Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Kepala Bidang Kesehatan Hewan DPKH Gunungkidul Retno Widyastuti menyatakan, berdasarkan penelusuran, terdapat enam sapi dan enam kambing di Padukuhan Jati, Semanu yang terkonfirmasi Antraks sejak November 2022 lalu. Hal ini terkait seorang warga Padukuhan Jati yang meninggal dunia di RS Sardjito, Yogyakarta dalam kondisi positif antraks.
“Semuanya tidak ada wujudnya. Semuanya dikonsumsi. Kami memeriksa tanah lokasi penyembelihan dan ada spora antraksnya,” kata Retno. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyebut, berdasarkan data Kemenkes, terdapat tiga orang yang meninggal karena antraks di Kapanewon Semanu, Gunungkidul. “Ada tiga yang dilaporkan, tapi masih akan dikonfirmasi ulang karena satu suspek dan dua dengan gejala antraks,” kata Siti. Kini sudah tiga orang meninggal dunia di Dusun Jati, Desa Candirejo dengan riwayat menyembelih daging sapi yang sudah mati.
Salah satu dari mereka, yang meninggal pada tanggal 4 Juni lalu, dites positif untuk antraks. Sampai Rabu (05/07), Kementerian Pertanian mencatat 12 ekor hewan ternak mati , enam sapi dan enam kambing sementara 85 warga positif antraks berdasarkan hasil tes serologi yang dilakukan Kementerian Kesehatan.
Ketika Adat Lebih Tinggi dari Syariat
Ternyata di sekitaran Gunung Kidul, masih terpelihara dengan apik tradisi Mbrandu atau purak, di mana masyarakat menyembelih hewan yang mati atau kelihatan sakit dan membagi-bagikannya. Tradisi ini lestari dengan maksud menunjukkan simpati kepada keluarga yang kehilangan sapi. Namun ternyata inilah juga yang disebut menjadi faktor yang paling meningkatkan risiko terjadinya kasus antraks (tribunnews.com, 9/7/2023).
Antraks adalah penyakit bakterial bersifat menular akut pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Antraks bermakna “batubara” dalam bahasa Yunani, dan istilah ini digunakan karena kulit para korban akan berubah hitam.
Ternak dapat terinfeksi penyakit Antraks apabila memakan pakan atau meminum air yang terkontaminasi spora tersebut atau jika spora mengenai bagian tubuh yang luka. Ternak penderita dapat menulari ternak yang lain melalui cairan (eksudat) yang keluar dari tubuhnya. Sedangkan sporanua bisa bertahan di tanah hingga 80 tahun.
Konsumsi Hewan yang Sakit Potret Buram Kelalaian Penguasa
Budaya brandu jelas menunjukkan potret kemiskinan yang parah di tengah masyarakat. Di sisi lain, juga menggambarkan betapa rendahnya tingkat literasi sehingga biasa mengkonsumsi binatang yang sudah sakit. Sekalipun atas nama simpati, kearifan lokal dan lainnya, jika mereka Muslim tentulah paham.
Hal itu menggambarkan lalainya penguasa dalam mengurus rakyat, sehingga tradisi yang membahayakan tetap berlangsung, bahkan yang melanggar aturan agama yang mengharamkan memakan bangkai. Allah SWT berfirman yang artinya,”Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala.” [QS Al-maidah: 3].
Semestinya pemerintah bisa mitigasi bencana KLB ini, sebab urusannya adalah nyawa, negara seharusnya yang menjamin kesehatan rakyatnya. Sistem Islam akan menjamin rakyat hidup sejahtera dan terdidik sehingga paham aturan agama maupun aturan terkait dengan kesehatan dirinya. Maka, negara akan fokus pada sistem pendidikan yang akan mengajarkan tehnologi dan sains yang keduanya sangat sangat berpotensi menjadikan negara kuat dan mandiri.
Demikian pula dengan kepercayaan terhadap adat yang tinggi melebihi syariat, harus dihapuskan dan diganti dengan syariat Kaffah. Jaminan kesejahteraan bagi individu masyarakat juga harus dilakukan oleh negara, baik dengan membuka lapangan pekerjaan, memudahkan petani, peternak ketika hendak melakukan usaha mereka. Dan menjamin seluruh kebutuhan publik seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan.
Pun negara akan memberikan hukuman kepada mereka yang melaggar aturan syariat agar jera bagi yang melihat dan berniat melakukan yang serupa. Demikian juga menjadi penebusan. Semua hanya bisa diterapkan pada sistem khilafah, bukan kapitalisme sebagaimana hari ini. Wallahu a’lam bish showab.