Waspadai Jebakan Kesia-siaan dari Mahalnya Hiburan




Oleh: Rinica M

Ramai content creator menyajikan parodi terkait konser CP yang mana dalam content itu digambarkan mereka seolah-olah menunjukkan mereka gagal mendapatkan tiketnya. Padahal tiket tersebut kabarnya memang berharga mahal. Namun tetap saja banyak yang tidak kebagian karena peminatnya sangat banyak.

Fenomena ini menunjukkan betapa sebenarnya industri hiburan merupakan mesin penghasil cuan yang menjanjikan. Pasalnya pasar yang ditargetkan sangat banyak tersedia. Bahkan kendati banyak yang muslim, sepertinya tetap saja banyak yang turut membeli.

Maka tak heran, bila pasca berhasilnya grup Korea menggelar acara konser beberapa waktu lalu akan diadakan kembali acara serupa dengan langsung mendatangkan band dari Barat. Terlebih perizinan untuk acara sejenis relatif lebih mudah. Relatif banyak yang membiarkan daripada yang ingin menggagalkan.

Jika dicermati apa sebenarnya yang didapatkan dengan melibatkan diri dalam acara konser berbayar mahal? Bukankah dalam sebuah konser senantiasa ada nilai yang hendak disampaikan ke publik? Apakah memang pemuda muslim ini juga bagian dari yang ingin dibidik agar menerima dengan mulus nilai-nilai liberal ala Barat?

Sejatinya target liberal ini memang fokus membuat generasi muda meninggalkan aturan agamanya. Mereka diarahkan dengan halus untuk memiliki pandangan bahwa hidup hanyalah untuk mengejar kesenangan sebanyak-banyaknya. Dan konser adalah salah satu cara mendapatkan kesenangan, sehingga walaupun mahal mereka akan tetap bayar sebab ada "janji kekinian" yang bisa dijajarkan di laman media sosial.

Bukan hanya sebatas mengejar kesenangan yang dibentukkan, namun juga kebebasan lainnya yang disajikan. Melalui buzzer terhadap personil artisnya, nilai-nilai kebebasan didekatkan. Minimal bila tidak sampai terjadi peniruan, paling tidak ada pembiaran/mengganggap wajar bila kanan kiri mereka mengadopsi gaya hidup bebas.

Tak mengherankan bila perlahan tapi pasti potret buruk kehidupan ala Barat bisa dijumpai di lingkungan generasi muda terdekat. Mulai dari kasus narkoba, miras, hamil diluar nikah, aborsi, geng motor dll semua ada. Dan seiring dengan meluasnya media sosial, kabar tersebut mudah ditemukan di berbagai daerah.

Sungguh sangat disayangkan bukan bila jebakan liberal yang menyisip di hiburan justru menghantarkan pada tersia-siakannya masa muda? Cermat memilih hiburan ternyata penting agar tidak jatuh pada kesia-siaan, karena pada dasarnya hiburan itu sendiri hukumnya mubah. Pun di zaman Rasulullah hiburan juga memang ada.

Dahulu Rasulullah pernah mengadakan lomba lari dengan istrinya, tujuannya memang untuk hiburan. Rasulullah juga menganjurkan kaum Muslim menghibur diri dengan aktivitas yang bukan hanya menyenangkan, tetapi juga membawa manfaat yang baik bagi kesehatan badan. Beliau bersabda yang artinya "Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang, dan memanah." (HR. Bukhari).

Maka sebenarnya hiburan boleh dilakukan dengan syarat tidak sampai ada pelanggaran terhadap aturan syariat (misal campur baur, membuka aurat, dll), tidak dilakukan secara berlebihan sehingga mengalahkan aktifitas dan kebutuhan lain yang lebih asasi. Dan pastinya hiburan dengan kriteria seperti ini memerlukan regulasi.

Regulator terbaik dalam urusan banyak orang tentulah negara. Sebab negara memiliki kelengkapan instrumen sekaligus memiliki kekuatan wibawa untuk menegakkan aturan yang harus dipatuhi banyak orang. Dan dalam pandangan Islam, peran negara berazas Islam sangat lah dominan untuk memastikan rakyat mendapatkan hiburan secara proporsional, tetap dalam koridor taat kepada Allah.

Islam mendudukan negara sebagai junnah, yang berperan penting melindungi umatnya tanpa terkecuali. Maka IsIam akan mengatur agar konten hiburan yang beredar bebas dari unsur merusak dan unsur yang berlawanan dengan syariat.

Pada saat yang sama edukasi kepada masyarakat terkait seluk beluk hiburan, skala prioritas dalam beraktifitas, termasuk pengokohan keimanan dilakukan. Sehingga ummat pun secara otomatis juga punya kontrol mandiri untuk mewaspadai jebakan kesia-siaan dari hiburan yang mahal.

Hanya saja gambaran konsep berazas Islam tersebut sepertinya sulit bila berharap dilakukan dalam kondisi saat ini. Karena industri hiburan, bahkan lintas negara justru subur dan didukung di iklim saat ini. Oleh karena itu, hanya kepada sistem yang menerapkan Islam sebagai azas pengaturanlah harapan perubahan disandarkan. Yaitu sistem IsIam yang diterapkan secara negara, sebagaimana masa kekhilafan terdahulu. []

Sumber gambar: iStock

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak