Oleh : Arini
Berdasar tim nasional percepatan penanggulangan kemiskinan (TNP2K) pada 2021, seseorang dikategorikan miskin ekstrem jika biaya kebutuhan hidup sehari-harinya berada di bawah garis kemiskinan ekstrem atau setara dengan 1,9 dolar AS purchasing power parity (PPP). PPP ini ditentukan menggunakan absolute poverty measure yang konsisten antar negara dan antar waktu. Dengan kata lain, seseorang dikategorikan miskin ekstrem jika pengeluarannya di bawah Rp10.739 per orang per hari atau Rp322.170 per orang per bulan. Tirto.id, (9/6/2023).
Tingginya angka kemiskinan ekstrim berkorelasi dengan ketimpangan ekonomi penduduk yang ditunjukkan dengan meningkatnya gini ratio. Gini ratio menggambarkan ketimpangan pengeluaran penduduk. Nilai gini ratio berada di antara 0 dan1. Semakin tinggi gini ratio atau semakin mendekati angka 1, maka akan semakin tinggi ketimpangan. Sebaliknya, semakin rendah angkanya atau semakin mendekati angka 0, maka pengeluaran semakin merata. Ketimpangan ekonomi menjadikan kekayaan berputar pada segelintir orang saja.
Siapa mereka?.
Yaitu para pengusaha kapitalis yang menguasai kekayaan alam berkat izin dan fasilitas yang diberikan oleh para penguasa korup. Itulah sebabnya, di wilayah penghasil CPO dan batu bara, rakyatnya tetap miskin, bahkan terjadi kemiskinan ekstrim. Mayoritas rakyat memperebutkan remah-remah ekonomi dengan bekerja menjadi buruh berupah rendah di kebun-kebun sawit dan tambang batu bara. Dua komoditas ini merupakan primadona dunia dari Indonesia, tetapi nasib rakyat pemiliknya sekelam batu bara tersebut. Kemiskinan adalah salah satu konskuensi dari penerapan sistem kapitalisme, karna dalam sistem ini negara hanya sebagai regulator dan bukan penanggung jawab nasib umat. Secara mendasar, kapitalisme berpaham laissez-faire (biarkan berbuat/terjadi), yakni membebaskan ekonomi berjalan alami tanpa intervensi (aturan). Setiap orang bebas berkompetisi tanpa ada halangan regulasi.
Islam Solusi Kemiskinan Ekstrim
Islam memandang bahwa masalah kemiskinan adalah masalah tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer (pokok) secara menyeluruh. Syariat Islam telah menentukan kebutuhan primer itu (yang menyangkut eksistensi manusia) berupa tiga hal, yaitu sandang, pangan, dan papan. Allah SWT berfirman :
“Kewajiban ayah adalah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.” (TQS. al-Baqarah [2]: 233).
“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal sesuai dengan kemampuanmu.” (TQS. ath-Thalaq [65]: 6)
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa tiga perkara, yaitu sandang, pangan, dan papan, tergolong pada kebutuhan primer yang berkait erat dengan kelangsungan eksistensi manusia. Apabila kebutuhan primer ini tidak terpenuhi, maka dapat berakibat pada kehancuran atau kemunduran eksistensi manusia. Dengan demikian, seseorang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya dapat digolongkan pada kelompok orang-orang yang fakir ataupun miskin.Sementara itu, orang miskin adalah orang yang tak punya harta (uang), sekaligus tak punya penghasilan (Nidzamul Iqtishadi fil Islam, hlm. 236, Darul Ummah-Beirut).
Dalam pandangan sistem ekonomi Islam, munculnya kemiskinan adalah dampak dari buruknya distribusi kekayaan di tengah masyarakat. Kesejahteraan rakyat dapat terwujud dengan penerapan sistem Islam yang sahih dan keberadaan negara yang menjalankan sistem tersebut, yakni Khilafah Islamiyah. Islam memiliki cara yang khas dalam menyelesaikan masalah kemiskinan. Syariat Islam memiliki banyak hukum yang berkaitan dengan pemecahan masalah kemiskinan, baik kemiskinan alamiah, kultural, maupun struktural. Namun, hukum-hukum itu tidak berdiri sendiri, tetapi memiliki hubungan sinergis dengan hukum-hukum lainnya. Jadi, dalam menyelesaikan setiap masalah, termasuk kemiskinan, Islam menggunakan pendekatan yang bersifat terpadu. Solusi Islam untuk menyelesaikan masalah kemiskinan adalah sebagai berikut:
munculnya kemiskinan adalah dampak dari buruknya distribusi kekayaan di tengah masyarakat. Kesejahteraan rakyat dapat terwujud dengan penerapan sistem Islam yang sahih dan keberadaan negara yang menjalankan sistem tersebut, yakni Khilafah Islamiyah. Islam memiliki cara yang khas dalam menyelesaikan masalah kemiskinan. Syariat Islam memiliki banyak hukum yang berkaitan dengan pemecahan masalah kemiskinan, baik kemiskinan alamiah, kultural, maupun struktural. Namun, hukum-hukum itu tidak berdiri sendiri, tetapi memiliki hubungan sinergis dengan hukum-hukum lainnya. Jadi, dalam menyelesaikan setiap masalah, termasuk kemiskinan, Islam menggunakan pendekatan yang bersifat terpadu.
Jaminan Pemenuhan Kebutuhan Pokok (Primer)
Islam memberikan jaminan atas pemenuhan kebutuhan pokok dengan menjadikan negara sebagai penjamin pemenuhan kebutuhan pokok tersebut. Selain kebutuhan pokok individu, negara pun menjamin pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, yakni kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok dalam Islam diwujudkan dalam mekanisme sebagai berikut:
Mewajibkan laki-laki memberi nafkah kepada diri dan keluarganya Islam mewajibkan laki-laki yang mampu untuk bekerja mencari nafkah dalam rangka memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Allah SWT berfirman,
“Maka berjalanlah ke segala penjuru, serta makanlah sebagian dari rezeki-Nya.” (TQS. al-Mulk [67]: 15).
Islam sebagai sebuah ideologi yang sahih memiliki cara-cara yang lengkap untuk mengatasi berbagai problem manusia, termasuk problem kemiskinan. Dari pembahasan ini, tampak bagaimana keandalan Islam dalam mengatasi problem kemiskinan. Dengan demikian, persoalan kemiskinan, termasuk kemiskinan ekstrem akan bisa terselesaikan jika Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Apabila saat ini kita menyaksikan banyak kemiskinan yang justru melanda umat Islam, hal itu disebabkan mereka tidak hidup dalam naungan Islam. Allah SWT berfirman :
Barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (TQS. Thahaa [20]: 124).
Wallahu a’lam Bishshawwab
Tags
Opini