Oleh: Auliyaur Rasyidah
Aksi pembakaran al-Quran kembali terjadi, kali ini terjadi di Swedia dan berlangsung saat kaum muslimin tengah merayakan Hari Raya Idul Qurban. Aksi pembakaran Al-Quran ini dilakukan di depan Masjid Raya Sodermalm, Stockholm oleh seorang pria asal Irak yang pindah ke Swedia yang bernama Salwan Momika. Ia menginjak-injak Al-Qur'an sebelum membakar beberapa halamannya. Aksi ini dilakukannya atas nama kebebasan berpendapat dan berekspresi. Tidak semua warga Swedia setuju terhadap aksi tersebut. Beberapa warga yang berada di lokasi telah melakukan unjuk rasa dan menilai aksi tersebut sebagai bentuk provokasi.
Polisi setempat memberikan izin kepada pelaku untuk melakukan aksi pembakaran al-quran sebab itu adalah bentuk perlindungan terhadap hak kebebasan berpendapat dan berekspresi. Aksi ini menuai banyak kecaman dari berbagai pihak terutama kaum muslimin di berbagai belahan dunia seperti Turki, Maroko dan Irak, termasuk juga kaum muslim Indonesia. Sudarnoto Abdul Hakim, Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional (HLNKI mengatakan kejadian pembakaran Al Quran di Swedia bukanlah kali pertama. Terulangnya kasus tersebut menjadi bukti bahwa Pemerintah Swedia belum bertindak serius menanganinya, meskipun telah mendapat kecaman dan peringatan dari negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Kasus penistaan agama seperti ini terus berulang dan tidak kunjung berhenti. Kaum muslimin tidak memiliki daya untuk menghentikan dan memberikan sanksi keras terhadap para pelaku penistaan terhadap simbol-simbol dan ajaran islam itu. Kaum muslimin hanya bisa memberikan kecaman dan protes kepada pemerintah setempat yang juga tidak pernah mendapatkan respon yang memuaskan dari mereka untuk menanggapi kasus seperti ini. Desakan yang dilakukan kaum muslimin di berbagai negara pun juga tidak membuat pemerintah setempat menindak tegas pelaku dan memberikan penanggulangan agar kasus serupa tidak akan terjadi lagi.
Ibarat singa yang tak bertaring, itulah kaum muslimin saat ini. Mereka tidak memiliki kekuatan untuk menegakkan keadilan baik bagi dirinya sendiri maupun untuk umat yang lain. Mereka juga tidak memiliki kekuatan untuk membela agamanya dan melawan pihak-pihak yang memusuhi dan berusaha menghancurkannya. Kaum muslimin harus mendapatkan lagi ‘taringnya’. Yakni seorang pemimpin yang bertaqwa kepada Allah swt. dan memiliki kekuatan militer untuk membela agama islam. Sebab, hanya pemimpin seperti itu saja yang akan mau dan mampu untuk memberantas penistaan terhadap agama Allah ini. Sebab baginya ada lagi pertimbangan lain yang lebih penting dibandingkan dengan menegakkan dan membela agama Allah swt.
Melihat begitu pentingnya Al Quran, maka tidak heran bahwa setiap muslim wajib memuliakan dan mengimaninya. Bahkan, beriman pada Al Quran merupakan salah satu rukun iman umat Islam, dimana jika kita meninggalkannya maka tidak sempurna pula keislaman kita. Menurut kesepakatan para ulama, siapa pun yang menghina Al Quran, terlebih menghina atau mengatakan bahwa isi Al Quran terdapat kebohongan, maka orang tersebut bukan Islam atau telah keluar dari Islam (murtad).
Hukuman yang diberikan bagi seseorang yang menghina Al Quran adalah hukuman yang berat. Jika seseorang tersebut merupakan seorang muslim, maka dia bisa mendapat hukuman mati, sama dengan hukuman seseorang yang murtad. Jika penghina Al Quran tersebut merupakan non-Muslim Ahli Dzimmah, maka dia harus diberi hukuman berat hingga seberat hukuman mati. Sementara itu, jika penghina Al Quran tersebut merupakan non-Muslim yang bukan Ahli Dzimmah, maka pemimpin akan memperhitungkan hukumannya dengan tetap memprioritaskan kehormatan dan kepentingan Islam dan kaum muslim.
Hal ini disebut dalam Surat al Kahfi ayat 103-106, “Katakanlah maukah kami kabarkan orang-orang yang paling merugi amalannya? Yaitu mereka orang-orang yang sesat dalam kehidupan dunia tetapi mereka mengira sedang berbuat kebaikan. Mereka itulah orang-orang yang kafir dengan ayat-ayat Tuhan mereka dan pertemuan dengan-Nya. Maka hapuslah amalan mereka dan kami tidak akan menimbang amalan mereka pada hari kiamat. Demikianlah balasan untuk mereka dengan Jahanam atas kekafiran mereka dan sikap mereka yang menjadikan ayat-ayat kami dan rasul sebagai olok-olok.”
Oleh karena itu, segala bentuk penghinaan atau pelecehan terhadap agama Islam dan segala syiarnya sama saja dengan ajakan berperang. Tindakan ini akan membahayakan keutuhan dan persatuan umat Islam. Maka, pelaku penghinaan itu haruslah diberi tindakan tegas oleh pemimpin tunggal kaum muslimin yaitu Khalifah. Seperti halnya Nabi Muhammad yang pernah memaklumkan perang terhadap Yahudi Bani Qainqa’. Hal ini disebabkan kaum Yahudi ini telah merusak atau menodai kehormatan seorang Muslimah pada saat itu. Nabi Muhammad pun mengusir kaum Yahudi ini keluar dari Madinah karena dianggap mereka telah melanggar perjanjian dengan negara. Namun perlu digarisbawahi bahwa penegakan hukum tersebut adalah wilayah pemimpin bukan individu orang. Para ulama menegaskan: “Tidak boleh menegakkan hukum had kecuali bagi imam atau perwakilannya”. (Syarh Shahih Muslim, An Nawawi, 11/193-194). Maka dari itu, sudah menjadi kewajiban bagi kaum muslimin untuk menegakkan negara islam dan mengangkat Khalifah agar hukum Allah swt. terhadap para pelaku penistaan Al-Quran ini dapat ditegakkan, berikut dengan hukum-hukum Allah yang lainnya.
Tags
Opini