Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto menyampaikan bahwa utang menjadi salah satu cara menyelesaikan persoalan ekonomi. “Utang itu cara kita untuk menyelesaikan persoalan ekonomi,” tuturnya dalam Rubik Focus to the Point, Utang LN Bertambah Rakyat Makin Gelisah? dalam kanal YouTube UIY Official.
Acap kali, tambahnya, menemukan sesuatu yang tidak bisa dibayar langsung secara tunai maka utang itu menjadi salah satu cara mengatasi kebutuhan. Pada dasarnya utang itu dibolehkan, begitu pula dengan konteks sekarang dalam utang negara, hanya ketika berhutang harus memperhatikan tiga hal.
Pertama, memastikan apakah hutangnya bebas dari riba. “Secara syar’i utang nya mengandung riba atau tidak, nah kalau ada ini persoalan besar,” terangnya.
Allah swt berfirman di Surah al Baqarah ayat 278-279, "Wahai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah apa yang tersisa dari riba, jika kalian adalah orang-orang yang beriman. Maka jika kalian tidak meninggalkan, maka umumkanlah perang kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Ustaz Ismail menambahkan bahwa disampaikan dalam hadits riba itu termasuk dosa besar. Riba juga membawa kemudharatan yang membuat ekonomi tidak stabil.
“Riba dikenal sebagai sumber labilitas ekonomi. Dalam satu penelitian selama 100 tahun terakhir hampir 20 kali krisis, artinya 5 tahun sekali terjadi krisis ekonomi karena memang sifat pertumbuhan ekonomi dengan riba itu bersifat siklik, kalau sudah sampai titik puncak akan jatuh. Jadi tidak pernah dalam kondisi steady,” jelasnya.
Kedua, pinjaman itu dalam konteks negara harus memperhatikan ini menjadi alat politik atau tidak. “Meninjau kembali apakah pinjaman itu dijadikan sebagai alat politik untuk suatu kepentingan negara yang memberikan pinjaman. Buktinya seperti srilanka yang aset negaranya disita karena utang, artinya hutang itu ada kepentingan politik dan dalam dunia kapitalistik imperialisme ini, utang dijadikan sebagai senjata penjajahan gaya baru,” pungkasnya.
Ketiga, menurut Ustaz Ismail adalah kemampuan membayar, kalau tidak bisa bayar hutangnya akan menjadi masalah lagi. [] Nabila Sinatrya