Oleh : Kai Zen
Focus Grup Discussion
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Tengah menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka penyelenggaraan program pembinaan bagi Narapidana kasus terorisme. Kegiatan bertema “Sinergitas Stakeholder dalam Progam Deradikalisasi Narapidana Teroris di Lapas Nusakambangan” ini digelar di Aula Wismasari Lapas Batu Nusakambangan, Senin (15/5/2023).
Pj. Bupati Cilacap Yunita Dyah Suminar turut hadir dalam acara tersebut bersama Kapolres Cilacap Kombes Pol. Fanky Ani Sugiharto. Hadir pula sejumlah perwakilan unsur Forkopimda, perwakilan Badan Inteligen Negara, Badan Nasional Penanggulangan Teroris, Densus 88 Anti Teror, Kepala Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah dan Kepala UPT Pemayarakatan se-Nusakambangan Cilacap.
Kalapas Kelas I Batu (Korwil Nusakambangan) Mardi Santoso menjelaskan, saat ini jumlah Napi kasus terorisme sebanyak 168 orang. Upaya deradikalisasi yang dilaksanakan selama ini menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Implementasi Program Deradikalisasi dilakukan melalui berbagai progam pembinaan di dalam Lapas, dengan melakukan Identifikasi, Rehabilitasi, Reedukasi dan Resosialisasi.
”Kami sangat terbantu dengan teman teman BNPT, Densus karena kita ada parameter untuk mengukur pemahaman mereka tentang radikalisme,” kata Mardi.
Direktur Kontra Terorisme Badan Intelijen Negara, Brigjen Pol. I Made Astawa menekankan perlunya modernisasi pemikiran dalam progam pembinaan bagi Narapidana Terorisme. “Perlu adanya progam pembinaan yang dapat memberantas paham radikalisme sampai ke akar masalahnya. Oleh karena itu, pergerakan para Petugas Pemasyarakatan dalam melaksanakan program deradikalisasi harus terlaksana dengan cepat dan tepat”, jelasnya.
Pj. Bupati Cilacap Yunita Dyah Suminar mengungkapkan, upaya pencegahan radikalisme harus dilakukan dengan menumbuhkan kesadaran toleransi dalam keberagaman. Terlebih Bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dalam keanekaragaman kultur masyarakat. ”Indonesia sebetulnya kulturnya beragam, agamanya beragam, kita tumbuhkan bahwa kita bisa hidup harmonis walaupun berbeda,” kata Yunita.(aj/dn/Kominfo) (https://cilacapkab.go.id/v3/tekan-deradikalisasi-semangat-kebhinekaan-perlu-dikembangkan/ 15 Mei 2023)
Tentang Napi Terorisme di Nusakambangan
Nusakambangan adalah salah satu pulau terluar di Indonesia itu telah lama dikenal sebagai pulau penjara. Sebutan tersebut bukan tanpa alasan karena saat ini di Nusakambangan terdapat delapan lapas yang beroperasi.
Kedelapan lembaga pemasyarakatan itu terdiri atas Lapas Batu, Lapas Besi, Lapas Narkotika, Lapas Kembangkuning, Lapas Permisan, Lapas Pasir Putih, Lapas Karanganyar, dan Lapas Terbuka dengan total kapasitas 2.760 orang namun baru terisi sekitar 2.100 orang.
Saat ini ada 166 napi terorisme yang tersebar di sejumlah lapas se-Nusakambangan dan dua napi teroris di Lapas Cilacap.
Oleh karena jumlah napi kasus terorisme di Nusakambangan hampir 50 persen dari total napi teroris di Indonesia yang mencapai kisaran 400 orang, berbagai upaya deradikalisasi pun dilakukan di pulau penjara itu.
Namun apakah radikalisme merupakan ancaman paling membahayakan sehingga perlu adanya upaya deradikalisasi melalui berbagai Focus Group Discussion? Lantas apa yang menyebabkan aksi teror semacam bom bunuh diri yang terjadi di Astanaanyar masih terus terulang?
Dikutip dari https://www.hukumonline.com/ Fadli Zon mengatakan bahwa pemberantasan tindak pidana terorisme tidak melulu melalui jalur hukum, namun mesti mencari akar permasalahan secara menyeluruh. Sebab, bila dibiarkan berlarut bakal menimbulkan kegaduhan dan teror terhadap masyarakat luas.
Setidaknya, Fadli mencatat terdapat tiga hal yang menyebabkan suburnya jaringan terorisme di Indonesia. Pertama, faktor domestik. Misalnya, kemiskinan yang terus membayangi masyarakat menjadi bagian pemicu terjadinya gerakan aksi terorisme. Begitu pula dengan pendidikan yang rendah. Alhasil, mereka yang dapat dibujuk menjadi pelaku bom bunuh diri relatif memiliki pendidikan dan pengetahuan agama yang minim. Tak kalah penting, perlakuan hukum yang tidak adil dari rezim pemerintahan yang berkuasa.
Kedua, faktor internasional. Menurut Fadli, jaringan terorisme tak lepas dari keterlibatan pihak luar. Jaringan terorisme internasional memang cukup kuat dalam memberikan dukungan logistik. Misalnya, pasokan persenjataan. Tak hanya itu, jaringan internasional pun memberikan dana. Bahkan, ada ikatan emosional yang kuat antara jaringan lokal dengan internasional.
