Sungguh Miris, Perilaku anak-anak Makin Sadis

 



Oleh Dewi Putri, S.Pd.

Bullying makin marak terjadi bahkan di tingkat sekolah dasar. Bahkan sekarang semakin sadis dan bengis sampai banyak memakan korban. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, salah satunya dari sistem pendidikan atau kurikulumnya.

Dilansir dari kompas.com, (20/5/2023), korban adalah bocah kelas dua di salah satu Sekolah Dasar yang berada di kecamatan Sukaraja, kabupaten Sukabumi  Jawa Barat. Bocah tersebut dikatakan meninggal dunia akibat di keroyok oleh teman atau kakak kelasnya tepatnya pada hari Senin, (15/5/2023). Kakek korban HY mengungkapkan setelah ada kejadian tersebut di sekolah, cucunya sempat mengeluh merasakan sakit, akan tetapi korban memaksakan diri untuk tetap pergi sekolah. Nahasnya korban kembali dikeroyoki oleh teman-temannya.

Fakta ini semakin menambah daftar pelaku kekerasan anak. Sebenarnya  banyak faktor penyebab kasus bullying. Mulai dari sistem pendidikannya (kurikulum pendidikan) , pola asuh di keluarga serta kebiasaan di masyarakat hingga tontonan yang sering dikonsumsi oleh anak-anak.

Saat ini kurikulum pendidikan hanya berorientasi pada pencapaian nilai akademik, nilai-nilai agama justru tidak diutamakan. Begitu pula dalam keluarga, orang tua tidak mendidik anak-anaknya dengan standar agama sehingga anak tumbuh dengan jiwa antisosial, pemarah, tidak mau kalah dan miskin empati.

Negara juga mandul dalam menghadapi lingkungan sosial yang hedonis. Tontonan yang bersumber dari inspirasi kekerasan mudah diakses dan beredar secara luas tanpa ada pengawasan dari negara.  Kehidupan yang tidak sehat membuat bullying makin marak dan makin sadis bahkan sering terjadi di kalangan anak Sekolah Dasar. Inilah gambaran nyata buruknya sistem kapitalisme liberalisme yang diatur oleh sistem yang memisahkan agama dari kehidupan (sekularisme). Negeri ini darurat kasus bullying akibat penyerapan sistem buatan manusia.

Sudah seharusnya umat mencari solusi  alternatif yang terbukti mampu melahirkan generasi-generasi yang mulia. Solusi alternatif itu hanya ada dalam Islam. Dalam negara yang menerapkan sistem Islam landasan setiap perbuatan adalah keimanan dan hukum syariat. Sehingga ketika syariat mengatakan  perbuatan merendahkan,  berperilaku jahat dan tindakan sadis kepada orang dilarang oleh syara' maka semua warga negara baik anak-anak maupun orang dewasa semuanya akan menjauhinya karena dorongan keimanan. Allah  berfirman, yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain. Boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik (TQS.  al-Hujurat ayat 11).

Banyak upaya yang harus dilakukan agar pemahaman atau tolok ukur  dan penerimaan  masyarakat termasuk anak-anak sesuai dengan ketentuan syariat Islam.  Upaya ini pun tidak dibebankan kepada individu atau keluarga saja melainkan kepada negara.

Syariat Islam telah memerintahkan agar keluarga sebagai benteng pertama untuk mendidik  anak-anak dan membentuk karakternya sesuai dengan syariat Islam. Orang tua menjadi teladan dalam berkata dan bersikap agar tidak terjadi kasus bullying yang bisa juga dipicu karena melihat adegan kekerasan dalam rumah.

Sementara dalam kehidupan bermasyarakat, Islam memerintahkan amar ma'ruf nahi mungkar. Masyarakat akan memiliki kepekaan atau empati sehingga tidak segan-segan untuk saling menasehati mengajak pada kebaikan dan mencegah tindakan yang tercela. Masyarakat tidak boleh abai terhadap permasalahan yang ada di sekitarnya karena itu di dalam Islam semua bibit pelanggaran syariah mudah dideteksi sebab masyarakat bertindak cepat untuk melaporkan kepada pihak yang berwenang tanpa menunggu menjadi viral terlebih dahulu atau setelah terjadi keburukan yang besar atau bahkan sudah ada korban.

Masyarakat dikuatkan dengan kehadiran negara sebab negara memiliki banyak instrument untuk menjaga warga negaranya mulai dari memastikan akidah mereka,  membangun kepribadian Islam warganya, menjaga agar mereka selalu taat dan menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangannya.

Hal demikian akan mewujudkan individu yang beriman, berakhlak mulia dan terampil di semua lapisan manusia termasuk anak-anak. Itu hanya dari sistem pendidikan Islam yang berbasis Akidah Islam sehingga terbentuklah generasi yang memiliki kepribadian Islam.

Syarat seseorang mampu berpikir dan bersikap sesuai dengan syariat Islam  karena itu standar pendidikan Islam tidak hanya dilihat dari kemampuan menyelesaikan eksak tetapi bagaimana mereka berpikir dan bersikap  ketika menghadapi persoalan. 

Pendidikan Islam  tentu mampu menutup celah kasus bullying di manapun  termasuk di lingkungan sekolah. Tidak hanya itu negara juga memberi batasan konten media yang ditayangkan. Adegan kekerasan, pembunuhan tanpa hak akan dilarang. Konten yang diperbolehkan adalah konten yang meningkatkan keimanan kepada Allah yaitu meningkatkan haibah (kewibawaan) Islam di kancah nasional maupun luar negeri  serta menjadi propaganda agar dakwah Islam semakin meluas dan mudah diterima. Kebijakan menghilangkan sumber inspirasi tindak kekerasan  sehingga fenomena kekerasan seperti bullying tidak akan muncul.  

Menyelesaikan kasus bullying diperlukan sinergitas dari orang tua,  masyarakat serta peran negara.  Sinergitas terwujud  jika sistem Islam diterapkan secara sempurna di tengah-tengah masyarakat.

Wallahu a'lam bishawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak