Oleh : Zunairoh
Bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kerap terjadi di Indonesia terutama di daerah provinsi Sumatra dan Kalimantan. Di Kalimantan Selatan, Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB) BPBD melaporkan luas total sementara kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mencapai 163,15 hektare hingga Sabtu (24/6) . Sedangkan, di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau karhutla meluas hingga ke kawasan suaka margasatwa dan kebun kelapa sawit milik masyarakat. Menurut Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau German Hasibuan, kebakaran dipicu oleh aksi pembukaan lahan dengan cara membakar untuk perkebunan kelapa sawit dan menduga sekelompok warga telah membakar habitat Gajah Sumatera. (www.medcom.id, 25/06/2023)
Demikian juga di Kalimantan Timur, ditemukan semakin banyak titik panas karhutla bermunculan. “Sebanyak 20 titik panas tersebut terpantau pada Kamis mulai pukul 01.00 hingga 17.00 WITA,” kata Koordinator Bidang Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Kelas 1 Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan BMKG Balikpapan Diyan Novrida di Balikpapan, Kamis (22/6/2023). Karhutla juga terjadi di komplek bandara udara di Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh dan Banjarbaru Kalimantan Selatan namun BMKG menyebutkan bahwa hingga saat ini belum berdampak ke aktivitas penerbangan. (news.republika.co.id, 21/6/2023)
Ada dua faktor yang menyebabkan tejadinya karhutla yaitu pertama faktor alami misalnya pengaruh El-Nino yang menyebabkan kemarau panjang sehingga tanaman menjadi kering dan mudah terbakar. Kedua, faktor manusia contohnya pembukaan lahan dengan cara membakar. Menurut Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau Genman Hasibuan, kebakaran dipicu oleh aksi pembukaan lahan dengan cara membakar untuk perkebunan kelapa sawit. (www.medcom.id, 25/06/2023).
Kebakaran hutan yang disebabkan oleh faktor alam tidaklah menimbulkan kerugian yang besar bila dibandingkan dengan faktor kesengajaan manusia. Allah SWT berfirman “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat ) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar). “ (QS Ar Rum : 41) Perilaku masyarakat ini terjadi karena dorongan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (ekonomi) yang tidak dijamin oleh negara.
Sementara negara justru dengan mudah memberi konsesi hutan pada perusahaan besar swasta bahkan asing untuk mengelola lahan yang awalnya hutan gambut atau lindung tanpa memperdulikan dampaknya. Terlebih adanya kebutuhan untuk memperbanyak perkebunan sawit yang menjadi sumber biofuel yang hanya menguntungkan para korporasi.
Dalam Islam, hutan merupakan bagian dari kepemilikan umum, milik bersama kaum muslim dan mereka berserikat dalam kepemilikan tersebut. Sehingga, setiap individu dibolehkan mengambil manfaat dari hutan, namun dilarang untuk memilikinya secara pribadi. Rasulullah saw bersabda : “Kaum Muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api.” (HR. Abu Daud). Negara akan mengelola dan mendistribusikan hasil hutan untuk kemaslahatan umat. Tidak boleh diserahkan kepemilikannya kepada indivudu atau swasta bahkan asing.
Selain itu, Islam memberikan tuntunan tentang kewajiban rakyat untuk memjaga keselamatan manusia dan juga alam. Dengan menanamkan kesadaran bahwa menjaga kelestarian alam merupakan bagian dari ibadah yang akan meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Kesadaran seperti ini terus diajarkan sejak dini sehingga dapat membentuk kepribadian Islam seperti menjaga lingkungan sekitar, membuang sampah pada tempatnya, tidak merusak hutan dll
Butuh keseriusan untuk mengakhiri bencana karhutla agar tidak berulang setiap tahun yang sangat merugikan negara. Maka negara butuh sistem yang tepat untuk menyelesaikannya. Mengingat pengrusakan (pembakaran) hutan adalah salah satu bentuk pelanggaran dan aktivitas yang melampaui batas maka negara akan memberi sangsi yang tegas berupa ta’zir hingga mampu menimbulkan efek jera dan penebus dosa bagi pelakunya. Itulah bentuk tanggung jawab negara dalam melakukan antisipasif secara komprehensif untuk mencegah kemadharatan bagi semua pihak akibat bencana alam dengan kembali menerapkan hukum Allah SWT.
Wallahu a’alam bish-showab.