Oleh : Fenti
Juli 2025 pemerintah berencana untuk menaikkan iuran BPJS kesehatan. Kenaikan iuran ini berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) no 64 tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Perpres no 82 tahun 2018 tentang besaran iuran jaminan kesehatan ditinjau paling lama 2 tahun sekali.
Perubahan tarif BPJS ini akan dikukuhkan melalui Peraturan Menteri Kesehatan no 3 tahun 2023 yang menunggu disahkan oleh Presiden, sebagai revisi ketiga dari Perpres no 82 tahun 2018, seperti yang disampaikan oleh Muttaqin sebagai anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
Rencana kenaikan iuran BPJS ini menimbulkan penolakan salah satunya kelompok buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang melakukan aksi penolakan rencana penghapusan Kelas Rawat Inap menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS JKN) yang diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan, karena hal tersebut dinilai berpotensi dijadikan alasan untuk kenaikan iuran BPJS.
Pemerintah memberikan alasan bahwa kenaikan iuran BPJS ini disebabkan karena perkiraan BPJS akan mengalami defisit anggaran pada Agustus – September 2025 sebesar Rp 11 triliun. Hal itu disebabkan banyaknya pasien yang memanfaatkan BPJS, lalu banyak peserta BPJS yang tidak membayar iuran serta ada perusahaan yang disinyalir belum memasukkan karyawannya ke BPJS.
Sejatinya, negaralah yang seharusnya bisa menjamin kesehatan rakyatnya. Namun, kondisi keuangan negara dianggap tidak memungkinkan memenuhi pembiayaan kesehatan semua rakyatnya. Oleh karena itu negara menjadikan BPJS sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan kesehatan rakyatnya, dengan alasan melalui BPJS masyarakat bisa saling membantu satu sama lain dalam pelayanan kesehatan.
Sesungguhnya kekayaan SDA di Indonesia melimpah ruah, namun sayang tidak dijadikan sumber utama pendapatan negara, karena pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain, sehingga hasilnya pun diambil oleh negara lain. Saat ini negara hanya mengandalkan pajak sebagai sumber pendapatan utama, sehingga kebutuhan rakyat pun tidak terpenuhi.
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan manusia, sehingga dalam Islam penguasa negara wajib memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan rakyatnya. Islam pun mempunyai prinsip tidak membedakan rakyatnya dalam pelayanan kesehatan seperti diantaranya tidak membedakan kelas rawat inap serta pelayanan pun diberikan secara gratis dan mudah.
Negara pun wajib menyediakan anggaran dalam pelayanan kesehatan. Dengan memiliki sumber pendapatan yang telah ditentukan dalam syariat Islam, seperti kharaz, jizyah, ghanimah dan lainnya seperti SDA yang dikelola sendiri sehingga kebutuhan rakyatnya dapat terpenuhi, termasuk anggaran pelayanan kesehatan ini.
Namun hal ini tidak bisa terwujud apabila sistem pemerintahannya masih berdasarkan kapitalisme. Seyogyanya layanan kesehatan yang ada dalam Islam hanya akan terwujud apabila sistem pemerintahannya berdasarkan Islam.
Wallahu alam.
Tags
Opini