Oleh: Diana Uswatun Hasanah
(Pegiat Literasi)
Mendengar kata wisata seringkali membuat kita tergugah dan tertatik untuk membahasnya. Jika kita telusuri, maka akan kita temukan beraneka ragam jenis wisata yang ada, seperti wisata alam, budaya, kuliner, dan lainnya. Destinasi wisata di Indonesia yang beraneka ragam ini tentu menjadi perhatian bagi pemerintah, khususnya wisata halal.
Wisata halal merupakan femonema yang tak asing lagi, sebab sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesai merupakan negara yang mayoritas beragama Islam. Pengembangan wisata halal telah menjadi program pemerintah dalam upaya mendongkrak perekonomian negara. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Manpakraf), Sandiaga Uno melakukan kolaborasi dengan pihak yang bisa membantu mengembangkan wisata halal Indonesia, seperti Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Halal In Travel, Mastercard Crescen, dan lainnya. Melalui kolaborasi yang terjalin, Sandiaga Uno mengungkapkan pencapaian PPHI yang menyabet dua penghargaan sekaligus, yaitu Stakeholder Awareness Campaign of The Year dari Mastercard Crescent Rating GMTI Award dan Stakeholder Awareness Campaign of the year dari Halal In Tarvel Award 2023. (katadata.co.id)
Indonesia menjadi destinasi wisata terbaik yang ramah muslim, sebagimana dimuat di laman visual.republika.co.id Indonesia berhasil meraih peringkat tertinggi Global Muslim Travel Index (GMTI) 2023 dari Mastercard Crescent Rating, Indonesia dan malaysia sama-sama berhasil mengantongi skor 73, Indonesia juga pernah berada pada peringkat yang sama dengan Malaysia pada tahun 2019. Mendapat pencapaian tersebut, Direktur Industri Produk Halal KNEKS Afdhal, Aliasir menyampaikan rasa syukurnya dan mengatakan capaian Indonesia pada peringkat pertama menunjukkan kerja keras Indonesia bangkit pascapandemi. Pencapaian indonesia dalam destinasi pariwisata halal tentu merupakan sebuah kabar gembira yang patut diapresiasi, namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah saat ini yang diperlukan negeri ini adalah kejar wisata halal?
Menilik perjalanan wisata halal yang diprioritaskan sebagai salah satu sumber pemasukan negara hingga berpeluang mendapatkan eksistensi dan pemeringkatan internasional. Sejatinya, sumber pemasukan yang jauh lebih besar jika dikeolola dengan benar dari pada wisata halal adalah pengelolaan SDA (Sumber Daya Alam). Sumber daya alam Indoensia tidak diragukan lagi kekayaan yang terkandung di dalamnya, tapi lagi-lagi yang seharusnya menjadi pertanyaan adalah apakah SDA sudah dikelola dengan benar oleh negara? Sayangnya SDA saat ini justru dikelola oleh swasta atau negara luar sedang dalam negeri peran negara tidak mengontrol pengelolaan SDA.
Kebijakan terkait SDA yang dikelola oleh swasta atau diluar kontrol negara tentu menyebabkan kerancuan. Basis dunia industri dan dunia usaha atau pendek kata disebut didu berorientasi pada system kapitalis global yang seringnya menimbulkan kerancuan karena kabijakan mengikuti pada kepentingan keduanya, baik secara nasional maupun internasional. Berbeda dengan Islam yang memiliki aturan yang lengkap terkait sumber pemasukan negara hingga pengaturan pembelanjaan yang akan membuat negara menjadi kuat dan adidaya untuk mencapai kesejahteraan hidup rakyat.
Dalam islam terdapat pengaturan kepemilikan yang bertujuan untuk merealisasikan kemaslahatn umat. Kepemilikian harta dibagi menjadi tiga bagian yaitu kepemilikan pribadi, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Sumber daya alam merupakan harta kepemilikan umum yang tidak boleh didalamnya terdapat intervensi asing dalam pengelolaannya, oleh sebab itu negara memiliki wewenang dan bertanggung jawab untuk mengelola hingga mendistribusikan kepada rakyat. Kebijakan ini dapat menjamin pemenuhan kebutuhan per individu rakyat bukan lagi sejahtera diukur dari per rata-rata masyarakat sebagaimana kita rasakan saat ini. Wallahu a'lam bishawab
Tags
Opini