Korupsi Berjamaah Saling Menutupi, Di Akherat Tanggung Sendiri-Sendiri




Oleh : Lilik Yani (Muslimah Peduli Umat)

Begitu mengherankan ulah manusia di dunia. Melakukan kejahatan tiada malunya. Dulu ketika berbuat jahat diketahui orang lain, malu tak terkira. Seolah tak berani bertemu muka. Bagaimana sekarang?

Berbuat kejahatan berjamaah ide kreatifnya. Alasannya sudah tahu sama tahu, sama-sama membutuhkan, bisa saling menutupi satu sama lain atas kejadian yang ada. Berbuat kejahatan dianggap hal biasa, tak ada takutnya lagi. Dulu takut diketahui temannya

Liputan6.com, Kinerja Bea Cukai tengah menjadi sorotan publik. Setelah sebelumnya diributkan dengan para pejabatnya yang pamer harta, kemudian impor pakaian bekas, lanjut kasus Fatimah Zahratunnisa, anak Gus Dur Alissa Wahid kopernya diacak-acak, hingga yang terbaru terbongkarnya kejahatan korupsi sistematis di Bea Cukai mengenai pungutan IMEI atas HP.

Jahatnya lagi, kejahatan korupsi berjamaah ini diduga melibatkan pegawai Bea Cukai dari tingkat menengah, hingga pejabat Eselon II. Alasannya sederhana, sama-sama tahu dan saling menutupi demi menjaga nama baik para pihak yang terlibat dan instansi Bea Cukai itu sendiri.

Kejahatan Berjamaah Bisa Berubah Menjadi Kebenaran 
    
Suatu saat nanti, akan ada banyak hal, yang saat ini dianggap sebagai suatu kejahatan menjadi sesuatu yang dibenarkan, karena semakin banyak yang melakukannya. Saat itu orang-orang yang tetap berkomitmen menganggapnya sebagai sebuah kejahatan jumlahnya semakin sedikit, terkucil dan terpinggirkan oleh lingkungan.

Mereka kalah jumlah dan kualitas dari orang-orang yang melakukan kejahatan tersebut. Jika kita berbuat jahat, dan banyak teman kita yang juga melakukannya, maka bisa jadi kejahatan itu menjadi sebuah kebenaran, saya menyebutnya kebenaran berjamaah, karena banyak yang melakukannya. Dan pada akhirnya orang menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa saja.

Kejahatan yang pertama adalah korupsi, yang paling sering terjadi adalah penyuapan. Semakin banyak orang yang secara terang-terangan melakukan suap-menyuap, tanpa merasa malu. Bentuk suap juga bermacam-macam, ada yang menyuap supaya urusannya menjadi lancar. Ada juga penyuapan supaya tidak diproses sesuai peraturan, contohnya ketika kita ditilang oleh polisi, kita mengajukan damai tanpa sidang.  Dengan membayar sejumlah uang, normalnya pemberian uang itu kita sebut sebagai sebuah kejahatan.

Tapi tidak bagi beberapa orang yang sudah pernah melakukan penyuapan tersebut, alasan mereka adalah karena banyak orang yang melakukannya. Sehingga mereka merasa bahwa perbuatan tersebut bukanlah suatu kejahatan.

Kejahatan selanjutnya adalah perzinahan, semakin banyak orang yang melakukannya, bahkan hasil survey dari KPA menyebutkan bahwa lebih dari 60% remaja SMP di Indonesia sudah tidak perawan lagi. Padahal survey tersebut di lakukan ditahun 2008, jika dilakukan ditahun 2012, mungkin akan lebih banyak lagi remaja SMP yang sudah tidak perawan lagi.

Survey tersebut mengindikasikan bahwa, perzinahan bukanlah menjadi barang yang tabu bagi masyarakat kita, semakin banyak orang yang melakukannya, akhirnya menjadi kebiasaan yang tidak lagi dianggap sebagai sebuah kejahatan.

Masih banyak kejahatan bentuk lain yang bisa berubah menjadi kebenaran, kita tidak lagi takut dan merasa berdosa ketika melakukannya. Karena semakin banyak orang yang melakukannya, pada akhirnya kejahatan tersebut menjadi sebuah kebenaran.

Ketika kejahatan berjamaah berubah menjadi kebenaranw, dan tidak ada lagi orang-orang yang baik, tidak ada lagi orang-orang yang berkomitmen pada kebenaran sejati saat itulah kehancuran sebuah negara sampai pada puncaknya.

Lepas Pengadilan Dunia, Di Akherat Hadapi Sendiri-sendiri

Berapa banyak kejahatan yang bisa lolos dari sidang pengadilan dunia. Polisi, Jaksa, Hakim bisa disuap agar pelaku kejahatan lolos dari persidangan. Masalahnya bagaimana cara menghindari sidang akherat?

Tak ada seorangpun yang bisa lepas dari sidang Allah di akherat kelak. Banjir keringat bisa terjadi, karena manusia sangat ketakutan, mencekam suasana saat itu. Tak ada yang terlewat meski sebesar dzarrah. Semua ada nilainya, semua ada sanksinya. Amal baik mendapat pahala, amal buruk akan mendapatkan dosa.

Lebih dari itu, di akherat sidangnya sendiri-sendiri, bukan berjamaah. Jadi jika di dunia ada benteng yang menghalangi agar kebal sanksi, maka di akherat siapa yang berani menjadi benteng, sementara masing-masing diri harus mempertanggungjawabkan amal ibadah sendiri-sendiri.