Ketiga, faktor kultural. Menurut Fadli, masih banyak ditemukan orang memiliki pemahaman yang sempit dalam menterjemahkan nilai-nilai agama yang berkembang di tengah masyarakat. Akibatnya, pelaku dapat dipengaruhi mengikuti pemberi pengaruh untuk melakukan teror kepada masyarakat.
Atas yang demikian seyogyanya penanganan radikalisme bukan hanya fokus pada Criminal Justice System semata. Mengapa? Karena adanya ketimpangan ekonomi, kemiskinan, penanganan hukum yang tumpul ke atas tajam ke bawah, keadilan yang lentur ke kawan dan ketat ke lawan, adanya black market of power and justice atau bahkan kebodohan yang mengantarkan beberapa orang terjebak dalam pemikiran teror. Kesemua hal itu disebabkan karena pengelolaan ekonomi yang tak semestinya di mana menjadikan kondisi ekonomi tidak sebagaimana alamiahnya, terjadi pembelokan di mana korporasi semakin tinggi tumpukan kekayaannya sementara masyarakat biasa hanya mampu mengais sisa-sisanya.
Pelaksanaan pendidikan yang belum maksimal juga menghasilkan produk generasi yang rentan, dengan pola pikir yang belum matang sehingga mudah tersusupi ide-ide yang diluar nalar semacam bom bunuh diri misalnya.
Lantas berkaca dari kasus teror bom bunuh diri di Astanaanyar maka aksi terorisme tidak jauh akan disandingkan dengan ajaran Islam. Meskipun telah banyak ahli yang menyatakan bahwa tidak ada keterkaitan secara langsung antara aksi terorisme dengan ajaran Islam, namun keberadaan bukti-bukti dalam aksi teror sebelumnya tentu mengarahkan kepada kita untuk berhati-hati terhadap ajaran Islam terutama yang berkaitan dengan Islam Politik hingga jihad.
Dengan adanya aksi teror harapan selanjutnya adalah kita sebagai masyarakat untuk terus berhati-hati dalam memilih ajaran Islam yang mana hal tersebut secara otomatis menimbulkan alergi terhadap Islam politik dan selanjutnya akan membenci siapa pun yang menyuarakan Islam Politik. Sebab telah merasuk ke dalam jiwa yang paling dalam bahwa aturan Islam hanya berupa Ibadah Rukun Islam saja. Sementara, kita dijauhkan dari pemahaman bahwa harus ada lembaga formal yang bisa menjaga keamanan dan kenyamanan ibadah kelima rukun Islam.
Sebab begitu jauhnya umat muslim dengan ajaran Islam itu sendiri sehingga ada kekacauan pemikiran saat terjadi aksi mengerikan semacam terorisme.
Padahal, jika menilik ajaran Islam lebih detail kita tidak akan menemukan kebolehan dalam aksi teror.
Lalu, sampai kapan aksi teror akan terus ada? Jawabannya selama para pengemban pemikiran Islam Politik masih ada maka aksi teror akan terus digambarkan. Dengan tujuan untuk memadamkan pemahaman Islam Politik secara menyeluruh. Karena ditakutkan ketika Islam Politik menguasai maka tidak ada lagi pemilikan SDA yang diprivatisasi, tidak lagi diperbolehkan untuk korupsi, suap dan tindakan rasuah lainnya.
Sistem ekonomi berbasis Ribawi akan dihilangkan. Pajak terhadap segala sesuatu akan ditiadakan. Akan adanya pemerataan pendidikan, di mana pendidikan tidak lagi bisa dikapitalisasi. Tentu hancurlah harapan para korporat besar yang bertumpu padanya, dan penguasa yang biasa mengambil keuntungan dari meregulasinya tidak akan lagi bisa memungut materi dari padanya. Tentu itu kerugian yang sangat mengerikan bagi para korporat dan koloni penguasa yang melindunginya. Untuk itulah upaya deradikalisasi yang berkaitan dengan ajaran Islam akan terus digaungkan.
Membunuh Diri, Bolehkah?
Banyak kasus terorisme yang diberitakan pada umumnya berupa bom bunuh diri. Lantas mari kita Selami bersama bolehkan dalam Islam melakukan bunuh diri? Allah SWT telah melarang hambanya untuk membunuh diri sendiri sebagaimana dalam QS. An Nisa ayat 29. Apalagi membunuh oranglain di anggap membunuh suatu generasi sebagaimana dilarang dalam QS Al Maidah ayat 32. Bahkan seseorang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya adalah neraka Jahanam sebagaimana dikabarkan dalam QS An Nisa ayat 93.
Sungguh deradikalisasi adalah upaya nyata membendung opini Islam Politik. Sebuah upaya serius untuk menjauhkan ummat dari ajaran Islam yang murni. Maka umat Islam harus memiliki hati yang kuat untuk terus berpegang teguh pada Sunnah Rasulullah SAW. Tetaplah dalam barisan pejuang untuk mengopinikan Islam sebagai aturan yang paripurna, yang mencakup aturan spiritual hingga politik.
وَمَكَرُوا۟ وَمَكَرَ ٱللَّهُ ۖ وَٱللَّهُ خَيْرُ ٱلْمَٰكِرِينَ
Artinya: Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (QS. Ali Imran Ayat 54)
Wallahu a'lam bish showwab
Tags
Opini