Akidah Umat Terancam, Dimanakah Peran Negara?




Oleh: Ledy Ummu Zaid

Baru-baru ini masyarakat digegerkan dengan kemunculan foto-foto yang viral di sosial media Instagram terkait pelaksanaan sholat Iedul Fitri 1444 Hijriah lalu yang menampakkan shaf laki-laki sejajar dengan shaf perempuan. Usut punya usut, ternyata ini terjadi di pondok pesantren atau ma’had Al Zaytun yang disinyalir menyimpang dari ajaran Islam. Yayasan pendidikan yang telah berdiri sejak 22 tahun lalu ini disebut-sebut juga telah memiliki struktur pemerintahannya sendiri. Tak hanya itu, yang lebih mengejutkan lagi adalah keterkaitannya dengan Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9 atau yang biasa dikenal dengan NII KW9. Dilansir dari laman Republika (17/06/2023), KH. Athian Ali, Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) mempertanyakan sikap pemerintah yang lamban dalam menyelesaikan persoalan Ma'had Al Zaytun ini. "Jadi apa lagi yang mau ditunggu pemerintah. Mengapa ada negara di dalam negara ini dibiarkan. HTI yang punya pemikiran tentang khilafah sudah dibubarkan, FPI juga dibubarkan, loh kok ini Al Zaytun dia jelas punya struktur pemerintahannya sendiri, dibiarkan," imbuhnya saat diwawancara oleh Republika. Seperti yang kita ketahui, ma’had Al Zaytun belum ditutup atau dibubarkan, dan pemerintah terkesan saling lempar tangan menyelesaikan persoalan ini. Seperti Kementerian Agama (Kemenag) sendiri yang juga belum memberikan ultimatum kepada pondok pesantren dengan jamaah kurang lebih 151 ribu orang yang berasal dari seluruh penjuru tanah air. 

Telah tampak perbedaan sikap negara atas kelompok Islam ini. Adanya dugaan keberpihakan negara terhadap salah satu kelompok masyarakat pun semakin kuat. Pemerintah pusat dan daerah seperti tarik ulur mengatasi persoalan yang sangat urgen mengancam akidah umat. Adapun sesuatu yang sesat jelas tidak boleh didukung, dan mendukungnya sama sesatnya juga. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menyatakan bahwasanya ma’had Al Zaytun sesat, bahkan MUI Jawa Barat baru-baru ini telah memberi fatwa bahwasanya menyekolahkan anak di ma’had Al Zaytun termasuk perbuatan yang haram. 

Keruwetan birokrasi dalam menyelesaikan persoalan ini tak lain terjadi karena sistem yang diterapkan saat ini mendukung adanya keberpihakan negara terhadap suatu kelompok masyarakat yang menguntungkan, yaitu sistem kapitalisme. Apalagi ma’had yang melabeli dirinya dengan ‘Pusat Pendidikan dan Pengembangan Budaya Toleransi Serta Pengembangan Budaya Perdamaian’ ini sudah pasti menjunjung tinggi nilai-nilai pluralisme. Mesra dengan penganut agama lain hingga mengundangnya hadir di tengah-tengah shaf sholat Iedul Fitri jelas hal ini tidak dibenarkan dalam Islam. Sikap pemerintah yang tidak tegas untuk segera membubarkan praktik kesyirikan di tengah-tengah umat ini semakin mengukuhkan peran negara dalam memusuhi umat Islam sendiri. Lantas, di negara mayoritas penganut agama Islam terbesar ini, dimanakah peran negara dalam menjaga akidah umatnya yang terancam?

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam QS. Ali Imran: 19, “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” Berdasarkan ayat tersebut, Allah subhanahu wa ta’ala jelas mengatakan bahwasanya hanya Islamlah agama yang benar dan ajaran-ajaran lain yang menyimpang dari syariat Islam, seperti nilai-nilai pluralisme misalnya, hal tersebut merupakan sebuah kesesatan yang tidak boleh dibenarkan. 

Fenomena semacam ini tentu dapat terminimalisir dengan baik di sistem peradaban Islam masa lalu. Negara berperan sebagai benteng pertama dalam menjaga akidah umat. Siapa saja yang ingin menyebarkan bahkan mengamalkan ajaran-ajaran yang sesat atau menyimpang dari Islam pasti akan ditindak tegas, tak terkecuali kelompok masyarakat dengan jamaah yang banyak sekalipun tetap akan dibubarkan. Sebagai contoh, seorang muslim yang mulai menyimpang dari ajaran Islam bisa dikatakan seorang yang murtad. Dalam hal ini, sistem pemerintahan Islam akan menindaknya dengan tegas, yaitu diberi sanksi berupa hukuman mati jika tidak bertobat. Islam benar-benar memiliki langkah yang tegas untuk menjaga akidah umat dari rongrongan pihak lain. Karena Islam sendiri adalah satu-satunya agama yang sesuai dengan fitrah manusia dan datang dari Sang Pemilik Kerajaan Langit dan Bumi, maka ajaran-ajaran lain yang datang dari buah pemikiran manusia tentu tidak benar dan sesat. Meski dengan dalih toleransi sekalipun, ketika ajaran Islam disejajarkan atau dicampuradukkan dengan ajaran-ajaran lain, khususnya yang datang dari agama atau keyakinan lain jelas hal ini merupakan sebuah kesyirikan terhadap Allah subhanahu wa ta’ala dan mengikutinya termasuk sesat. Oleh karena itu, negara seharusnya segera menindak tegas kelompok masyarakat semacam ini yang menyesatkan dan mengancam akidah umat. Sebaliknya, jika ada suatu kelompok masyarakat yang mendakwahkan penerapan syariat Islam secara kaffah atau menyeluruh dengan cara melakukan amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah umat, maka mereka seharusnya didukung dan tidak dianggap asing, bahkan radikal. Wallahu a’lam bishshowab.

Referensi:
https://khazanah.republika.co.id/berita/rwe3r8430/kh-athian-ali-fpi-dan-hti-dibubarkan-mengapa-al-zaytun-tidak https://khazanah.republika.co.id/berita/rwdzi9430/kh-athian-ali-aparat-harus-segera-tindak-al-zaytun https://news.republika.co.id/berita/rweu7f330/athian-ali-fpi-dibubarkan-al-zaytun-punya-pemerintahan-sendiri-malah-dibiarkan 
https://tafsirweb.com/1151-surat-ali-imran-ayat-19.html

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak