Oleh : Hasna Hanan
Rakyat semakin cerdas dalam menyikapi politik, meskipun belumlah memahami secara utuh dan sempurna tentang makna politik itu sesungguhnya, yang mereka tahu bahwa politik saat ini tidak ada bedanya dengan yang sebelumnya, hanya mencari suara dan janji-janji saja yang realitanya ketika terpilih mereka tidak memenuhinya.
Hal inilah yang menguji keberadaan DPR dan parpol dalam kinerjanya apakah sudah memenuhi amanah rakyatnya dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan tren kepercayaan publik terhadap sembilan lembaga negara. Dua terendah adalah dari sembilan lembaga tersebut adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan partai politik.
Kepercayaan publik terhadap DPR sebesar 68,5 persen, terbagi sangat percaya (7,1 persen) dan cukup percaya (61,4 persen). Sedangkan yang kurang percaya (26,6 persen) dan tidak percaya sama sekali 3,1 persen).
Sedangkan yang menyatakan kurang percaya (3,5 persen) dan tidak percaya sama sekali (0,5 persen).
Adapun partai politik, kepercayaan terhadap lembaga tersebut sebesar 65,3 persen, dengan sangat percaya (6,6 persen) dan cukup percaya (58,7 persen). Kemudian yang tidak percaya (29,5 persen) dan tidak percaya sama sekali (2,8 persen).
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin mengatakan
"Tidak serendah September 2017, saat itu kepercayaan terhadap partai politik hanya 39 persen. Sekarang PR partai politik, DPR adalah bagaimana meningkatkan trustnya, minimal di atas 70 ya. Kalau 60-an itu di kampus itu nilainya masih C ya, jadi minimal 70 biar dapat B," ujar Burhanuddin.
Sementara itu pembelaan diungkapkan terkait menurunnya kinerja DPR dan parpol oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus anggota Komisi III DPR Habiburokhman,
"Tidak seperti di dalam satu institusi sebagaimana di lembaga eksekutif yang namanya kerjanya lebih integratif. Sehingga tidak ada fungsi khusus di DPR yang bertugas untuk misalnya menaikkan kepercayaan publik ini," ujar Habiburokhman.
Di samping itu, ia menilai rendahnya kepercayaan menunjukkan tingginya ekspektasi publik terhadap kinerja DPR. Khususnya dalam menjalankan tiga fungsi utamanya, yakni legislasi, pengawasan, dan anggaran.
"Jadi kita diharapkan ini bekerja sangat baik, sehingga kalau kita bekerja dengan biasa-biasa saja ya tetap itu tidak akan berpengaruh banyak, kita dituntut untuk bekerja luar biasa,"
Menurutnya pula," ada 575 orang yang memang kita kerjanya independen satu sama lain, walaupun kita produknya sama," ujar Habiburokhman dalam diskusi yang digelar Indikator Politik Indonesia, Ahad (2/7/2023).
Sistem kapitalisme demokrasi sekuler meniscayakan ketidakpercayaan publik terhadap DPR dan parpol terjadi, pasalnya rakyat merasa selama ini telah dibohongi dan amanah yang diberikan berupa suara itu tidak diterima timbal baliknya dalam bentuk kesejahteraan dan pelayanan kebutuhan yang sesuai dengan harapannya, muncul istilah diperalat untuk kepentingan peng-peng (penguasa dan pengusaha) yang duduk dalam dua lembaga tersebut.
Hal ini tidak akan pernah terjadi ketika mereka penguasa yang mendapat amanah suara dari rakyat menjalankannya sesuai keinginan rakyat dan tidak ada penyelewengan atau khianat terhadap kepercayaan tersebut.
Islam telah menjadikan keberadaan amanah bagi penguasa yang telah diberikan umat dijalankan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab, semata itu bagian dari kewajiban seorang pemimpin yang nanti akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT.
Menurut Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitab Pembentukan Partai Politik, dikemukakan bahwa kuat lemahnya suatu partai politik, ditentukan oleh 4 faktor pembentukannya.
Pertama, kekuatan pemikiran yang melandasi partai itu ada. Dalam sistem demokrasi seperti saat ini, partai yang terbentuk mengadopsi pemikiran yang lahir dari sistemnya. Sistem ciptaan manusia yang meniscayakan segala sesuatu kepada akal manusia yang lemah dan terbatas. Sehingga hasil pemikiran itu lemah dan bisa menimbulkan perselisihan.
Kedua, metode yang digunakan partai tersebut untuk mencapai tujuan. Dalam sistem demokrasi, kekuasaan dan kedaulatan ada di tangan rakyat. Untuk mencapai kekuasaan, cara apapun dilakukan agar mendapat dukungan rakyat. Saat pesta demokrasi tiba, partai-partai yang ada berebut menarik simpati dan suara rakyat. Iming-iming janji, bantuan sosial, atau suap pun dijabani. Mirisnya, pasca rakyat memilihnya, mereka lupa janji dan mengutamakan kepentingan diri dan partainya. Sedangkan kepentingan rakyat diabaikan.
Ketiga, orang-orang yang tergabung di dalamnya. Apakah memiliki visi dan misi yang sama untuk mencapai tujuan? Ikhlas dalam menjalankan tugas dan perannya? Ataukah hanya demi ambisi kekuasaan?
Keempat, ikatan yang mengikat orang-orang dalam partai tersebut. Apakah ikatan kepentingan atau nasionalisme? Kedua ikatan tersebut bersifat temporal. Jika ikatan kepentingan saja yang melandasi, rentan hilang apalagi sudah tidak ada kesamaan kepentingan lagi. Partai bisa bubar atau terpecah. Sedang ikatan nasionalisme, hanya akan muncul jika ada ancaman saja.
Hakikatnya aktivitas partai politik adalah untuk melakukan dakwah amar makruf nahi munkar. Dalam konteks sistem pemerintahan, fungsi dan peranan parpol ini adalah untuk melakukan muhasabah (kritik) atas kebijakan pemerintah agar tidak membuat kebijakan yang dapat menyengsarakan rakyat. Parpol ada demi kepentingan rakyat. Bukan butuh rakyat karena suaranya saja. Setelah itu, rakyat ditinggalkan.
Saat ini, rakyat membutuhkan partai yang memahami betul perannya. Siap membantu dan mengingatkan rakyat dalam beramar makruf nahi munkar. Berani mengkritik kebijakan yang menzalimi rakyat. Berada di garda terdepan dalam membela kepentingan rakyat. Juga ikhlas berjuang untuk memperbaiki kondisi rakyat.
Begitu juga keberadaan DPR telah mengambil posisi seperti eksekutif, tak lagi mewakili aspirasi rakyat yang memilihnya. DPR telah menganggap, kehadiran rakyat cukup untuk didengar, ditampung, tetapi tidak untuk ditindaklanjuti.
DPR telah berubah menjadi 'Dewan Pengkhianat Rakyat', karena dalam banyak isu yang berkaitan dengan hajat rakyat DPR justru menyelisihi aspirasi rakyat. DPR telah kembali menjadi stempel politik eksekutif, persis seperti di era Orde Baru.
Walhasil hanya kepada sistem Islamlah kepercayaan akan dibangun dengan ikatan Aqidah Islam, dan amanah rakyat dijalankan oleh penguasa dalam kewajibannya menerapkan aturan Islam untuk meriayah dan mensejahterakan kebutuhan rakyatnya.
Wallahu'alam bi ash-showab.