Oleh : Maulli Azzura
Hipokrisi Barat. Demokrasi hanya kamuflase dan dalih pembenaran atas penistaan yang dilakukan oleh warga negara Swedia di depan masjid Masjid Raya Sodermalm, Stockholm.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI mengirimkan surat resmi ke Duta Besar Swedia di Jakarta. Ini sebagai bentuk protes atas aksi pembakaran kitab suci Alquran yang belum lama terjadi di Stockholm. Surat berkop Fraksi PKS itu ditandatangani oleh Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini dan Sekretaris Fraksi, Ledia Hanifa Amaliah. Jazuli mengatakan, surat mewakili kekecewaan masyarakat atas aksi intoleran dan provokatif. (Republika 09/07/2023)
Mungkinkah hanya dengan lisan saja mampu menghukum tegas pelaku penista agama?.
Untuk menghadapi penista agama tidaklah cukup dengan kecaman atau kutukan. Karena penista agama akan terus bermunculan selama tiada ketegasan hukum dan sanksi yang tegas dalam menghukum pelaku, terlebih di dalam lingkup demokrasi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dengan banyak kebebasan seperti kebebasan berperilaku, berpendapat, berekspresi dan kepemilikan.
Demokrasi ibarat tong kosong nyaring bunyinya. Penerapannya tidak seindah teorinya. Teorinya omong kosong, praktiknya nol. Sikap Barat akan sangat berbeda seandainya umat Islam menghina agama non-Islam. Narasi radikalisme dan terorisme pasti menggema secara internasional, seakan menganggap hanya Islam agama radikal, yang lainnya tidak.
Itulah gambaran yang terjadi saat ini, tidak adanya kepemimpinan dalam Islam menjadikan Islam terus-menerus di lecehkan dan di hina. Tidak adanya seorang Khilafah yang mampu mengerahkan pasukan kaum muslim untuk menindak tegas para pelaku penghina Islam. Betapa pentingnya kebutuhan akan hadirnya negara yang mampu menyatukan umat di bawah satu komando kepemimpinan khalifah. Keadilan itu lah yang tidak akan didapat oleh umat bila sistem yang berlaku bukan sistem Islam.
Eallahu A'lam Bishowab