Oleh : Jessy Tiara Putri
Apa yang terlintas dibenakmu ketika mendengar kata bulu? Rata-rata ukurannya kecil, teksturnya halus, dan berjumlah banyak ini terdapat dibanyak tempat. Mulai dari hewan, tumbuhan, juga manusia. Fungsinya pun beragam, sebagai penutup tubuh, penyaring debu, penghangat pada jaket, dan lain sebagainya.
Selain itu, bulu yang halus nan lembut menciptakan kenyamanan seperti halnya ketika memeluk kucing. Tenang dan damai.
Aman dan nyaman pun bisa kita dapatkan dari hal lain, semisal perhatian pemimpin yang ditujukan pada rakyatnya. Contohnya menyediakan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan SDM, fasilitas umum yang layak, fasilitas kesehatan, pendidikan, hunian yang layak huni secara merata, serta masih banyak lagi.
Namun sayangnya, andil pemerintah dalam kesejahteraan rakyat masih banyak PR alias masih sangat minim. Tak heran kesejahteraan masih jauh dari genggaman.
Hal ini bukan tanpa sebab, bukan pula hanya sekedar opini luapan emosi semata. Melainkan fakta yang tergambar nyata. Papua salah satunya, wilayah yang mengandung emas dan barang tambang bernilai tinggi, menjadi daerah miskin dalam kurun waktu 10 tahun sudah. Bagaimana bisa toh?
Memang, sudah banyak pembangunan akses ke arah sana. Sehingga menurut angka pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2010-2022, Papua mengalami penurunan angka kemiskinan sebesar 1,61% sejak pemerintah presiden Jokowi. Namun, hal ini tidak sebanding dengan kekayaan alam yang ada. Dan sangat terlambat pembangunannya dibanding daya rusaknya. cnnindonesia.com
Jika kita hendak menelisik lebih dalam lagi. Kerusakan sungai-sungai kawasan Mimika salah satunya. Tercemar limbah tailing dari PT Freeport. Voaindonesia.com
Hal itu menyebabkan masyarakat mimika kesulitan mencari sumber air bersih, pangan dari ikan di sungai, dan akses keluar masuk menjadi mahal karna sungai yang mendangkal akibat lumpur kiriman PT Freeport.
Sudah menjadi rahasia umum penyebab utama pembangunan tidak berjalan yaitu korupsi dan 'takut' dengan negara adikuasa, berefek terus menjadi kacung di negeri sendiri. Namun, hal ini pun masih menjadi PR besar sejak Indonesia merdeka.
Inilah potret sistem kapitalisme, kesejahteraan hanya milik segelintir kelompok berduit, bukan milik bersama. Sistem hari ini menjadikan 'kesejahteraan' hanya 'mimpi' belaka, bukan sebuah keharusan. Itu akan diperbaiki jika membuat jalan mereka terseret, bukan kewajiban yang perlu diwujudkan.
Lain halnya dengan sistem Islam. Sebab aturan yang ada berasal dari Allah, bukan para perut buncit. Sehingga melahirkan kesejahteraan hakiki untuk semua generasi. Menjadikan negara memiliki indentitas murni, bukan turut jadi kacung seperti hari ini.
Oleh sebab itu, menerapkan sistem Islam bukanlah negosiasi. Melainkan kewajiban dari Allah yang telah dicontohkan oleh nabi. Allah Ta'ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam." (Q.S Al-Anbiyaa: 107)
Bukan hanya negeri ini tapi semu negeri, bukan hanya Islam melainkan seluruh alam. Maka, wajib hukumnya mengkaji agama Islam. Karna dengannya kita menjadi mengenal dan mesra terhadap rabbul 'alamin. Yuk ngaji
Tags
Opini