Islam Phobia atau Framing Media?



Oleh: Mirna



Setidaknya di dunia ada tujuh negera yang dimasukkan dalam daftar hitam negara rasis terhadap Islam, semua negara ini sebagian besar berada di daratan Eropa. Ada berbagai alasan kenapa mereka membenci Islam. Alasan klise yang sering di gadang adalah paham Islam yang dianggap Radikal dan membawa paham teroris dalam penerapannya. Teror atau terorisme sendiri adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror yang bertujuan meneror terhadap sekelompok masyarakat di suatu wilayah negara.

Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tata cara peperangan, seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak, serta sering kali merupakan warga sipil. Melihat definisi ini terorisme pada dasarnya bisa dilakukan oleh siapa saja, tanpa terikat pada satu kepercayaan apapun. Namun sayangnya sebagian besar media barat bahkan dunia membuat framing global yang mengarah pada Islam sebagai sebuah kepercayaan “jahat” berpotensi merusak dan menghancurkan tatanan masyarakat bahkan dunia.

Islam sendiri merupakan salah satu dari tiga agama Samawi, dibawa oleh seorang Nabi yang dalam kepercayaan Islam merupakan Nabi terakhir, yakni Muhammad SAW. Seorang Nabi yang terlahir dari tanah Arab yang pada masanya dikenal sebagai Jazirah Jahiliyah atau kebodohan. Lahir dengan keterasingan namun luar biasanya agama ini menyebar sangat cepat bahkan berhasil menguasai dua pertiga dunia sampai akhirnya berhasil diruntuhkan dengan berbagai propaganda dari Barat lewat jalur politik “adu domba” dan pemasukkan paham “liberal”. Sehingga wajar saja jika sejak dulu sintemen terhadap Islam seakan diwariskan dan di jaga hingga akhirnya melahirkan Islam fobia.

Seperti dikutip dari laman PBB, UN News, Sekretaris Jenderal PBB mengatakan bahwa ada hampir dua miliar penduduk muslim di seluruh dunia. Namun, umat Islam sering menghadapi prasangka karena kepercayaan yang mereka anut. Presiden Majelis Umum PBB, Csaba Korosi, mengatakan bahwa islamofobia berakar pada xenofobia, atau ketakutan terhadap orang asing. Ketakutan ini tercermin dalam praktik diskriminatif, larangan bepergian, ujaran kebencian, intimidasi, dan penargetan. Salah satu insiden islamofobia yang masih lekat dalam ingatan terjadi pada akhir Januari lalu, yakni aksi pembakaran Alquran oleh pemimpin politik sayap kanan Denmark di depan Kedutaan Turki di Stockholm, Swedia. Peristiwa ini bukan kali pertama terjadi di Swedia. Namun akhirnya, pada awal Februari pemerintah Swedia mengeluarkan larangan melakukan unjuk rasa sambil membakar Alquran.

Tidak hanya itu, di tahun-tahun sebelumnya, insiden islamofobia juga tercatat meningkat di sejumlah negara Eropa seperti Austria, Prancis dan Denmark, menurut laporan European Islamophobia Report tahun 2021 yang dirilis pada 2022 oleh lembaga think tank Turki, SETA.

Ketakutan ini antara lain juga disebarkan oleh para politisi, baik dari golongan kanan hingga kiri, dan lewat ujaran kebencian di internet, tulis laporan itu. Islam seolah menjadi “momok” yang menakutkan dan dituduh menghasilkan ideology “setan”. Islamofobia sendiri sebenarnya berawal dari kedatangan imigran dari Timur Tengah secara besar-besaran dengan tujuan mencari perlindungan dari konflik-konflik yang tengah terjadi di negara mereka, yang kemudian memicu kekhawatiran masyarakat Jerman mengenai Islamisasi yang mungkin saja terjadi dan akan menggeser nilai-nilai kebudayaan Barat.

Apalagi jika mengingat “kejayaan” Islam yang berhasil menggeser imperium-imperium eropa bahkan menujukkan kegemilangan dari berbagai sisi-sisi kemanusian. Islam hadir pada masa itu dan mendobrak kebiasaan-kebiasaan jahat. Islam menghapus system perbudakan, penyetaraan perempuan dalam berbagai lini kehidupan dengan tetap menjaga maruah sebagai perempuan, tidak hanya itu Islam bahkan berhasil melahirkan ilmuwan-ilmuwan hebat dan menjadikan Islam semakin tidak tertandingi.

Dendam masa lalu dan ketakutan akan kembalinya masa-masa itu menjadi bidak utama para pemimpin dunia barat berusaha keras memberi gambaran yang keliru tentang Islam. Sehingga wabah Islam fobia menjamur di sebagian besar warga barat. Apalagi jika diperhatikan sebagai besar pembenci merupakan hasil dari produk doktrin yang salah. Namun saat mengenal Islam lebih jauh para pembenci malah berbelok menjadi sangat menyukai Islam, bahkan berbondong-bondong memeluk Islam. Namun Islam fobia ternyata tidak hanya menyerang warga eropa dengan mayoritas non islam, namun Ismam Fobia juga menyerang negara dengan mayoritas pemeluk Islam terbesar didunia, yakni Indonesia.

Sebagai contoh pelarangan ASN berpakaian cadar bagi perempuan dan bercelana cingkrang bagi laki-laki. Miris mendengarnya, apalagi saat pak menteri mengatakan bahwa radikalisme dewasa ini telah menghantui anak-anak yang terlihat good looking dan pandai berbahasa Arab. Bahasa Arab yang merupakan Bahasa Al-Qur’an saja ditakuti, persis seperti cara barat meruntuhkan Islam, dengan menghapuskan Bahasa Arab dalam kehidupan umat Islam.
Syiar Islam vs Islamophobia merupakan dua fenomena yang sejak zaman nabi sudah ada, dan akan selalu ada hingga akhir zaman.

Perseteruan antara Islam dan anti Islam, atau kebenaran dengan kebatilan, sesungguhnya akan terus berlangsung hingga hari kiamat. Kebatilan (baca: Islamophobia) akan tetap ada selama pengikut kebatilan itu masih ada. Pengikut kebatilan adalah mereka yang mengikuti bujuk rayu setan atau iblis. Iblis sudah divonis kafir, karena menolak perintah Allah, untuk bersujud kepada Nabi Adam, kemudian iblis diusir.

Allah berfirman dalam Q.S. Al-Hijir, ayat 39, “Iblis berkata: Tuhanku, karena Engkau telah memutuskan aku sesat, pasti akan menjadikan mereka (manusia) memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya” 

Firman Allah dalam Q.S. Al-Furqon, ayat 31, “Allah menjadikan adanya musuh bagi tiap-tiap Nabi dari golongan pendosa, dari bangsa jin dan manusia”. Artinya pada setiap di zaman nabi saja, termasuk di dalamnya Nabi Muhammad Saw, selalu saja ada kaum penentang dari syiar-syiar Islam yang disampaikan para nabi, apalagi di zaman sekarang. 

Allah menegaskan kembali di dalam Q.S. Al Maidah, ayat 82, “Bahwa para musuh itu adalah kaum kafir, terutama dari golongan Yahudi dan Nasrani,” Pengalaman di Indonesia, kaum muslim juga banyak yang melakukan sikap dan perilaku anti Islam. Golongan terakhir ini kemungkinan besar dapat digolongkan sebagai kaum munafik. Wallahu’alam bi Sawwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak