Oleh : Ummu Hadyan
Ratusan warga Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim) ramai-ramai protes lantaran tanah yang mereka tempati diambil alih oleh Bank Tanah untuk pembangunan Bandara Naratetama (very very important person/VVIP) Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Ratusan warga yang protes itu berasal dari lima kelurahan. Empat kelurahan berada di Kecamatan Penajam, yakni kelurahan Gersik, Jenebora, Pantai Lango dan Kelurahan Riko. Sementara satu lagi berada di Kecamatan Sepaku yakni Kelurahan Maridan.
Salah satu warga Kecamatan Gersik, Dalle Roy Bastian mengungkapkan warga yang terdampak dari pembangunan Bandara lebih dari 1.000 orang. Dalle menyebut warga harus pindah dari tanah yang diambil alih Bank Tanah tersebut.
Dalle mengatakan Bank Tanah tanpa pemberitahuan apapun kepada warga saat mematok tanah mereka.
"Bank tanah itu belum ada sosialisasi dari kemarin, dia langsung action, dia langsung patok. Sehingga warga tahan tidak ndak boleh mendekat patok itu. Pada saat ditahan, barulah Bank Tanah melakukan sosialisasi," ujarnya. (cnnindonesia.com 21/06/2023)
Sedari awal proyek IKN sangat terlihat sebagai proyek yang dipaksakan. Sudah banyak bukti pembangunan proyek tersebut melahap tanah warga, tanah adat dan sebagainya. Sayangnya sekalipun warga berusaha melakukan protes, namun seolah tidak dihiraukan oleh penguasa.
Ini adalah konsekuensi logis tatkala paradigma kekuasaan diatur dengan sistem Kapitalisme. Sistem ini tidak menjadikan rakyat sebagai prioritas kebijakan. Kebijakan dalam sistem ini dipengaruhi oleh asas untung rugi korporasi. Karna itu ketika sebuah pembangunan dilihat menguntungkan, bagaimana pun caranya proyek itu harus direalisasikan meski harus mencaplok tanah rakyat.
Di dalam sistem Kapitalisme umat terus didera kedzaliman baik itu datang dari penguasa ataupun pengusaha korporasi pemilik kekuasaan dalam negeri.
Berbeda ketika umat hidup dalam sistem Islam. Mereka benar benar merasakan manfaat pembangunan yang dilakukan oleh Khilafah. Hal tersebut tidak lepas dari paradigma keberadaan negara Khilafah ditengah umat yakni sebagai Ra'in atau pelayan.
Rasulullah SAW bersabda :
…الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari dan Ahmad).
Paradigma ini akan mempengaruhi semua kebijakan dalam Khilafah. Maka kita mendapati semua kebijakan yang ditetapkan oleh Khilafah pasti akan mengatur urusan umat dengan baik dan sesuai keperluan mereka.
Seperti hal nya pembangunan infrastruktur. Dalam Khilafah tujuan pembangunan adalah untuk memudahkan aktivitas sosial ataupun urusan ibadah masyarakatnya. Untuk merealisasikan hal tersebut Khilafah akan membangun infrastruktur berdasarkan skala prioritas.
Infrasrtuktur kesehatan dan pendidikan, jalan raya dan semua infrastruktur yang menunjang aktivitas ekonomi rakyat menjadi prioritas utama. Sedangkan fasilitas umum yang bersifat tidak mendesak akan dibangun ketika semua fasilitas utama sudah dibangun dan keuangan negara dalam keadaan aman.
Konsep ini akan menjadikan setiap proyek apapun akhirnya berpihak pada kepentingan umat dan untuk kemaslahatan umat. Seandainya dalam proses pembangunan tersebut ternyata harus memakai tanah milik umat maka mereka akan mendapat ganti untung yang sepadan. Negara Khilafah tidak akan dzalim dengan memaksa rakyat menyerahkan tanahny tanpa ganti untung yang sepadan sebagaimana negara Kapitalisme saat ini.
Proses pembangunan ganti untung pasti membutuhkan dana yang besar. Dalam kitab Al Amwal Fid Daulah Khilafah karya Al 'Allamah Syaikh Abdul Qaddim Zallum beliau menjelaskan bahwa strategi keuangan Khilafah membangun infrastruktur ada beberapa yakni :
1. Meminjam kepada negara asing termasuk lembaga keuangan global.
2. Memproteksi beberapa kategori kepemilikan umum seperti minyak, gas dan tambang.
3. Mengambil pajak dari rakyat.
Untuk pilihan pertama, Khilafah tidak boleh melakukannya sebab pilihan ini akan menjebak Khilafah pada resiko yang luar biasa berbahaya yakni kedaulatan Khilafah bisa dikendalikan oleh swasta.
Sedangkan untuk pilihan yang kedua, Khilafah boleh melakukannya bahkan pilihan ini adalah kebijakan yang tepat. Dalil dari kebolehan Khilafah untuk mengambil strategi ini adalah perbuatan Rasul yang pernah memproteksi tanah An Naqi tempat yang terletak di Madinah Al Munawaroh untuk menjadi tempat menggembala kuda.
Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, beliau juga melakukan hal yang sama dengan memproteksi Ar rabdzah. Khalifah Umar bin Khattab juga pernah menolak membagikan tanah Irak, Syam dan Mesir kepada pasukan kaum muslimin yang ikut membebaskan tanah tersebut dengan pedang pedang mereka.
Dari hasil proteksi kepemilikan umum, negara Khilafah akan memiliki pemasukan dana yang luar biasa sehingga Khilafah bisa membiayai pembangunan infrastruktur secara mandiri.
Adapun pilihan ketiga, Khilafah hanya boleh mengambil opsi ini ketika tidak ada kas yang bisa dimanfaatkan dari Baitul Mal. Pilihan ini pun hanya digunakan untuk membiayai sarana dan prasarana vital, dan hanya diambil dari kaum muslim, laki laki dan mampu, selain itu tidak.
Seperti inilah Khilafah membangun infrastruktur. Khilafah tidak akan mendzalimi rakyatnya hanya untuk proses pembangunan justru sebaliknya Khilafah melakukan pembangunan untuk kepentingan rakyat.
Wallahu a'lam bish shawab.
Tags
Opini