Oleh: Siti Maisaroh, S. Pd.
(Pegiat Literasi)
Aspal Buton memang mempesona, selain karena kualitasnya yang bagus, kekayaan alam yang ada di pulau Buton ini merupakan aspal alam terbesar di dunia. Seharusnya, jika negara mengelola kekayaan alam itu dengan baik tanpa campur tangan swasta maupun asing, tentu hasilnya dapat mensejahterakan rakyat Buton khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya.
Tapi sayang, nampaknya pemerintah kita justru menawarkan asing dalam hal ini China, untuk berinvestasi dalam rangka mendukung instruksi Presiden Joko Widodo dalam pengembangan hilirisasi aspal Buton dengan membangun industri Aspal Buton. Hanya karena alasan agar 2024 Indonesia stop impor aspal, penguasa negeri ini merelakan kekayaan alamnya dikuasai atau dikelola oleh asing (AntaraSultra, 28 Juni 2023).
Demikian lah bukti, bahwa sistem kapitalisme yang diemban oleh negara hanya berprioritas pada kepentingan koorporasi. Sedangkan kepentingan rakyatnya diabaikan. Jika sudah dikelola oleh Asing, jangankan rakyat bisa mencicipi manfaatnya, yang ada rakyat akan diperkerjakan sebagai buruh kasar bahkan dengan terpaksa mendapatkan imbas dari sampah dan limbah pertambangan yang bisa mengganggu aktifitas sehari-hari bahkan berakibat pada kerusakan alam.
Nampaknya juga disini ada kesalahan mendasar yang dilakukan oleh penguasa kita, yaitu salah dalam mengelola kepemilikan sumber daya alam, yang mana hal demikian sangat wajar terjadi disestem Kapitalisme demokrasi. Tetapi berbeda dengan sistem Islam.
Aturan Islam juga Mampu Mengelola SDA
Islam hadir sebagai agama yang paripurna. Dia bukan hanya sekedar agama ritual semata, tetapi dia juga memiliki seperangkat aturan guna menyelesaikan segala problematika hidup umat manusia tanpa terkecuali masalah sumber daya alam (SDA).
Dalam Islam kekayaan alam /SDA adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw.: “Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api”. (HR Ibnu Majah).
Rasul juga bersabda, “Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api “ (HR Ibnu Majah).
Terkait pendapat bahwa sumber daya alam milik umum, harus dikelola oleh negara yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat dikemukakan oleh An-Nabhani berdasarkan pada penuturan sebuah hadist riwayat Imam at-Turmizi dari Abyadh bin Hamal. Dalam hadis itu disebutkan bahwa Abyadh pernah meminta kepada Rasul untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul meluluskan permintaannya itu, akan tetapi segera diingatkan oleh seorang sahabat, Wahai Rasulullah, tahukah anda, apa yang anda berikan kepadanya? Sesungguhnya anda telah memberikan sesutau yang bagaikan air mengalir (mau al-iddu). Rasulullah kemudian bersabda tariklah tambang tersebut darinya.
Hadis tersebut menyerupakan tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang mengalir. Yang menjadi fokus dalam hadis tersebut tentu saja bukan garam, melainkan tambangnya. Penarikan kembali pemberian Rasul kepada Abyadh adalah latar belakang hukum dari larangan atas sesuatu yang menjadi milik umum, termaksud dalam hal ini barang tambang yang kandungan sangat banyak untuk dimiliki individu.
Menurut konsep kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam, barang-barang seperti minyak, gas, emas, nikel, hutan, laut dan sebagainya semuanya harus dalam menejemen negara, tidak dibenarkan untuk diprivatisasi. mengutip pendapat Ibn Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni, mengatakan bahwa “barang-barang tambang adalah milik orang banyak meskipun diperoleh dari tanah hak milik khusus”. Karena itu, siapa saja yang menemukan barang tambang atau minyak bumi pada tanah miliknya tidak halal baginya untuk memilikinya dan barang tambang tersebut harus diberikan kepada negara untuk dikelola. Pendapatan dari pengelolaan hutan dan barang tambang, serta milik umum lainnya masuk ke dalam pos pendapatan negara dan dikembalikan kepada rakyat, apabila milik umum tidak dikembalikan, maka ini merupakan pengkhianatan, sebab berarti merampas harta dari pemilik yang sah.
Dalam Islam, negara menerapkan sistem ekonomi Islam menjamin kestabilan ekonomi dan ini mudah diwujudkan jika sistem ekonomi Islam diterapkan. Dengan memahami ketentuan syariat Islam atas status SDA dan bagaimana sistem pengelolaannya bisa di dapat dua keuntungan sekaligus yakni yang pertama, didapatnya sumber pemasukan bagi anggaran belanja negara yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan negara. Kedua diharapkan mampu melepaskan diri dari ketergantungan terhadap utang luar negeri bagi pembiayaan pembangunan negara.
Pengelolaan tambang oleh negara pun pasti memperhatikan kelestarian lingkungan dan masyarakat sekitar. Negara tidak akan pernah membiarkan pengelolaan SDA tersebut menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan keresahan rakyatnya. Karena negara dalam Islam berpijak pada kesejahteraan rakyat secara hakiki. Wallahu A’alam Bisshawab.