Oleh : Ummu Aqeela
Saat ini wabah LGBT kian mengkhawatirkan, targetnya pun mulai menyasar dunia anak-anak. LGBT mulai berupaya dengan sangat masif melalui konten-konten anak, dari film, komik, buku cerita, musik, pakaian, mainan, parade dan lain lain. Bahkan di beberapa negara pemahaman elgebete sudah legal menjadi kurikulum pendidikan dan diajarkan disekolah-sekolah.
Bulan Juni kemarin yang diklaim sebagai bulannya para elgebete dengan sebutan ‘Pride Month’, marak sekali diadakan perayaan untuk menunjukkan pada dunia bahwa mereka ada dan butuh penerimaan atas keberadaan mereka. Tak luput pula di sekolah-sekolah yang memasukkan LGBT sebagai salah satu kurikulumnya.
Namun tentu saja polah tingkah dan agenda mereka tidak hanya mendapat penerimaan namun juga penolakan secara terbuka. Akibatnya, anak-anak dan orangtua yang kontra akan pemahaman mereka mendapatkan perilaku buruk ketika dengan tegas menolak berpartisipasi terhadapn agenda ‘Pride Month’ yang diselenggarakan. Mereka diperlakukan buruk mulai dari dicaci, dimaki, bahkan diusir dan dikeluarkan dari sekolah sampai berurusan dengan pihak berwajib/polisi disana.
Sungguh melihat realita fakta yang saat ini merebak kita tidak bisa hanya diam dan berpangku tangan. Jika itu kita lakukan cepat lambat generasi masa depan yang harusnya berada ditangan anak-anak kita akan dengan mudahnya tergerus dengan banyaknya pemahaman yang menyesatkan.
Sistem yang rusak lagi merusak inilah yang menyebabkan penyakit menyimpang layaknya LGBT ini mewabah. Rendahnya ketakwaan individu dan masyarakat, minimnya pengetahuan akan hukum-hukum Islam juga menyebabkan lemahnya pemahaman bahwa Islam adalah solusi, Islam adalah jalan hidup mereka. Sistem ini juga membuat masyarakat menjadi individu-individu yang hanya memikirkan dirinya sendiri, selama itu tidak mengganggu dan merugikan mereka, mereka bersikap masa bodoh. Selain minimnya individu yang bertakwa, masyarakat tidak memainkan perannya untuk mengawasi perkembangan ide-ide yang merusak lagi berbahaya semacam LGBT ini. Dampaknya bukan hanya orang dewasa yang bisa terjangkiti, bahkan hingga anak-anak sebagai penerus generasi.
Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna tentunya sangat bertolak belakang dengan gaya hidup yang bebas lagi liar ala sekularisme-liberalisme. Jelaslah islam memandang bahwa perilaku LGBT ini hukumnya haram. Dan Islam adalah solusi hakiki untuk atasi serangan massif kaum LGBT bahkan meemberantas hingga ke akarnya.
Negara akan berperan aktif untuk menumbuhsuburkan ketakwaan individu agar menjadi benteng penangkal penyimpangan perilaku layaknya LGBT. Keterikatan terhadap syariah Islam harus ditanamkan. Standar perbuatan halal-haram , bukan kebebasan. Edukasi yang benar untuk menjelaskan apa saja hal yang diperbolehkan, dan apa saja yang di larang syariah dalam pemenuhan gharizah naw’ (naluri untuk melestarikan keturunan). Islam tidak membiarkan manusia memuaskan nalurinya sesuai hawa nafsunya. Islam memberikan aturan yang amat rinci bagaimana cara untuk memenuhi dan memuaskannya.
Kurikulum pendidikan dan pola asuh dalam keluarga juga akan diterapkan. Laki-laki haram berperilaku nenyerupai perempuan, begitu pula sebaliknya. Islam menanamkan penuh penguatan identitas sebagai laki-laki dan perempuan. Islam juga mencegah bertumbuhnya benih penyimpangan perilaku dengan memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan sejak menginjak usia 7 tahun, larangan melihat aurat dan seperangkat aturan pergaulan baik sesama ataupun lawan jenis.
Negara dalam naungan Syari’at Islam akan secara sistematis menghilangkan pornografi dan pornaksi yang akan menyebabkan rangsangan seksual. Negara juga akanmenghapus semua konten, tayangan dan sejenisnya yang menggambarkan perilaku LGBT atau menjurus ke arah sana tanpa tapi, tanpa kompromi dan tanpa basa-basi.
Islam juga menetapkan hukuman yang jelas bagi pelaku penyimpangan seksual yang disini bersifat mencegah dan menyembuhkan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, ‘’Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah kedua pelakunya’’. (HR. At –Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad).
Wallahu’alam bishowab