Oleh: U Diar
Ramai pemberitaan mengenai Al Zaytun, muara kesimpulannya adalah adanya dugaan penyimpangan yang ada di pondok pesantren tersebut. Pasalnya di beberapa video yang beredar di dunia maya, nampak beberapa kejanggalan yang tak lazim ada dalam agama Islam.
Sebutlah ajaran menyanyikan lagu tradisional umat agama lain, melakukan shalat dengan shaff campur laki-laki dan perempuan tanpa hijab, adzan dengan menggunakan gerakan, menganggap Alquran bukan kalam Allah, dll. Respon masyarakat pun pada intinya sama, yakni menginginkan agar pesantren tersebut mau meluruskan ajarannya dan bahkan tak sedikit yang menginginkan agar dibubarkan dan santrinya dikembalikan ke masing-masing orang tua.
Pihak dan lembaga berwenang di sekitar area diinformasikan sudah pernah melakukan tabayun. Dikabarkan ada yang bisa masuk ke dalam, ada yang tidak. Termasuk belakangan, ada aksi massa yang turin langsung ke area pondok hingga berkali-kali. Namun rupanya, pondok masih tak bergeming. Diduga karena merasa ada kekuatan yang membackup.
Pemandangan ini sejatinya mengisyaratkan bahwa dalam dunia sekuler kapitalis yang saat ini sedang tengah terjadi, keyakinan di masyarakat dianggap sebagai bentuk dari kebebasan. Maknanya tak menjadi soal individu itu mau beragama atau tidak, mau meyakini satu agam atau mau mencampur adukkan ajaran agama. Sebab itu bagian dari privasi masing-masing orang. Dan negara sekuler tidak memiliki hak memaksa soal agama kepada individunya.
Oleh karena itu tak heran jika banyak yang kemudian melakukan aksi gonta-ganti agama semaunya. Atau yang terindera belakangan, pondok yang mengajarkan konsep berbeda dari intisari agama aslinya. Inilah buah yang lahir dari sekularisme itu. Tak akan digubris mau bagaimana asalkan tidak membawa-bawa agama dalam kehidupan. Dan sebenarnya sekularisme ini pula yang menjadi akar masalah persoalan beragama, mulai dari pola pikir liberalnya hingga penyimpangan pada ajaran agama.
Kondisi ini tentu tidak terjadi dalam negara yang anti sekuler. Yakni negara yang mau menjadikan Islam sebagai pondasi pengaturan umatnya. Negara berasas Islam, sebagaimana yang terjadi sejak semasa kekhalifahan Islam dulu peka bila ada urusan berkaitan dengan akidah. Peristiwa perang Riddah adalah jejak sejarah yang menunjukkan bagaimana pedulinya Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq melindungi umat agar tidak ikut murtad.
Pemimpin yang ada saat itu benar-benar menjaga agar pemeluk Islam tidak hilang, dan agar Islam tetap ada. Pemimpin seperti ini bisa tegak karena Islam yang dijadikan pondasi kepemimpinannya. Tak heran jika generasi ulama berikutnya mengungkapkan:
"Agama dan kekuasaan adalah saudara kembar. Agama sebagai asas dan kekuasaan sebagai penjaganya. Sesuatu yang tidak ada asasnya akan hancur, dan sesuatu yang tidak ada penjaganya akan hilang." (Pendapat Imam Al Ghazali).
Maka dalam konteks kepemimpinan ini, bila tidak dikuatkan dengan pondasi Islam, keberadaannya tidak kokoh untuk menegakkan kebenaran, melindungi akidah umat. Dan bila tidak dijaga oleh kepemimpinan berpondasi Islam, agama Islam juga bisa hilang karena banyaknya aliran-aliran menyimpang.
Akidah akan terjaga bila ada yang melakukan edukasi dengan benar. Edukasi ini akan melahirkan pemahaman yang benar pula, sehingga dapat diamalkan dengan benar, dapat disebar luaskan dalam keadaan benar juga. Pelaksanaan akidah yang benar akan membuahkan kepedulian amar makruf nahi munkar, sehingga bila ada yang salah tak segan meluruskan dan bila ada yang menyimpang tak lambat bertindak untuk menghentikan.
Dan untuk aktivitas memahamkan serta menyebarkan ajaran agama yang benar ini diperlukan kerjasama dari keluarga, kelompok dakwah, sekaligus pemimpin yang menjadikan Islam sebagai pondasi. Keluarga akan peka kemana menitipkan anaknya belajar agama, akan melihat lurus tidak ajarannya, tanpa sebatas melihat megah dan mewahnya bangunan.
Sedangkan kelompok dakwah sebenarnya adalah bagian dari masyarakat. Mereka dikondisikan untuk memiliki kontrol yang baik dengan amar makruf nahi munkar demi kebaikan di masyarakat. Sedangkan peran negara adalah menindak tegas jika ada ajaran agama yang disimpangkan, dengan aksi cepat dan tepat sebagaimana dicontohkan para pemimpin Islam sebelumnya. Yang berani menunjukkan gigi hanya dalam rangka menjalankan amanah yang sesuai Alquran dan Assunnah. Pelindung akidah seperti inilah yang diperlukan umat saat ini.[]
Sumber gambar: iStock