Tutup Pintu Masuk Kekerasan Seksual, dengan Penerapan Islam Kaffah



Oleh : Linda Maulidia, S.Si



Betapa mahalnya harga rasa aman di negeri ini. Rasa was-was semakin menghantui. Tindak kriminal seakan mengintai di mana-mana. Khususnya kasus kekerasan seksual terhadap anak, tak lagi menjadi tabu untuk diperbincangkan.

Sebanyak 11 pria, termasuk oknum kades dan anggota Brimob, di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, yang memperkosa anak 15 tahun berujung di proses. Butuh waktu sekitar sebulan untuk menangkap semua pelaku itu.
Perbuatan tersebut tak hanya dilakukan satu kali. Anak perempuan itu bahkan dipaksa mengikuti kemauan para pria itu lebih dari 1 tahun lamanya. (cnnindonesia.com, 11/06/2023)
Polisi telah melakukan penahanan terhadap 7 dari 10 tersangka kasus pemerkosaan ABG berusia 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah (Sulteng). Pelaku ada yang berprofesi sebagai guru hingga kepala desa (kades).

"(Satu tersangka) pekerjaan (guru) Pegawai Negeri Sipil di Desa Sausu (Parimo)," ujar Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Djoko Wienartono kepada detikcom, Kamis (1/6/2023).
Kasus kekerasan seksual ini bukanlah yang pertama. Permasalahan ini sudah seharusnya menjadi pemikiran seluruh pihak.
Realitas saat ini, sistem tata sosial di tengah masyarakat berkembang paham kebebasan. Pergaulan yang serba bebas membuka pintu bangkitnya syahwat, tanpa mengenal tempat bahkan nasab. Pelampiasan bisa dilakukan kepada siapa saja dan dimana saja. 
Beragam stimulus hadir di berbagai ruang publik, seperti mengumbar aurat, visualisasi, lirik lagi, atau bahkan iklan lalu lalang disaksikan oleh siapa saja, menjadi pemicunya.Lemahnya pemahaman agama, termasuk dalam perkara pergaulan, menutup aurat juha berperan dalam meningkatnya kasus-kasus yang menyesakkan dada. 
Aspek hukum sebagai salah satu penjaga ketahanan dan keamanan masyarakat, sayangnya belum mampu memberikan efek jera. Konsep kebebasan dan adanya jaminan kebebasan berperilaku pada manusia, hingga jika terjadi zina atas dasar suka sama suka, maka dianggap bukan masalah. Anggapan bahwa masalah seksual adalah wilayah privat, hukumpun menjadi serba salah dihadapkan pada realitas masyarakat ini. Sehingga, kondisi terus berputar pada masalah yang tidak pernah ada ujungnya.
Berharap hanya kepada Islam
Islam memiliki aturan sempurna dan mampu menyelesaikan setiap masalah dari hulu ke hilir, termasuk persoalan kekerasan seksual.
Pada tataran individu, Islam memerintahkan laki-laki dan perempuam untuk menutup aurat dan menjaga kemaluannya. Islam memerintahkan perempuan untuk berpakaian sesuai syariat , yakni mengenakan jilban dan kerudung (QS Al-Ahzab ayat 59 dan QS An-Nuur ayat 31).

Islam juga melarang laki-laki dan perempuan berdua-duan (berkhalwat), melarang tabarruj bagi perempuan, agar tidak ada rangsangan naluri seksual laki-laki, demikian pua sebaliknya.  Apalagi perkara zina itu sendiri. Islam melaramg keras bahkan akan mendapat sanksi yang sangat berat bersandarkan hukum Islam.

Benteng pertahanan kedua mencegah maraknya kekerasan seksual adalah adanya kontrol masyarakat sera negara. Negara tentu mampu mengontro dengan ketat seluruh tayangan dan konten media. 
Pada aspek hukum, tidak ada dalih atas dasar suka sama suka. Siapa yang berzina wajib mendapat hukuman. Jika terjadi pemerkosaan dan pelakunya sudah menikah, akan jatuh had zina berupa rajam hingga mati. Jika belum menikah akan mendapatkan hukuman cambuk 100 kali dan diasingkan selama setahun.
Sistem sanksi seperti ini tentu akan menyebabkan munculnya efek jera bagi pelaku, serta pencegah bagi yang lain dari melakukan hal yang sama  Oleh karena itu, persoalan akan tuntas, hanya dengan penerapan hukum Islam secara sempurna. Wallahu a'lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak