Oleh: Jumiran SH (Pemerhati Remaja)
Korban dan pelaku perundungan (bullying) tidak lagi memandang usia. Bahkan, siswa SD bisa saja melakukan perilaku perundungan di sekolah. Kasus perundungan yang terjadi marak terjadi di satuan pendidikan.
Seperti dilansir dari KendariNews.com (8/7), kasus perundungan atau biasa disebut dengan bullying marak terjadi di satuan pendidikan. Hal ini, mendorong Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga kota Kendari untuk gencar melakukan sosialisasi dan edukasi pencegahan perundungan di satuan pendidikan.
Kabid Pembinaan Pendidikan Dasar Dikmudora kota Kendari, Darwis S.Pd, M.Si mengatakan, bahwa pihak Dikmudora senantiasa melakukan sosialisasi kepada pihak guru dan orang tua siswa terkait perundungan atau bullying. Ia menuturkan, ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kasus perundungan yaitu bekerja sama dengan pihak stakeholder dalam lingkungan satuan pendidikan. Kerja sama yang dilakukan seperti, deteksi perundungan sejak dini, sosialisasi terkait perundungan, memberikan dukungan (kepada korban) jika sudah terjadi, membuat aturan tegas terkait perundungan dan memberikan teladan yang baik serta mengajarkan siswa untuk melawan perundungan.
Perundungan bagi setiap orang mungkin menganggap hal ini biasa saja. Hanya sebatas bersenang-senang atau hanya sekedar untuk having fun. Namun, faktanya perundungan yang terjadi telah melahirkan berbagai macam korban akibat perundungan yang di rasakan bagi si korban. Bagi mereka, orang yang merasakan perundungan, merasa harga dirinya terluka, sedih, malu, sakit hati hingga mengakibatkan depresi. Hal ini bisa mengakibatkan mereka melakukan tindakan yang tidak di inginkan seperti bunuh diri, atau hal selainnya. Jika hal ini dibiarkan, maka akan melahirkan berbagai masalah yang besar. Apalagi, perilaku buruk ini banyak terjadi di satuan pendidikan.
Bukan hanya sekedar nakal. Kenakalan pun ada batasnya. Bisa saja, yang melakukan perundungan merupakan korban. Ada juga yang ikut-ikutan, karena melihat berbagai video, film tentang kekerasan. Apalagi, dengan kemudahan akses internet, mereka dengan mudah mengakses berbagai macam tontonan di dunia Maya.
Kondisi keluarga juga bisa berpengaruh. Akibat keluarga yang broken home atau kurangnya perhatian orangtua kepada anaknya, bisa membuat anak mencari pelarian. Walhasil, demi terpuasnya ketenangan jiwa, mereka berkumpul dengan sesama pelaku perundungan yang akhirnya mereka ikut terkontaminasi.
Hal ini, tentu lahir dari masalah yang besar yakni sistem kapitalisme. Akibat penerapan sistem ini, kasus perundungan yang sudah menggejala dimana-mana. Sistem kapitalisme secara bebas membentuk jiwa yang yang jauh dari agama, lebih mementingkan urusan pribadi dan cenderung tidak peduli terhadap sesama.
Dalam sistem pendidikan misalnya, agama hanya di sampaikan di tempat-tempat taklim saja. Hanya sebatas memenuhi kurikulum, bukan membina siswa agar menjadi pribadi yang lebih baik. Keberadaan guru juga yang tidak profesional menambah catatan kelam di dunia pendidikan hari ini.
Pemberian sanksi yang tidak tegas, membuat kasus perundungan kian berulang. Para pelaku hanya mendapat peringatan, kalaupun sampai pada hukuman penjara dan pembinaan, tidak lantas memberikan efek jera bagi pelaku maupun orang lain.
Keluarga pun yang notabenenya menjadi pendidikan awal bagi anak, juga sepenuhnya tidak berjalan dengan baik. Tekanan ekonomi, membuat orangtua meninggalkan rumah demi mencari nafkah, sedangkan pengasuhan anak-anaknya diserahkan pada orang lain. Pola pengasuhan yang tidak tepat, membuat anak jauh dari agama. Sehingga, sering mencari perhatian dengan berbagai hal aneh, hingga melakukan kekerasan pada orang lain. Ditambah lagi, hilangnya kepedulian masyarakat terhadap sesama. Akhirnya, membuat mereka merasa bebas melakukan apa saja.
Oleh sebab itu, jika ingin menghilangkan kasus perundungan, perlu untuk menghilangkan sebab utamanya yakni penerapan sistem kapitalisme. Menghilangkan perundungan tak akan berhasil jika hanya sebatas sosialisasi maupun edukasi.
Islam tidak hanya sebatas agama spiritual. Namun, Islam sebagai sistem yang memiliki pengaturan menyeluruh.
Dalam sistem pendidikan, Islam memiliki kurikulum yang lengkap. Kurikulum Islam membentuk siswa memiliki kepribadian Islam. Mereka memiliki pola pikir dan pola sikap Islam, sehingga dalam melakukan perbuatan selalu bersandar pada Islam.
Kurikulum Islam juga tidak hanya sebatas taklim. Melainkan, tempat pembinaan yang berlandaskan akidah dan tsaqofah Islam. Mereka belajar Islam dan wajib mengamalkannya dalam keseharian mereka. Tidak hanya belajar kemudian melupakannya. Pendidikan Islam akan diajarkan sedari dasar agar setelah menggapai usia baliq, mereka siap melakukannya.
Pemberian sanksi juga akan memberikan efek jera bagi para pelaku dan mencegah orang lain untuk melakukan hal yang serupa. Alhasil, dengan sistem ini tidak ada yang berani melakukan tindakan kejahatan, termasuk perundungan. Disisi lain, nuansa kehidupan masyarakat akan bernuansa islami, senantiasa mengingatkan dalam ketaatan, serta saling menjaga antara satu dan yang lainnya. Dengan begitu, anak-anak pastinya akan terhindar dari kenakalan seperti kasus perundungan.
Akan tetapi, seluruh hak ini tidak akan berjalan, jika negara tidak mengambil peran dalam penerapan hukum syariat. Negara wajib mengambil aturan Islam, kemudian menerapkannya dalam sistem kehidupan. Negara, akan mengontrol semuanya, mulai dari tontonan yang menjadi tuntunan, hingga kondisi masyarakat. Jika semua terlalu, maka kasus perundungan tidak akan pernah terjadi, dan kita mampu menyelamatkan generasi kita. Wallahu a'lam bisshowab.