", wanita tua itu berkata "Biarlah aku menjadi wanita yang terakhir dengan agama ini". Sontak Khalifah Umar saat itu merasa bersalah, padahal beliau hanya bertanya. Begitulah Khilafah meniadakan rasisme sehingga terwujud persatuan dan kesatuan diantara warganya.
Wallahu a'lam bish shawab.
Tags
Opini