QS. Al-An’am Ayat 94

وَلَقَدۡ جِئۡتُمُوۡنَا فُرَادٰى كَمَا خَلَقۡنٰكُمۡ اَوَّلَ مَرَّةٍ وَّتَرَكۡتُمۡ مَّا خَوَّلۡنٰكُمۡ وَرَآءَ ظُهُوۡرِكُمۡ‌ۚ وَمَا نَرٰى مَعَكُمۡ شُفَعَآءَكُمُ الَّذِيۡنَ زَعَمۡتُمۡ اَنَّهُمۡ فِيۡكُمۡ شُرَكٰٓؤُا‌ ؕ لَقَدْ تَّقَطَّعَ بَيۡنَكُمۡ وَضَلَّ عَنۡكُمۡ مَّا كُنۡتُمۡ تَزۡعُمُوۡنَ

Dan kamu benar-benar datang sendiri-sendiri kepada Kami sebagaimana Kami ciptakan kamu pada mulanya, dan apa yang telah Kami karuniakan kepadamu, kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia). Kami tidak melihat pemberi syafaat (pertolongan) besertamu yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu (bagi Allah). Sungguh, telah terputuslah (semua pertalian) antara kamu dan telah lenyap dari kamu apa yang dahulu kamu sangka (sebagai sekutu Allah).

Setelah menjelaskan keadaan para pendurhaka ketika menghadapi tekanan sakratulmaut, ayat ini menjelaskan tentang keadaan mereka setelah roh terpisah dari jasad mereka. Dan kamu, setelah dicabut rohmu dan sekian lama menunggu di alam barzakh, akan benar-benar datang sendiri-sendiri kepada Kami sebagaimana Kami ciptakan kamu pada mulanya, yakni ketika lahir ke dunia. 

Dan apa yang telah Kami karuniakan kepadamu seperti harta benda, anak, kerabat, dan lainnya, kamu tinggalkan di belakangmu di dunia. Kami tidak melihat pemberi syafaat, yakni pertolongan, besertamu yang dulu kamu sembah dan yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu bagi Allah. Sungguh, telah terputuslah semua pertalian antara kamu dan telah lenyap dari kamu apa yang dahulu kamu sangka sebagai sekutu Allah.

Allah menjelaskan nasib orang-orang zalim di hari Kiamat. Mereka datang menghadap Allah sendiri-sendiri dengan tidak membawa harta benda, anak dan pangkat, terlepas dari kebanggaan, dukungan dan kedudukan duniawi. 

Berhala-berhala yang dikira dapat memberikan syafa'at, tidak ada gunanya sama sekali. Keadaan mereka seperti diciptakan pada pertama kalinya, pada waktu mereka berada dalam kandungan ibu, seperti dijelaskan dalam hadis:

"Wahai manusia, sebenarnya kamu akan dikumpulkan kehadirat Allah di padang Mahsyar dalam keadaan tidak bersepatu, tidak berpakaian dan tidak berkhitan sebagaimana Kami memulai penciptaan pertama kali, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah janji yang pasti Kami tepati, bahwa kami benar-benar akan melaksanakannya." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu 'Abbas)

Mereka meninggalkan di dunia apa saja yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka, yang menjadi kebanggaan mereka, yaitu harta benda, anak, isteri dan kedudukan yang menyebabkan mereka congkak dan tidak mau beriman kepada Rasul-rasul. Semuanya tidak dapat menolong mereka dari siksa Allah di akhirat.

Allah menjelaskan bahwa Dia tidak akan mempedulikan apa saja yang mereka anggap dapat memberi syafa'at; baik itu berupa berhala-berhala yang mereka persekutukan dengan Allah atau pendeta-pendeta yang mereka anggap sebagai perantara yang dapat menghubungkan doa mereka kepada Allah. Tegasnya pada hari itu tidak dipedulikan syafa'at dan tebusan, masing-masing orang bertanggung jawab terhadap amalnya sendiri-sendiri. 

Pada hari itu masing-masing manusia terpisah dari segala sesuatu yang biasanya menjadi kebanggaan mereka di dunia. Harapan mereka telah pupus karena apa yang mereka sangka tidak pernah tiba. Syafa'at dan tebusan yang mereka duga akan dapat menolong mereka, sedikit pun tidak memenuhi harapan mereka.

Pentingnya Pemimpin yang Mengajak Kembali pada Islam

Banyaknya kejahatan berjamaah tidak bisa dilerai sendiri-sendiri. Harus ada pemerintah yang mengatur bahwa merajalelanya kejahatan yang menimpa negeri ini karena tak mau diatur dengan aturan Allah.

Bagaimana bisa berjalan teratur jika aturan yang dipergunakan melawan aturan Allah? Pelaku kejahatan lebih banyak daripada yang memilih konsisten dalam kebenaran. Justru banyak umat yang masih komitmen lurus tapi terkontaminasi berbuat jahat. Hingga kejahatan yang dilakukan secara berjamaah itu menjadi lumrah. Jadilah kejahatan berjamaah itu dianggap benar, sementara yang memilih istikamah di jalan kebenaran dianggap asing.

Peran negara sangat dibutuhkan, dibantu ulama shaleh untuk menjelaskan benar atau salah itu ada landasannya yaitu syariat Islam. Bukan karena dominasi hawa nafsu, yang banyak pendapatny yang benar. Namun hukum Islamlah sebagai sumber aturan yang benar.

Kebijakan negara harus tegas dalam hal ini. Pemimpin negara yang menerapkan aturan Islam yang bisa mengatasi agar umat sadar dan taubat atas kesalahan selama ini.

Standart kebenaran adalah hukum syara, bukan karena jumlah pelaku kejahatan yang banyak hingga menjadi biasa dan dianggap benar.

Padahal yang benar harus dikatakan benar menurut aturan Allah. Yang salah juga tetap disebut salah karena melawan arau bertentangan dengan hukum syara. Sudah saatnya kembali menjalankan ketaatan kepada Allah sesuai aturan Islam.

Wallahu a'lam bish shawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak