Oleh: Nunik Umma Fayha
Terulang kembali, sebagaimana awal Ramadhan dan Syawal kemarin, umat kembali dibelah dengan penentuan awal bulan. 10 Dzulhijah berbeda hari, otomatis berbeda waktu shalat, berbeda waktu puasa.
”Al-Hajju Arafah (haji adalah Arafah)," demikian sabda Nabi Muhammad SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Tarmizi, Abu Dawud dan Ibnu Majah. Arafah di sini seperti disampaikan ust. Felix Siauw, di kanal pribadi youtube, 26 Juni 2023, puncak haji adalah Arafah. Saat jamaah haji berwukuf di Arafah.
Yaumul Arafah yaitu hari saat Allah subhanahu wataala memberikan ampunan paling banyak. Banyaknya keutamaan bagi jamaah haji tentu juga diharapkan oleh mereka yang sedang tidak berhaji. Maka sangat dianjurkan bagi umat muslim berpuasa di hari Arafah, sebagaimana biasa dilakukan Rasulullah shalallahu alaihi wassalam : "Rasulullah SAW biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari Asyura (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya, awal bulan di hari Senin dan Kamis." (HR Ahmad dan Abu Daud)
Idul Adha
Penetapan awal Dzulhijah berkaitan dengan penetapan Idul Adha. 10 Dzulhijah adalah hari raya, saat umat Muslim bergembira, berpakaian bagus. Allah mengharamkan berpuasa pada Idul Adha dan 3 hari tasyrik. Dan saat ini kita berbeda dalam penentuan awal Dzulhijah sehingga waktu puasa Arafah dan shalat Idul Adha pun berbeda.
Felix menjelaskan, 3 Imam Mazdhab meyakini rukyah global dalam penentuan awal bulan, sementara Imam Syafii menggunakan rukyah lokal.
Menurut Felix, hal ini karena kecerdasan Imam Syafii yang berpikir bahwa benar bulan hanya satu, tapi ketika di satu tempat sudah tampak hilal, pada masa itu orang tidak bisa langsung menyampaikan berita ini ke seluruh dunia. Tentu saja karena itu penyebaran berita tidak seperti saat ini, masih harus mengutus orang. Padahal transportasi tercepat hanya menggunakan kuda yang dalam sehari hanya bisa menempuh jarak maksimal 24 farsakh atau lebih kurang 120 km. Maka menurut beliau rahimahullah, rukyah lokal boleh dilakukan setiap selisih jarak tersebut karena keterbatasan ini. Semoga Allah mengampuni kita.
Berbeda dengan sekarang ketika jarak tidak lagi menjadi masalah karena adanya internet yang bisa diakses di waktu yang sama. Berdasar pemahamam ini, rukyah bisa dilakukan secara global sebab informasi telah tampaknya hilal bisa langsung disebar luas. Rukyat dilakukan ketika hilal telah berada di atas ufuk dan dalam posisi dapat terlihat (detik.com 01/02022). Hilal adalah fase bulan sabit saat masuknya bulan baru. Saat itu bulan tidak tampal sepanjang malam tapi bisa dilihat saat posisi bulan di atas ufuk.
Masih dari ust. Felix, puasa Arafah dilaksanakan bersamaan dengan saat jamaah haji berwukuf di Arafah. Jadi bila puasa dilakukan saat para jamaah haji sudah selesai berwukuf, bahkan sudah menyembelih kurban, adalah suatu yang tidak tepat. Sebab kurban mulai disembelih setelah shalat Idul Adha dilaksanakan yaitu pada 10 Dzulhijah.
Umat muslim diharamkan berpuasa pada 2 hari raya (Idul Fitri & Idul Adha) sebagaimana hadis berikut :"Umar bin Khattab RA berkata: "Pada kedua hari ini Nabi SAW telah melarang orang berpuasa, yaitu pada Hari Raya Idul Fitri sesudah Ramadan dan Hari Raya Idul Adha sesudah wuquf di Arafah." (HR Bukhari)
Khatimah
Penentuan awal bulan berdasar penampakan hilal seyogyanya dilakukan secara global karena tersirat bahwa Imam Syafie pun juga memahami rukyat global sebagaimana para Imam yang 3. Hanya saja sesuai konteks saat itu dalam keterbatasan penyebaran informasi sehingga muncul matla yang diperbolehkan melakukan rukyat lokal.
Fakta hilal sudah nampak juga tidak perlu menggunakan ketentuan sekian derajat baru dianggap sah, karena yang menjadi penentu adalah telah tampaknya hilal.
Menyikapi perbedaan penentuan awal bulan dan Idul Adha, kita harus menentukan mana yang kita laksanakan. Setelah memilih mana yang kita lakukan, tidak boleh puasa mengikuti penetapan yang lebih awal tapi shalat mengikuti penetapan yang akhir. Harus konsisten agar tidak membuat umat bingung harus mengikuti yang mana. Ibadah yang harusnya dijalankan bersamaan harus berada dalam kondisi : Arafahku - Arafahmu.
Sungguh baru kondisi seperti ini saja kita sudah membutuhkan seorang pemimpin agar tidak terpecah dalam menjalankan ibadah. Apalagi dalam urusan lain yang sangat membutuhkan kepemimpinan yang satu. Semoga apa yang kita lakukan saat ini, mendapat ridha Allah. Mungkin kita tidak sempat mengalami masa yang dijanjiKan itu, tapi semoga gerak kita membawa kesiapan umat menerimanya kapan pun Allah tetapkan. Wallahu'alam
Lereng Lawu, 9 Dzulhijah 1445H